Selasa, 24 Desember 2013

Pengakuan

Ada dua orang di kampus yang paling kukagumi di antara sekian banyak orang lainnya.
Sekaligus keduanya adalah orang yang paling egois dan menyebalkan di antara sekian orang lainnya.

Di suatu momen, kami pernah berbicara tentang kami satu samalain.
Di momen itu, pernah kusampaikan kekurangan, hal yang benar-benar kubenci dari keduanya di depan keduanya langsung.
Namun ada yang tak tersampaikan.
Hal-hal seperti ini memang seringkali tak tersampaikan ya..

Pernah, ketika aku terlalu banyak bicara, ketika hilang segala kesabaranku,
terucaplah hal yang seharusnya tak segampang itu diucapkan
Kepada dia yang paling kukagumi,
yang kusukai tanpa jelas alasannya

Hal yang seringkali tak tersampaikan.

Salah seorang dari keduanya pernah mengatakan,
betapa disulitkannya dia dengan bahasa tanpa kata-kata

Sungguh, bukankah kau pernah mengatakan begitu, Levi?
Waktu dimana dirimu begitu dihindari orang,
ketika kau terlalu polos mengatakan “kalau marah bilang dan jelasin, jangan diem aja!”,
kan?

Di waktu itu, aku terlalu banyak menyakiti orang lain.
Aku terlalu tak memahami.
Aku yang sekarang telah belajar banyak dari mereka yang pernah kusakiti karna kata-kataku.

Aku terlalu banyak bicara jika marah.
Karna itulah aku belajar untuk diam sekarang.

Sesungguhnya benar bahwa ada banyak hal yang tidak bisa disampaikan.
Ada hal-hal yang tak perlu disampaikan.
“Ada saat dimana kita tak perlu mengatakan hal yang sebenarnya”,
Seorang lagi pernah mengatakan padaku.
Izinkan aku mengucapkan terima kasih.

Untuk orang-orang yang pernah tersakiti karna kata-kata dan sikapku.
Untuk semua orang yang sengaja dan tak sengaja merasa kuacuhkan.

Izinkan aku mengatakan,
aku bukan malaikat.
Aku bukan orang yang lebih baik dari kalian.
Aku hanya manusia yang haus belajar.
Aku hanya seorang pemberontak kekanakan,
yang tak lebih baik dari kalian.

Sesungguhnya aku belajar banyak dari orang yang kukenal.
Bahwa aku tak lebih baik dari siapapun.

Bukankah sering kukatakan bahwa aku benci sistem sosial,
dimana kita pura-pura beramah tamah dalam permainan dunia?
Bukankah aku terlalu polos?

Sekarang ini aku belajar,
tak ada yang membuatku lebih bertahan dalam menjalani hari-hari,
kecuali melihat kawanku yang egois tersenyum karna aku.
Mendengarkan cerita dan sudut pandang dari orang yang paling menyebalkan.

Aku selalu seperti ini, aku tak berubah.
Aku hanya semakin menyadari hal yang tak kusadari sebelumnya.
Aku adalah orang yang merasa sendiri dan berbeda, yang hidup dalam dunia sendiri.
Tapi bukankah aneh?
Kesendirian membuatku semakin stress.
Berada di keramaian, meskipun tak memperlihatkan keberadaanku, bersama orang-orang yang kukenal,
membuatku setidaknya merasa hidup.
Meskipun di dalam hati dan kepala penuh dengan kegelisahan, kesedihan,
tapi memaksakan untuk tersenyum di depan orang lain, membuatku merasa hidup.

Lilin, manusia hidup seperti lilin.
Kehidupannya bermakna hanya jika dirinya memberi arti bagi hidup orang lain.
Namanya ada untuk hidup di hati orang yang mengenalnya.

Bukankah aku juga banyak berubah?
Aku banyak belajar.
Dari orang-orang yang kukenal, dan dari kedua orang kawan yang paling egois dan menyebalkan.

Ada yang tak tersampaikan ketika itu.
Hal yang kukagumi dari kalian adalah…
Yappari, ienai.
Tapi, taukah,
ketika duri kalian menusuk kulitku, aku belajar mengetahui bahwa..
aku seburuk itu.
Dan aku perlu memperbaiki diri.

Sekarang akan kukatakan hanya di sini saja,
Aku minta maaf pada kalian yang pernah kusakiti dengan duriku.

Dan dari seseorang yang misterius,
aku belajar mencaritau siapa diriku..
Terima kasih atas segala inspirasi dan "bahasa"nya.
Aku mengagumi sosoknya.

Tulisan yang terlalu acak, tapi..
Let me tell you,
ini sulit sekali dikatakan!


Rabu, 23 Oktober 2013

WTF


Dia pikir dia yang gedean doang yang boleh marah?!
What the fuck!
Bicara lembut taunya ga punya niat apa-apa buat bikin keadaan lebih baik,
Ngasih harapan, sialan! Jangan main-main sama gua!


Sabtu, 28 September 2013

Masa lalu (Jejak)

(Kako ~ konseki)
 by Ninomiya Kazunari

Tak kan hilang, tak kan hilang, jejak hujan awal musim panas
(kienu kienu, samidare no ato)
 Jejak air mata tak akan kering
(kawakanu namida no ato)
Tak terhapus, tak terhapus, bayangan orang tercinta yang muncul di malam yang gelap
(kesenu kesenu yamiyo ni ukabu Itoshiki hito no kage)

 Aku berjalan di tepian sungai di kala matahari terbenam
(yuuyake kawara o aruiteru)
Seiring tersenyum bersamamu
(kimi to issho ni egao tsurete)
“Makan malam hari ini sebaiknya apa ya?”
(kyou no bangohan nani shiyou?)
Kecil, kebahagiaan biasa yang sangat kecil
(Chiisana, sugoku chiisana futsuu no shiawase)

Kau sudah mati, kau hidup menembus hatiku
(shindeitta, anata wa boku no kokoro ni shimite ikita)

Meskipun aku mencintai orang lain
(hoka no hito o aishitemo)
Dia bukan siapa-siapa selain orang lain
(hoka no hito de shika arimasen)
Meskipun betapa seringnya musim yang berbunyi kulewati
(ikudo to naku kisetsu mataidemo)
Sesungguhnya ketika berpisah aku takut akan kehilangan
(hontou wa hanarete wa kieru no ga kowakute)

 Memandang bunga violet, bunga ini indah
(sumire o mitsume, kono hana kirei)
Tapi suatu saat akan layu ya..
(demo itsuka wa kareru no ne..)
Kala waktu (senja) semakin gelap dan (cahayanya) berbaur menjadi permata,
(toki wa yuugure shu ni majiwaru to)
Menyisakan kita berdua di atas permukaan air
(minamo ni futari nokoshite)

Bayangan menumpuk bayangan
(kage wa kage o kasanete)
Aku takut akan menjadi satu
(hitotsu ni naru no o osorete)
Saat aku terlambat menyadarinya
(kizuku no ga ososhi to)
Aku sendiri di atas permukaan air
(minamo ni hitori)

 Benih hati yang kukubur hari itu,
(ano hi umeta kokoro no tane wa)
Telah berkecambah lebih dari 20 hari
(hatsuka sugi mebukimashita)
Cinta yang tak kan berubah, meski rupa dan bentuknya berbeda
(sugata katachi chigaedo kawaranu ai)
Cahaya yang lembut (yasashii hikari)



by Ninomiya Kazunari




Rabu, 04 September 2013

Dia tak pernah mengucapkan maaf

Dia tak pernah mengucapkan “maaf”, dia hanya belajar dan diam lalu mengucapkan terima kasih. Adalah dia seorang yang keras hatinya. Dia selalu berpikir manusia terlalu banyak yang lemah dan mengakui kelemahannya sendiri. Misalnya saja seseorang yang datang padanya mengakui bahwa dia merasa bersalah atas apa yang dilakukannya.

