Aku merasa
tidak akan pernah dipahami, bahkan oleh diriku sendiri. Tidak satupun
keberadaan di dunia ini yang mengenal siapa aku. Di tengah kesibukan sekitarku
mempersiapkan syukuran hal yang paling memuakkan bagiku, aku dipaksa merestui
dan ikut berbahagia. Aku memaksa diriku berbahagia dan ikut menyongsong hari
yang dinantikan, tapi jauh di dalam sudut kepalaku ada rencana pelarian. Aku
akan lari, atau bahkan aku akan mati sebelum semuanya terlaksana. Aku ingin
mereka tau bahwa sesungguhnya aku benci apa yang membuat mereka bahagia. Apakah
aku harus pergi?
Mengapa aku
harus selalu bersandiwara? Mengapa kejujuran pahit yang keluar dari mulutku
tidak pernah mampu memberitaukan kebenaran? Aku heran. Mengapa aku selalu
menghindar dari pembunuhan atau penyelamatan yang bisa kulakukan oleh kata-kata
yang keluar dari mulutku? Setan berbisik di kepalaku, “mungkin karna kamu
adalah orang paling baik di dunia ini. Karena itulah kamu tidak pernah ingin
meninggikan atau menjatuhkan orang secara ekstrim”. Mungkin aku semakin
berkembang menjadi iblis yang sempurna.
Aku tidak
pernah mampu menyampaikan apa yang benar-benar kuinginkan. Hasilnya aku harus
selalu mengalami mimpi buruk setiap malam. Dan aku harus semakin berpura-pura
bahagia, ceria, dan baik-baik saja. Bahkan berpura-pura pada diriku sendiri,
mensugesti diriku sendiri agar merasakan apa yang harusnya kurasakan, sebelum
semuanya meledak, atau sebelum keberanian super benar-benar muncul untuk
membunuh diriku sendiri.
Pagi ini di
kepalaku muncul seseorang yang sudah lama mati, dia berbisik padaku, “Aku
tunggu kamu disini”.
Tidak, tak
kan kubiarkan diriku berharap pada apapun lagi kecuali Dia.
Dan kini, di
atas semua air mata dan malam-malam yang berlalu tanpa tidur, aku memutuskan,
aku akan terus menjadi aktris di atas panggung lawak ini, demi memenuhi tugas,
dan menuntut gajiku atas apa yang kukerjakan di akhir masa nanti.