Komitmen? Integritas? Apa itu?
Pada suatu hari aku bisa berbicara banyak tentang itu, bisa
kutantang orang-orang yang tidak memilikinya. Sekarang, aku benci konsep itu.
Aku benci bersinggungan dengan manusia. Sekarang, aku benci
mengamati manusia, tanpa alasan. Demi Tuhan, kalaupun ada, aku tak tau apa
alasannya. Aku benci mereka yang membutuhkan manusia. Aku benci mereka yang
senang bersosialisasi. Aku tidak paham omong kosong macam apa yang kalian
nikmati.
Aku kerasukan. Aku keracunan. Entah oleh apa. Setelah jatuh
cinta, kemudian aku menjadi pembenci, kemudian jatuh cinta lagi. Segala rasa
diangkat dan dijatuhkan. Mungkin aku menyadari, berkali-kali menyadari, ratusan
kali menyadari, bahwa apa yang kurasakan tidak nyata, semuanya tidak nyata,
pikiranku tidak nyata. Mungkin aku rindu, pada seseorang. Mungkin aku
kehilangan diriku sendiri. Mungkin aku takut jatuh cinta. Mungkin aku khawatir
akan berubah karena terlalu mencintai diriku yang lama. Demi Tuhan, aku tak
tau.
Sekarang yang ada di pikiranku adalah “seandainya”. Seandainya
aku bisa memecah diri seperti nobita bisa dengan alat doraemon. Dan membiarkan
diriku yang ini tidur saja di alam khayalnya. Seandainya aku bisa seberani itu,
berjalan dari satu sudut bumi ke sudut lainnya, sendirian. Seandainya aku bisa
pergi dari sini dan bersembunyi di dalam kebebasanku. Seandainya aku tidur dan
tak pernah bangun lagi.
Mungkin besok aku akan baik-baik saja, ketika ada orang yang
menekan tombol sandiwara, dan aku mulai “baik-baik saja”. Atau akankah semua
bisa berakhir ketika semuanya kulepaskan? Berat. Kenapa beratnya terasa sekali
di pundak?
Aku selalu berharap aku kehilangan akal, tapi aku takut.
Aku berharap aku kehilangan ingatan, tapi aku takut.
Aku berharap aku kehilangan kemampuan untuk merasakan
sesuatu.
Dunia di depan adalah kegelapan yang tak berujung. Sesekali aku
melihat bayangan yang melegakan haus, sesekali setitik cahaya yang masuk lewat
lubang kecil, ke dalam ruang kegelapan yang tak ada ujung.
Seandainya otak ini berhenti, apakah aku bisa menikmati
omong kosong ini, seperti mereka menikmatinya?
Aku ingin ada yang mendengarkan apa yang aku ucapkan,
membaca apa yang aku tulis, menghargai diriku seperti aku menghargainya. Aku tidak
butuh banyak teman, aku tidak butuh dunia, aku tidak butuh apa pun. Aku tidak
tau sesungguhnya apa yang kubutuhkan. Ke arah mana sinyal sos mesti kuarahkan?
Pada Dia, yang mereka sebut Tuhan….kah?