D : Iya aku tau ini salah, tapi gimana dong nih susah banget ninggalinnya. Ngomong itu emang gampang, tapi ngelakuinnya susah..
E : Kamu yang terlalu lemah. Kamu itu bodoh. Cuma orang bodoh, lemah dan males yang ngomong begitu. Melakukan tinggal melakukan kok, ga usah diomongin pun bisa. Kuat dong kuat! Mau selamanya jadi pecundang begitu emangnya!

Selalu dia meyakini bahwa manusia bisa melakukan apapun yang seharusnya dilakukan. Yang menghalangi mereka hanyalah kecintaannya pada keburukan. Tentu sajalah mereka yang terus melakukan keburukan meskipun tau hal tersebut memang buruk hanyalah orang-orang yang memang buruk dan memilih keburukan meskipun di mulutnya mengakui membenci keburukan itu. Itu tidaklah salah, tentu saja. Dia mengakui dirinya yang cerdas, dan dia mengakui dirinya memang meyakini segala hal yang memang benar.

D : Iya, iya deh.. (sambil berpaling dan meninggalkan E)

Siapa yang tahan padanya? Banyak orang berpaling dan semakin dalam pada keburukan sejak dia mengatakan di depan muka mereka yang mengadu itu bahwa mereka hanyalah pecundang. Dan dia semakin membenci keburukan, dia semakin membenci manusia yang dikatakannya adalah makhluk yang lemahnya sampai membuatnya mual dan ingin muntah. 

Segalanya berulang dan berulang, hingga dia bertemu mereka yang mirip sekaligus berbeda dengannya sendiri. Apa yang membuatnya sebagai potongan puzzle menyatu dengan sisi-sisi mereka? Kesekaligusan itu. Siapa yang menyangka? Tentu bukanlah dia kalaupun ada. Tapi ini bukan saja karena mereka dan sisi-sisi puzzle yang cocok itu. Tapi juga karena D dan pecundang-pecundang yang berpaling lainnya yang sudah maupun belum bertobat. Ketika dia mulai mencintai pencarian kebenaran, dia menemukan satu-satunya yang pecundang adalah dirinya.

Mungkinkah karena betapa dialah satu-satunya pecundang, dia menjadi sosok seangkuh dan sekeras itu? Tidak ada yang tau, dia saja tidak. Yang pasti dia telah menolak kepecundangannya yang satu-satunya itu sehingga dia membenci segala kesalahan dan keburukan apapun alasannya. Tapi tumbuhlah kebencian yang satu lagi, kebencian pada dirinya yang angkuh. Bagaimana jadinya kalau kedua kepribadiannya saling membenci?

Dengan segala pertobatan para pecundang dia merasa menang sebentar. Ketika melihat mereka yang terjerumus semakin dalam dia marah, sedih, dan benci. Benci pada para pecundang sekaligus dirinya, mereka saling membenci antar kepribadian yang berlawanan. Hingga ia mengunci dirinya dalam ruang gelap tanpa ventilasi, memendam amarah kemudian menangis. Terpikir untuk kabur ke tempat tak ada siapapun mengenalnya, menjadi orang lain yang baru, berpikir dengan pikiran yang sehat, merencanakan segala sesuatu dengan detail, lalu menangis lagi, membalik rencana dengan yang baru, bagaimana caranya mati dengan tenang. Lalu membayangkan apa saja yang akan dia lakukan untuk mati dan bagaimana reaksi mereka ketika dia baru mati dan sudah mati, apa kata mereka, hingga ia tertidur dan terbangun dengan perasaan yang benar-benar baru, ceria atau apa pun itu. Orang gila! 

Orang menjadi gila karena ia ingin melupakan masalahnya, dengan pikiran yang diakuinya sehat dia meyakini itu kemudian. Dia ingin jadi gila, dengan begitu ia bebas dari beban hidupnya selama ini. Terlalu rumit segalanya ini, ingin sekali tulisan ini kuakhiri. 

Baru tau dia orang-orang datang padanya hanya agar kata-katanya disetujui. Kebanyakan mereka telah menyiapkan perisai. Hanya ingin didengar dan disetujui, persetan bukan?!, pikirnya. Dan siapapun tidak akan benar-benar bisa merubah siapapun, si pemberontak muncul dengan segala ide tentang kebebasan dan manusia manusia bodoh yang dikerangkeng kata-kata orang. Aku tak tau siapa yang dipenjara sebenarnya, yang mengikuti pikirannya sendiri yang sengaja berontak atau mengikuti pikirannya yang bebas memilih patuh? Bukankah keduanya bisa dibilang penjara bisa juga dibilang bebas? Segalanya memang sesat. Segera kita akhiri pembicaraan ini.

Dia mengakui akhirnya dia salah. Karena setiap orang merasa benar dan ingin diakui begitu dan dia pun juga, tak ada cara lain selain masa bodoh soal kebenaran objektif. Terserah apa pun orang boleh berbuat dan berpendapat, toh kebenaran yang kita akui mutlak tak juga diakui orang lain. Mungkin kebenaran objektif hanya dia yang mengakui atau mungkin tak ada kebenaran objektif yang bisa diakui, atau apa pun bentuk penyimpangan kebenaran lainnya, dia berubah. Dari sikap seorang pemimpin yang otoriter dan keras menjadi pemberontak yang masa bodoh pada apa pun. Pemimpin yang otoriter tertidur lama, entah akan bangunkah dia. Dalam sedikit ruang di antara mereka yang tertidur dan terjaga, ada yang mengakui kesalahannya. Tapi sialnya betapa perfeksionisnya dia yang membenci mengakui kesalahannya di depan orang lain, dia tak pernah meminta maaf sekalipun. Kalau pun pernah, itu adalah dia yang lain. Ketika dia benar-benar tersentuh dan merasa bersalah, hanya kata itu saja yang terucap darinya, 

“terima kasih”,

Hanya itu saja, tak ada yang lain. Dan dia pergi tanpa menoleh. Dan tulisan ini berakhir di sini. 






Sabtu, 06 April 2013

Pemain Sejati

kamu salah paham, kawan 
aku sangat menyukai game 
di sisi lain, ada kemuakan yang tak mampu kujelaskan 
''mungkin aku bukan pejuang'', terpikir seperti itu 

tak ada yang tidak bermain, semua bermain 
kadang lalu terpikir, ''apa aku datang dari dunia lain?'' 
membawa setumpuk keheranan dan kemuakan 
''apakah aku sendirian saja?'' 
setelah segala yang kualami, barulah aku meyadari kesendirianku 

apa yang harus dilakukan? 
bermain, tidak ada lagi yang lain 
game adalah kita, dunia kita 
kita adalah player sejati! 

seandainya ada sesuatu di dunia ini, apa itu? 
apa yang ada itu? 
apakah kita sesungguhnya ada? 
seandainya ada yang mesti kucari selain kemenangan, apakah itu? 
kebenaran? 
apa itu kebenaran? 
kutanya akalku, dia tak tau 
kutanya hatiku, dia terdiam 
bimbang? 
apakah kebingungan terasa senikmat ini? 

satu-satunya yang kutau adalah aku tak tau apapun, 
hanya bermain dalam sandiwara besar, 
hanya mencari kemenanganku 

ketika kenyataan terbuka di depan mataku, 
ketika kebenaran membuka sedikit tabirnya 
kurasakan kebohongan di sekitarku 
meskipun kenyataan itu ada di samping kebohongan, 
tak ada yang benar-benar serius,, 
karna kita adalah pemain di dunia kebohongan 
sedangkan kenyataan memiliki dunianya sendiri


Sabtu, 02 Maret 2013

Kau Merusak Hariku

Aku belajar menikmati hal-hal yang dulu kuratapi
Aku berusaha menggantinya dengan hal yang benar-benar berlawanan
Aku sudah bosan pada semuanya, karna itulah

Stres dan menyesali hal yang sengaja kutinggalkan demi harga diri dan tetek bengek egioisme diri lainnya
Menyesali hal-hal di belakang,
hal-hal yang pernah kulakukan
Sudah cukup

Sebesar apapun aku merugi,
aku tak ingin lagi menyesali apapun yang sudah kupilih
Buang waktu!

Menyesali takdir?
Menyesali langkahku?
Memikirkan orang lain terus-terusan?!
Buat apa buang waktu begitu?!

Waktuku akan segera habis,
kalau setengah-setengah memilih jalan, aku pasti akan menyesal
Kalau aku ingin mengorbankan diriku untuk dunia, akan kulakukan sepenuhnya
Kalau tidak, maka untuk apa buang waktu?

Kau merusak hariku
Aku yang dulu pasti akan sangat tersiksa
Dan sekarang akan kunikmati semauku
Aku ingin tak ada orang lain yang mampu menaik dan merendahkan perasaanku
Akulah raja yang mengontrol rasaku sendiri!

Akan kunikmati
Aku belajar untuk menikmati..

Dan jangan pikir bisa masuk dalam ruangku
Ini ruangku sendiri

Jumat, 01 Maret 2013

Muak


Apakah aku tak pandai bersyukur Tuhan?
Apakah aku terlalu merasa paling benar?

Bersyukur sekali bertemu dengan orang seperti mereka berdua
Mungkin orang seperti mereka ada cukup banyak di dunia ini,
tapi entah bagaimana aku tak bisa mengenal mereka dengan dekat

Seandainya mereka-mereka itu mau kuajak bergabung denganku di jalanNya
JalanNya yang kumaksud adalah jalan yang jelas dan bukan basa-basi
Maka tanpa ragu,
aku akan mengorbankan kehidupanku untuk fokus memenangkan agamaNya!
Karna tidak ada yang ingin kulakukan di dunia ini selain itu!

Kalau mereka di luar bilang aku munafik dan bodoh,
aku tak perduli

Akhir-akhir ini aku sedang jenuh sekali dan benci dengan segala aktivitas kuliahku
Seperti orang bodoh, aku sibukkan diriku dengan hal yang apa gunanya buat dunia yang sudah rusak seperti sekarang
Berguna katamu?
berguna apanya?
Berguna dalam menyempurnakan tatanan dunia yang sudah membusuk ini?
Jangan main-main!

“Kalau begitu Levi, kenapa kau tidak melakukan hal yang kau anggap benar saja daripada kau terus bersumpah serapah dan mengeluh begitu?”
Apa yang bisa kulakukan seorang diri?
Bunuh diri?
Aku sebodoh itu apa?

Yang kulakukan sekarang adalah..
Membuat orang-orang yang berjasa padaku puas,
setidaknya itu, aku perlu bayar hutang
Oh, aku muak sekali
Tak terlihatkah dari sikapku menjalani hidup selama ini?

Karna belum ada kesempatan bagiku bermain dengan serius, menjalankan tugasku,
yang kulakukan hanyalah bermain dengan sangat santai dan cuek!


Apatis



Aku yang sekarang

Beberapa hari yang lalu hingga hari ini,
kata-kata beberapa orang terus terngiang di kepalaku
Aku penasaran dengan identitasku sendiri
Aku berusaha mengenal diriku sendiri, dan mau bagaimana aku menjalani hidup

Dari kerumitan idealisme yang terlalu besar
Yang ditertawakan orang-orang….
Dari keinginan merubah dunia dengan gebrakan yang besar
Yang ditertawakan orang

Melakukan hal yang kecil?
Sialan, aku bisa stress dan terus-terusan berteriak JENUH!

Aku bukan manusia yang puas dengan kehidupan yang sempurna dari kecil,
punya prestasi bagus di sekolah,
menikah dengan lelaki mapan,
punya anak yang baik
meninggal dengan tenang
Woy, apa-apaan?!

Aku bukan manusia yang dilahirkan dengan keinginan “sekecil” itu
Kalau aku tak melakukan satu saja gebrakan yang besar untuk dunia,
semestinya kesenangan-kesenangan dunia ini aku nikmati dengan semaksimal mungkin
Kalau aku benar-benar tak melakukannya,
karna terlalu stress dengan tertawaan orang lain padaku,
dan kata-kata “tidak mungkin” dari mereka yang dialamatkan pada cita-citaku satu-satunya itu
Maka buat apa aku hidup?
Wajarlah setiap harinya aku hanya berteriak JENUH
wajar sekali!
Wajarlah setiap harinya aku hanya mencari permainan yang menghibur hatiku saja
Dan untuk apa yang terjadi pada dunia, terserah!
Dunia bukan urusanku lagi!
Kalian semua yang mengatakan padaku “tidak mungkin”

Boleh saja semua orang menjauhiku karna keseriusanku pada idealismeku yang tak masuk akal katamu!
Boleh saja, aku tak butuh orang-orang kerdil seperti itu!
Dan kalau hingga seterusnya aku tak mampu menemukan orang-orang yang sejalan denganku,
maka aku akan selamanya hidup tanpa memikirkan apapun kecuali diriku sendiri,
melakukan apapun yang kusukai!
Bukan semata karna aku terlahir sebagai apatis
Aku terlahir sebagai idealis
Dan aku bertumbuh menjadi apatis

Jangan sok peduli pada orang lain, urus saja urusanmu sendiri

Dulu, aku ingin sekali merubah dunia
Sekarang, aku tak peduli lagi pada dunia dan segala isinya
Terserah!
Lakukan sesukamu,
aku tak akan mengganggumu lagi

Tapi jika waktunya benar-benar tiba,
dan Tuhan mengirimkanku teman yang sejalan denganku,
aku akan membayar keyakinanku dengan nyawaku!
Dan menemukan diriku yang dulu lagi..

Kamis, 28 Februari 2013

Idealis


Komentar untuk kelas filsafat yang baru, cerdas dan tajam
Jauh sekali dengan yang sebelumnya
Dosennya perfect, sama seperti dosen MPK agama kelasku dulu
Padahal masih muda ya
Mungkin inilah kelas yang benar-benar kuseriusi belajarnya di semester ini
Kekecewaan atas “bodohnya” dosen-dosen pengantar filsafat terobati
Setidaknya pasti ada yang pintar dari sekian yang “bodoh” itu
Tapi kalau masalah tugas-tugas, no comment!

Hari ini juga aku bertemu lagi untuk yang pertama kalinya di semester ini
Tiba-tiba aku malah jadi teringat seseorang
Pikiranku jadi memikirkan orang itu lagi
Aku tak tau saat itu aku merasa senang atau bagaimana,
lagipula itu tidak penting
Hari masih panjang dan padat, karena ini hari rabu..

Aku malah makin muak dengan kelas pemikiran Jepang hari rabu
Aku tak tahan sekali dengan doktrin nasionalisme yang kata sensei mestinya ditanamkan juga pada kita kalo mau maju seperti Jepang
Benar, aku setuju
Itu adalah hal yang membuat Jepang kuat secara berkelompok begitu
Tapi ketika berhadapan satu lawan satu, sendirian, individu Jepang,
apa yang bisa dia lakukan?
Jepang lemah ketika sendirian, kita juga tau itu
Buat apa maju dalam kesatuan Negara, tapi jiwa tertekan?
oh, my God, kalau ini tujuan belajar pemikiran Jepang,
aku mau kabur saja dari kelas rasanya

Sejak dari kelas pak Fristian, aku terus berpikir tentang seorang idealis
Apakah menjadi idealis benar-benar pilihan bodoh?
Idealis yang tidak realistis,
dan realis yang terlalu pragmatis
Aku terus mencari diriku sendiri
Aku ada dimana?
Dan apakah aku sebodoh itu
Sampai di mentoring hari ini aku bertanya tentang itu
Kesimpulannya, semua setuju kalau seorang idealis yang cuma berteori tanpa praktik memang bodoh
Dan tak ada gunanya menjadi idealis tanpa menjadi realis
Masalah yang kupikirkan adalah,
apa yang terjadi jika dunia telah membuat seorang idealis menjadi apatis?
Aku akhir-akhir ini berpikir,
“aku bukan hidup dari penilaian orang lain terhadapku, aku cukup hidup dari iman dan cintaku pada tuanku saja”
Itu adalah kata-kata bodoh
Aku muak dengan dunia ini, aku tak ingin bergantung pada dunia
Meski aku ingin mengubah dunia, dan banyak orang sudah menertawaiku,
kini aku, dengan lingkungan yang seperti sekarang malah menjadi apatis
Aku tak peduli apa yang akan terjadi pada dunia, yang penting aku melakukan hal yang kusukai
Bagaiamana aku ditarik-tarik oleh 2 kecenderungan yang jauh berbeda, aku tak tau
Tapi menjadi seorang idealis itu nyawa taruhannya
Aku telah bersumpah, akan melakukan apapun (meski dengan inipun aku dilecehkan) demi apa yang kuyakini
Tapi kekecewaan bertubi-tubi membuatku pragmatis
Hingga aku berhenti memikirkan semua itu
Datang dan pergi
Yang menjadi dilema bagiku..
Aku harus jadi yang mana?
Dan bagaimana caraku menuju ke tengah dari 2 kecenderungan itu?

Aku pernah berpikir akan menjadi pahlawan revolusi
Sumpah demi Tuhan, aku pernah berpikir lumayan serius tentang itu
Kalo ditimbang lagi, aku adalah perempuan
Dan masalah yang terberat adalah keluarga
Kalau saja aku sudah hidup sendiri mungkin tak masalah
Tak apa bagiku mati demi apa yang kuyakini benar
Hal ini terpaku kuat dalam hatiku
Lalu kekecewaan dan kebingungan-kebingungan semakin merubahku menjadi pragmatis
Aku tak peduli pada apapun kecuali yang berhubungan dengan yang kuyakini benar
Aku tak peduli orang salah atau benar, itu bukan urusanku
Individualis sekali!
Menjadi seorang pemimpin memang sulit dan perlu keberanian besar
Andai aku laki-laki, aku yakin aku sudah menuju ke arah situ
Tapi aku bukan laki-laki

Dan aku terus saja mencari,
siapa aku dan mau ke arah mana aku?



Kau Harus Dengar!


Tak tahan
Untung saja aku bukan dilahirkan sebagai orang Jepang
Bagaimana lagi aku mesti bersyukur padamu Tuhan?

Aku tak tau kenapa aku mesti memaksakan diri untuk sekolah dan kuliah
Buat apa sih?
Toh, belajar sendiri pun aku bisa
Untuk belajar bersosialisasi?
Hah, sialan amat
Bersosialisasi dengan orang-orang kayak mereka itu?
Jangan main-main

Kalau orang Jepang begitu serius melakukan apa yang ingin dia lakukan
Menguasai satu jenis keahlian dengan keseriusan yang luar biasa,
Maka aku sebenarnya serius sekali dengan segala pemikiranku
Bahwa hidup ini punya tujuan hakiki
Dan aku ingin melakoninya dengan serius!
Bukan main-main begini!
Aku terpenjara dengan pandangan saudara-saudara sedarah,
sesuku, sebangsa…
Bahwa aku mestinya begini dan begitu supaya jadi orang normal kayak mereka itu
Tau dari mana sih mereka kalo standar mereka itu bener?!
Bego sebego-begonya
Ya Tuhan…

Aku tak bisa hidup sendiri
Tapi kalaupun aku hidup bersosialisasi, aku terpenjara dengan sistem dan standar mereka yang tak masuk akal itu
Aku membuang-buang waktuku di dunia buat bermain-main dengan mereka
Padahal ada hal besar yang mesti kulakukan
Merubah dunia!
Dan mereka tertawa mendengarnya

Begini ya,
kalau aku tak jadi seapatis sesadis dan sekasar ini,
maka membawa idealismeku yang berat ini di tengah orang-orang kerdil,
aku bisa tersiksa berkali-kali,
menangis berkali-kali
Dengar, aku tak mau terus-terusan menjadi anak cengeng setelah ditinggal mati ayahnya!

Senin, 25 Februari 2013

kesia-siaan


Sejatinya hidup inilah kesia-siaan yang besar bagi manusia
Di atas sebuah panggung permainan yang besar
Dalam sebuah permainan terbesar dan tersulit yang pernah ada
Kompetisi dengan competitor terbanyak
Menghabiskan waktu menyusuri jalan yang salah
Menghabiskan waktu dengan mempertaruhkan kesempatan mencoba dan mencoba
Kehabisan waktu..
Poin apa yang didapat?
Bahkan kita tak benar-benar tau apa yang mesti dilakukan untuk mendapatkan poin
Jalan apa yang mesti dilalui
Tujuan apa yang mesti dicapai
Tak ada yang kita tau
Karna panggung permainan terlalu besar
Sedang jalan yang ada terlalu banyak
Dan kita tak berpedoman pada petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh sang penggelar panggung
Kita menghabiskan waktu bermain tanpa tau apa yang harus dicapai dalam permainan ini
Inilah kesia-siaan yang paling menyesalkan, merugikan
Kecuali bagi mereka yang setia pada petunjuk, dan yang “serius” dalam bermain
Kecuali bagi mereka yang setia pada jalan yang benar
Mereka yang membuang segala kesombongannya
Merekalah yang paling beruntung atas lepasnya dari kesia-siaan yang paling menyesalkan dan merugikan

Selamat ulang tahun Levi..
Selamat menggenapi kedekatan pada titik nol kontrak permainanmu di dunia


Kegelisahan yang Sama


Tiap manusia punya kegelisahan yang sama
Tapi tidak semua manusia meresponnya dengan cara yang benar-benar sama

Akhir-akhir ini kejenuhanku datang lagi
Ia datang dan pergi
Seperti mencari celah diantara aktivitas-aktivitasku
Dan ketika ia datang, aku benar-benar ditahannya untuk terus tenggelam di dalamnya

Pagi ini tak ada pikiran yang benar-benar menyibukkanku kecuali rasa jenuh
Dan ketika Bachtiar-sensei langsung “menggenjot” kami untuk memeras otak,
saat itu, rasa jenuhku terlupakan
Tapi setelah itu, berangsur-angsur datang

Baru setelah aku mendengar hal yang sama dari mulutnya,
aku meyakini,
setiap orang punya kegelisahan yang sama,
Kejenuhan yang sama
Tapi tidak semua orang terus tenggelam di dalamnya
Melarikan diri,
menyibukkan diri
berevolusi seperti bintang-bintang di luar angkasa
Sedang aku
terus saja tenggelam dalam pencarian tujuan
Buat apa semua yang aku lakukan,
apa yang sebenarnya aku lakukan?
dan kenapa semua itu belum bisa enyah dari kepalaku?

Aku jelas tau tujuanku hanyalah berevolusi seperti bintang-bintang
Apakah aku terlalu lelah berevolusi?
Apa aku meragukan tujuanku,
atau aku membohongi tujuanku yang sebelumnya?
Entahlah, semua itu..

“Jadi hidup itu untuk….”
Kita terus membicarakan itu,
di tengah kegelisahan, kebimbangan, ketakutan, kejenuhan
Masih, kawan…
Belum bisa lepas..
Datang dan pergi..
Benarkah yang aku lakukan?
Semuanya seperti kabel kusut di kepalaku
Apa yang aku ragukan?

Kekurangan makanan bagi ruhani…
Sepertinya itulah yang terjadi,
kata-katanya tadi sore membuka semuanya
Memang benar, kami kekurangan itu,
sehingga kami tenggelam dalam kelesuan jiwa yang luar biasa

Apa yang kulakukan selama ini adalah bicara teori-teori
Untuk apa?
Sedang aku terus menenggelamkan diri pada dunia
dan menjauhi makanan ruhani
Seperti kekurangan nafsu makan
Semakin cintakah aku pada dunia?
Sudah menumpukkah dosa-dosaku?

Apa yang dulu mampu membuatku menangis, tak lagi ampuh
Apa yang kutangisi sekarang hanyalah diriku sendiri
Meratapi kemalanganku sendiri
Sialan Levi!
Apa yang terjadi?
Sampai kapan mau bermain-main dalam buih-buih lautan
Sampai kapan mau mencintai emas sepuhan?

Dan sebelum aku bisa lepas dari kemarahan, kebencian, keraguan pada banyak hal,
aku tak akan bisa menikmati ketenangan jiwa di dunia ini..


Minggu, 24 Februari 2013

sama saja


Hari ini aku memimpikan banyak hal
Benar-benar banyak
Orang yang hampir tak pernah muncul dalam mimpiku, tiba-tiba mereka semua datang..
Betapa terkejut dan senang, aku tak mampu menjelaskannya

Tahu tidak,
aku merasa benci hidup di keluarga ini
Baru kali ini aku berpikir seperti ini
Aku bahkan kaget dengan pikiranku sendiri
Betapa aku sudah sangat tidak bersahabat dengan siapapun juga
Aku khawatir, akan kemana aku mengarah
Akan seperti apa aku di masa depan

Tidak peduli pada anggotanya,
fokus sendiri pada orang lain
Meskipun ini masuk akal,
Aku rasa hatiku tidak bisa menerimanya
Aku sudah muak
Tak mungkin aku jelaskan
Tapi aku benci,
aku benci keluarga yang seperti ini
Sama saja bagiku pergi ke luar dan hidup sendiri di atas kakiku
Sama saja, aku tetap kesepian dan kesusahan setiap harinya
Sama saja..
Tuhan, apa yang harus orang lemah seperti aku lakukan?
Berubah jadi orang lain?


Sabtu, 23 Februari 2013

lalu aku..?


Melihat mantan anak-anak ICIL seperti Cakka, Angel, dan Zahra membuatku mengingat masa-masa di belakang
Mereka sudah benar-benar bukan bocah lagi
Dan masa itu sepertinya baru sebentar berlalu, tapi mereka sudah berubah sangat berbeda
Aku tak mengenali Cakka

Lalu aku
Aku sudah seperti apa dari aku-aku yang dulu?


Jumat, 22 Februari 2013

Apa itu Cinta?


Entah sampai kapan aku akan marah
Sampai kapan menjadi pendendam
Sampai kapan?

Cerita kebahagiaan, senyuman orang-orang
padaku mungkin bertahan hanya sementara
Aku berusaha untuk jadi aku yang sekarang
Entah apa yang membuatku terperangkap dalam lubang macam ini

Cintaku padaNya sudah seperti apa
Aku yang sudah sejenuh ini
Aku yang sudah seapatis ini
Aku yang sudah tak bisa percaya pada bahkan orang yang paling kusayangi,
orang-orang yang paling kusayangi terlihat jenuh dan tak jujur pada dirinya sendiri terhadapku
Aku merasakannya
Aku…
Sebaiknya aku tak mampu merasakan apapun
Sebaiknya aku..

Cerita kebahagiaan, senyuman orang-orang dan diriku sendiri
Tak bertahan lama padaku
Aku terus marah

Meski aku berkata, aku tak mau terlalu percaya lagi pada orang lain
Tapi nyatanya, setiap aku mengenal seseorang,
aku akan mencintainya dengan kadar yang tak sedikit
Lalu ketika aku mulai percaya, kekecewaan datang bertubi
Rasa kesepian mulai menyelubungiku
Aku tak berhak untuk kecewa, aku tak berhak mencintai orang lain
Tuhan, apa itu cinta?
Apa sebaiknya aku tak mencintai?
Atau harga dari cinta adalah nyawa kita sendiri?


meragukan..


Hari rasanya cepat berlalu, 2 minggu serasa sudah 1 bulan
Waktu memang misterius
Aku membacanya di “armagedon”, bahwa kiamat akan ditandai dengan betapa cepatnya waktu berlalu
Jam masih sama, menit dan detiknya juga, tapi waktu benar-benar cepat
Aku bahkan karena itu, merasa ragu dengan apa yang aku lakukan sekarang
Apa gunanya untukku nanti
Dan adakah artinya aku melakukannya sekarang

Aku ragu dengan apa yang aku lakukan sekarang..

Seperti kemarin dan kemarinnya lagi,
hari ini aku masih pusing dan terbebani dengan pikiran tentang kuliah
Rencana apa yang mesti kulakukan untuk kuliah,
dan sejauh apa aku bisa konsistennya

Aku rasanya terus bermain dengan santai, dan belum benar-benar serius
Kapan aku akan benar-benar serius
Kalau bahkan dengan apa yang kulakukan saat ini aku ragu
Mesti kemana lagi aku?
Apakah takdirku adalah terus melarikan diri dari ceritaku,
terus meragukan yang kujalani sekarang,
dan menjadi pecundang..?


Kamis, 21 Februari 2013

Seperti Waktu Berhenti


Kutemui Rima yang sedang tenggelam dalam lantunan lagu dari seorang penyanyi Prancis
Aku tenggelam dalam persepsiku sendiri
Terkadang aku bisa tersenyum pada orang lain,
meski bisa kulihat mata persepsi orang lain memandangku
Entah dengan warna apa
Tapi aku yang sebenarnya bahkan aku tak tau yang mana
Yang tersenyum, marah atau tenggelam dalam dunia kesedihannya sendiri

Sensei hari ini benar-benar menyenangkan
Dan aku tertawa tanpa paksaan
Minggu selanjutnya aku perlu menceritakan tentang keluargaku dengan bahasa Jepang d depan kelas
Aku bingung apa yang mesti kuceritakan
Cerita keluargaku adalah cerita novel yang tak cukup dengan hanya beberapa kalimat!

Ada beberapa pernyataan Ety-sensei yang sangat mengangguku dan sangat berbahaya menurutku
Adalah ketika ia menyamakan tentara perang Jepang di Perang Dunia dengan tentara Islam
Bahwa apapun akan dilakukan demi Tuannya
Islam membela diri, sedangkan Jepang terdoktrin untuk mau melakukan apapun demi kaisar, bahkan yang sadis sekalipun tidak berdosa
Ini bukan Islam, ini adalah yahudi
Jadi mestinya samakan tentara sadis Jepang yang tak takut mati itu pada tentara yahudi!
Meski benar bahwa ada beberapa kesamaan tentara Jepang dengan Islam
Tapi soal kekejaman, Islam tidak pernah dikenal kejam dalam sejarah!

Lalu cerita Ida-sensei di tengah suasana gedung 6 yang gelap karena mati lampu
Benar-benar sensasi yang luar biasa
Tidak seperti sedang kuliah
Anak-anak yang berkurang banyak
Seperti waktu berhenti,
Seperti waktu berhenti..


Rabu, 20 Februari 2013

Hari Rabu


Hari rabu di semester ini memang luar biasa
Setelah sarapan selama hampir 3 jam dengan filsafat,
Siangnya makan siang dengan pemikiran Jepang
Lalu sorenya mentoring dengan kak Hani

Mentoring meski kepala sudah penuh rasanya dengan segala data-data yang sedang diproses,
setidaknya menyejukkan segala kemuakan dengan dosen-dosen “bodoh” segala mata kuliah menarik di semester ini
Semuanya mengajak kita mengkritisi agama
Meski aku pada dasarnya setuju,
Tapi pada akhirnya kesimpulan dari hampir semua dosen tenggelam dalam kesesatan kesombongan akal
Oh, dunia ini dipenuhi “orang-orang pintar” macam itu ya..
Padahal agama adalah pencapaian tertinggi filsafat
Dan Tuhan maha tau, demi Tuhan!

Akhir-akhir ini kami bertiga sering sekali membahas dan mengkritisi pemikiran dosen-dosen pintar itu
Bahwa semua omongan mereka bikin bingung!
Itu benar
Filsuf adalah orang-orang yang bingung, kata Al-Ghazali setelah meninggalkan filsafat
Dan aku sendiri tenggelam dalam lautan kebebasan pikiranku


Jumat, 01 Februari 2013

Melompati Waktu


Apa yang terjadi jika aku benar-benar bisa melompati waktu?
Benar-benar penasaran..
Apakah dunia bisa diajak bermain seperti itu?
Apakah akan ada banyak hal yang aku pelajari dari sana?
Benar-benar..

Andai saja aku bisa melompati waktu!!!
SIALAN!!!!!
APA YANG HILANG BENAR-BENAR MEMBUATKU GILA!

Hanya aku ingin mengukuhkan diri, aku ingin hidup sendiri
Oh, aku benar-benar gila dibuatnya!
Kalau tidak, aku benar-benar tersiksa oleh perasaan ingin membunuh orang lain!


Sabtu, 26 Januari 2013

Buku!


Tak ada yang paling membuatku bertahan di dunia ini selain buku! Itu benar. Apapun akan kulakukan demi menabung agar selalu bisa membeli buku. Akhir-akhir ini pun aku mulai menikmati film seperti aku menikmati buku. Tapi ketika aku menghabiskan uang tabunganku untuk beli makan, baju atau barang lain, rasanya berat sekali. Sungguh, aku benar-benar tidak berbohong!

Hari ini aku dan Ami ke gramed BP untuk beli kado untuk Rafi dan po Sela. Aku memutuskan beli buku karna aku yakin mereka suka, dan juga karna aku tak memikirkan apapun selain buku! Walau begitu, karna terlalu banyak buku yang bagus, aku jadi kebingungan sampai stress di sana! Pernah ketika aku menemukan komik sains dengan tema astronomi, aku langsung memutuskan dengan yakin, “mi, ambil yang ini”. Entah dengan pertimbangan apa, tapi ketika melihatnya aku langsung berpikir, “itu sangat menarik bagi siapapun kan?!”. Ami langsung kaget, “serius?”. Aku agak bingung dengan reaksinya. “kenapa mi? apa terlalu berat buat dia?”, aku bertanya. “iyalah, bahkan mungkin Rafi belum tau apa-apa tentang astronomi”. Aku agak kaget, tapi aku langsung sadar, aku langsung memutuskan dengan yakin untuk membeli itu tadi karna aku memang suka sekali dengan astronomi.

Pada akhirnya apa yang kami beli untuk dikadokan adalah buku dan komik bertema filsafat, moral dan spiritual. Yah, tema yang paling menarik, bukan hanya menurutku saja kan?!

Di BP hari ini aku mulai menyadari rasanya jadi Sausan. Aku rasanya benar-benar mau menangis karna harus mengeluarkan uang banyak untuk makan di restoran. Padahal gampang saja, tinggal tidak usah makan di sana. Tapi aku ingin makan di sana, dan biasanya aku makan dibayarin kakak atau orang tuaku, jadi rasanya kalau harus bayar sendiri, benar-benar mau menangis, sumpah!

Di gramed pun, aku dengan terburu-buru mengambil 1 komik untukku sendiri, prinsipku, “aku tak mau ke toko buku tanpa membawa pulang apapun, meski hanya satu buah manga seharga 17.500 saja. Maka itulah kenapa aku langsung mengambil komik Agatha Christie “and then there were none”..


Minggu, 13 Januari 2013

No one knows


Cobalah ingat, apa yang telah aku lakukan di masa lalu dan apa yang aku masih lakukan sampai saat ini. Adakah aku tak mampu melihat gajah, meski dia di depan mataku sendiri?

Oh, aku tak bisa bertahan. Seseorang tak akan bertahan jika dia tak dihargai sebagai dirinya. Agar aku mampu hidup di tengah sosial ini, haruskah aku melupakan diriku? Namun jika aku tak lagi menghargai diriku, siapa lagi yang akan menerimaku sebagaimana adanya?

Tiba-tiba aku merasa betul-betul direndahkan ketika dia mengatakan hal semacam itu. Sejak itu, aku berkata pada diriku sendiri, “aku tak bisa percaya pada siapapun lagi. Tidak siapa pun”.

Sudah lama aku ingin hidup sendiri, hahaha apakah mungkin? Akhir-akhir ini aku selalu berkata “jangan pergi”.  mamah dan kuro, hanya merekalah yang aku miliki saat ini, itulah kenapa aku tak lagi berpikir ingin hidup sendiri setidaknya saat ini. Kalaupun iya, aku ingin pergi ke belahan dunia lain, Negara lain dengan mereka. Aku akan bekerja dan mulai kehidupan baru. Karna mereka masih ada, aku tak ingin meninggalkan mereka.

Aku tak benar-benar menikmati hidup seperti ini, berkelompok dan harus mengikut peraturan kelompok dan sebagainya. Jika aku dibebaskan, jika hidup disini sudah sepraktis di Jepang, dan aku bisa tinggal sendirian melakukan apa pun yang ku inginkan, aku penasaran akan seperti apa rasanya. Karna itulah yang sedang kuidamkan di tengah kejenuhan sosial ini. Tapi aku menyadari jelas bahwa semua bayang keindahan yang saat ini kuidamkan, hanyalah fatamorgana. Ketika segalanya kuraih, toh aku akan jenuh juga. Hidup adalah logam tak berharga yang dilumuri kuning supaya terlihat seperti emas dari kejauhan.

Dengan apa yang aku lakukan saat ini, aku hanya ingin ada yang setidaknya tau, meski aku tak pernah bicara, meski aku tak bisa jujur.

Hanya satu hal yang benar-benar ingin sekali kulakukan saat ini, menyampaikan apa yang dirasakan manusia secara psikologis, sisanya ingin kujalani saja step by step sampai aku menemukan sesuatu yang benar-benar berasal dari Tuhan.

Saat ini aku hanya merasa aku tak dihargai sebagai aku. Aku tak dipercayai sebagai aku. Hidup di lingkungan yang eksklusif membuatku terbentuk dengan sendirinya. Tapi ketika aku mulai melihat ke dalam diriku, aku tersiksa sendiri. Oh, aku tak mengerti siapa sebenarnya aku? Siapkah aku terlepas sepenuhnya? Karna aku ingin melakukan hanya apa yang ingin aku lakukan. Karna akulah yang bertanggung jawab atas kebahagiaanku. Maka hentikanlah bicara kalian, aku tak mengerti mengapa kalian terus bicara seperti itu? Aku merasa telah datang dari belahan dunia lain.

Aku menikmatinya. Aku mencoba menikmati semuanya. Aku terus bermain. Tapi semua ada batasannya. Aku telah mengukuhkan prinsipku, tak peduli orang terdekatku setuju atau tidak, sependapat atau tidak, aku harus hidup sebagai diriku. Karna tak ada yang tau, apa saja yang telah aku lewati sampai saat ini, gejolak psikologis apa yang pernah aku pendam, dan seberapa banyak luka yang telah aku coba tutupi, tak kan pernah ada yang tau.


Sabtu, 12 Januari 2013

It's her!


Di situ sepertinya aku membencinya
Aku tak tau mengapa aku membencinya
Aku juga tak yakin dia sudah mati atau belum

Aku menaruhnya
Di makanannya, aku menaruh racun itu
Ketika dia berenang, dia tenggelam dan mati
Apa aku yang melakukannya?
Aku tak tau
Dan ketika aku melihat wajahnya
Itu dia!
Mengapa dia?
Aku benar-benar tak mengerti


Butiran Salju


Musim ketika butiran salju menari-nari selalu bertatapan
Meskipun bercampur dalam kerumunan orang, kita melihat langit yang sama
Kita seperti membeku ketika dihembuskan oleh angin

Aku mungkin tidak mengetahui semuanya tentangmu
Meski begitu, hatiku telah menemukanmu dari ratusan juta orang
Meski tak ada bukti, aku telah berpikir dengan serius (tentang itu)

Kita tidak mungkin hidup di saat yang sama tanpa satu pun pertengkaran
Jika kita tidak bisa menjadi jujur,
Kebahagiaan maupun kesedihan yang kita rasa hanyalah sia-sia

Jika butiran salju mengubur hati kita sampai memutih,
Akankah kita bisa membagi kesepian kita (berdua)?

Aku mendekatkan telingaku di hatimu
Aku ingin turun sampai aku tiba di hatimu yang terdalam, tempatku mendengar suara itu
Dan akan ku temui dirimu di sana sekali lagi

Meskipun kita ingin memahami satu sama lain,
Aku lah yang telah meraba permukaannya
Hanya dengan menggenggam erat tanganmu yang membeku,
Kita telah terhubung satu sama lain

Butiran salju sesungguhnya begitu rapuh
Meskipun di depan keabadian dia tetap menyelimuti aspal yang kasar itu

Butiran salju yang tak bersandar pada waktu pun menggoncangkan hati kita
Meski begitu, aku ingin tetap melindungi dirimu

Butiran salju mengubur hati kita sampai memutih
Membungkus kesepian kita (berdua) setelah menghilang di langit

Konayuki
Konayuki mau kisetsu wa itsumo surechigai
Hitogomi ni magiretemo onaji sora miteru no ni
Kaze ni fukarete nita youni kogoeru no ni

Boku wa kimi no subete nado shitte wa inai darou
Soredemo ichiokunin kara kimi o mitsuketa yo
Konkyo wa nai kedo honki de omotterunda

Sasai na iiaimo nakute onaji jikan o ikite nado ikenai
Sunao ni narenai nara yorokobi mo kanashimi mo munashii dake

Konayuki nee kokoro made shiroku somerareta nara
Futari no kodoku o wakeau koto ga dekita no kai

Boku wa kimi no kokoro ni mimi o oshiatete
Sono koe ga suru hou e sutto fukaku made
Orite yukitai soko de mou ichido aou

Wakariaitai nante
Uwabe o nadeteita no wa boku no hou
Kimi no kajikanda te mo nigirishimeru koto dake de
Tsunagatteta no ni

Konayuki nee eien no mae ni amari ni moroku
Zaratsuku ASUFARUTO (asphalt) no ue shimi ni natte yuku yo

Konayuki nee toki ni tayorinaku kokoro wa yureru
Soredemo boku wa kimi no koto mamori tsuzuketai

Konayuki nee kokoro made shiroku somerareta nara
Futari no kodoku o tsutsunde sora ni kaesu kara




By Remioromen


Jumat, 11 Januari 2013

Bintang

Mamah lahir di tanggal dan bulan ini beberapa tahun sebelumnya
Namun tak ada yang istimewa selain itu
Waktu dalam menjalani kehidupan semakin mundur
Semakin mendekati kemusnahan
Benarkah di hari semacam itu ada kebahagiaan tanpa perenungan semacam ini?
Nyatanya iya
Terima kasih kepada Tuhan karna telah menciptakan mamah dalam kehidupan ini
Karna jika tidak, aku tak kan ada
Dan jika mamah adalah yang lain, maka aku bukanlah Levi yang seperti sekarang
Aku mungkin Budi, Bayu, dsb

Malam ini aku melihat bintang
Aku hampir tak pernah melihatnya lagi
Mataku memang tak bisa melihat dalam kegelapan
Dan ini Jakarta
Melihat bintang adalah hal istimewa

Aku melihatnya malam ini
Ketika angin bertiup kencang seperti biasanya,
dua cahaya memerangkap pandanganku
Salah satu dari cahaya itu pergi
Yang satunya lagi tinggal dan berkedip-kedip
Aku terbatasi dalam melihat objek yang jauh
Karna itu aku fokuskan mataku ke cahaya itu untuk meyakinkanku bahwa ia tak bergerak dan berkedip-kedip
Dia bintang!

Aku terpesona pada cahayanya
Seperti tersedot oleh sebuah titik cahaya
Seperti aku akan terbang ke langit
Cahaya itu berkedip-kedip dan aku bisa melihatnya
Cerahkah langit malam ini?
Beruntungkah aku?

Aku tak tau apa-apa tentangmu
Warna kesukaan, makanan favorit, dsb,
aku tak tau apa-apa
Pun aku tak tau alasan dari semua yang ku rasakan
Dan memang tak ada alasan untuk apa yang tersimpan di hati
Tapi aku senang karna telah menemukanmu di antara miliaran orang di dunia ini
Karna tidak akan sama jika itu adalah orang lain selain kamu


Kamis, 10 Januari 2013

Ketertarikan


Tak seperti kemarin, hari ini hujan tidak terus seharian turun di sini
Tapi angin, terus bertiup kencang sekali
Matahari siang memancarkan sinar yang terik sekali,
tapi suhu terasa sejuk oleh tiupan angin yang mampu merobohkan jemuran orang di depan rumah
Rasanya seperti musim semi

Aku memandang tiupan angin siang itu,
hujan mulai turun deras dan tak terkontrol karna angin yang masih terus kencang sekali bertiup
Aku sempat bertanya, “tukang-tukang di depan itu, apa yang mereka akan lakukan jika hujan berangin tiba-tiba datang?”
Hanya itu cara mereka mendapatkan uang, kenapa harus berhenti?
Aku tersenyum memandang suasana hujan berangin ini,
padahal mungkin di luar banyak yang bermasalah dengan keadaan ini
Aku hanya merasa Jakarta sekarang menarik
Daripada setiap hari terik dan panasnya minta ampun,
suasana seperti ini aku lebih suka
Entahlah, apa yang Tuhan pikirkan tentang apa yang aku rasakan ini
Lagipula Tuhan lebih tau apa yang ada di hati dan pikiranku

Hari ini aku sedang berpikir tentang hal-hal yang membuat masing-masing orang tertarik
Adikku mungkin akan tertarik pada sesuatu yang menurutku sama sekali tidak menarik
Aku pun mungkin akan tertarik pada sesuatu yang tidak menarik baginya
Setiap orang tertarik pada sesuatu yang berbeda
Mengapa?

Temanku mengenali bahwa setiap saat aku makan dengannya,
apa yang aku pesan adalah lemon tea
Hampir selalu lemon tea
Kalau ditanya kenapa, aku tak bisa jawab dengan yakin
Hanya karna aku pernah baca komik Conan tentang pembunuhan yang melibatkan orang yang suka lemon tea,
aku jadi entah kenapa mulai penasaran dengan lemon tea
Dulu pernah ada permen rasa lemon tea dan minuman kemasan dengan rasa sama juga
Setelah kucoba, rasanya menarik menurutku
Sejak itulah aku entah kenapa selalu memesan lemon tea di restoran
Aneh sekali menurutku, tapi terus kulakukan
Alasan lainnya lagi, agar aku tidak lama memilih minuman
Karna jika tidak ada gambaran, sulit sekali bagiku menentukan pilihan
Karna itulah sekarang ini aku mencoba menemukan identitas dalam selera makanku
Aku akan cenderung pesan yang berbau teh jika lemon tea tak ada
Kalau jus aku lebih cenderung pilih Jeruk
Tentang makanan, aku akan lebih suka hamburger dan hotdog daripada nasi dan lauk
Aku tak suka nasi, dan sensitive dengan nasi sejak kecil, karna itu aku menghindari makan nasi di luar
Karna belum tentu nasinya bisa diterima lidahku
Nino suka hamburger, itu makanan favoritnya
Itulah kenapa aku semakin suka hamburger
Padahal aku lebih suka makanan Italia semacam spaghetti dan Pizza sebenarnya
Kalau makanan rumah, aku pilih semur daging khas betawi

Setiap orang tertarik dengan makanan yang berbeda
Hal-hal yang berbeda
Mengapa?

Tapi menurutku akan jauh lebih baik jika kita punya hal-hal yang membuat kita tertarik
Daripada tak tertarik pada apapun
Ketertarikan adalah identitas
Seperti ketika mengidolakan seseorang,
kita mencoba menemukan dan membentuk identitas kita dengan mengambil beberapa nilai-nilai yang kita dapat dari orang yang kita idolakan
Jauh lebih baik bagi kita jika punya hobi dan kecenderungan menyukai sesuatu
Daripada yang tak tau mesti mengerjakan apa di waktu kosongnya
Meskipun hobi itu adalah hobi yang mulai kita kerjakan hanya karna melihat orang lain mengerjakannya
Meskipun tidak benar-benar kita cintai
Menurutku jauh lebih baik jika kau punya setidaknya satu hobi

Lebih baik jika punya setidaknya satu mimpi yang benar-benar berusaha kita capai
Meskipun mimpinya terlihat menjauh
Apa yang tidak mungkin jika mungkin bagi Tuhan?
Setidaknya satu mimpi yang benar-benar ingin kita capai,
yang membuat kita hidup
Ya, mimpilah yang membuat kita hidup
Mencintai orang lainlah yang membuat hidup kita punya makna
Punya ketertarikan yang membuat hidup kita focus,
karna kita melihat jalan setapak di depan kita..

Tapi mengapakah ketertarikan kita berbeda?
Kenyataannya setiap orang tertarik pada hal-hal yang berbeda

Malam ini kami bingung apa yang harus diberikan untuk Kuro
Kehabisan makanan untuk Kuro
Aku menyadari dan melihat setiap hari,
meskipun mamah selalu bilang tidak suka Kuro (aku tau ini bercanda),
sebenarnya mamah sangat menyayangi Kuro
Karna sore sampai malam ini, mamah terus memikirkan Kuro yang belum makan
Ketika aku bertanya tentang sebuah foto kucing 3 dimensi yang ada di meja kerja kakakku,
“mah, itu apa?”
Mamah menjawab spontan “ikan”
Aku tau mamah jawab ikan karena pikirannya sedang dipenuhi ikan makanan Kuro
Ternyata Kuro sudah seperti anak sendiri
Kuro sudah benar-benar menjadi bagian keluarga ini
Selamat Kuro….
Kami sayang Kuro!!