Kamis, 28 Februari 2013

Idealis


Komentar untuk kelas filsafat yang baru, cerdas dan tajam
Jauh sekali dengan yang sebelumnya
Dosennya perfect, sama seperti dosen MPK agama kelasku dulu
Padahal masih muda ya
Mungkin inilah kelas yang benar-benar kuseriusi belajarnya di semester ini
Kekecewaan atas “bodohnya” dosen-dosen pengantar filsafat terobati
Setidaknya pasti ada yang pintar dari sekian yang “bodoh” itu
Tapi kalau masalah tugas-tugas, no comment!

Hari ini juga aku bertemu lagi untuk yang pertama kalinya di semester ini
Tiba-tiba aku malah jadi teringat seseorang
Pikiranku jadi memikirkan orang itu lagi
Aku tak tau saat itu aku merasa senang atau bagaimana,
lagipula itu tidak penting
Hari masih panjang dan padat, karena ini hari rabu..

Aku malah makin muak dengan kelas pemikiran Jepang hari rabu
Aku tak tahan sekali dengan doktrin nasionalisme yang kata sensei mestinya ditanamkan juga pada kita kalo mau maju seperti Jepang
Benar, aku setuju
Itu adalah hal yang membuat Jepang kuat secara berkelompok begitu
Tapi ketika berhadapan satu lawan satu, sendirian, individu Jepang,
apa yang bisa dia lakukan?
Jepang lemah ketika sendirian, kita juga tau itu
Buat apa maju dalam kesatuan Negara, tapi jiwa tertekan?
oh, my God, kalau ini tujuan belajar pemikiran Jepang,
aku mau kabur saja dari kelas rasanya

Sejak dari kelas pak Fristian, aku terus berpikir tentang seorang idealis
Apakah menjadi idealis benar-benar pilihan bodoh?
Idealis yang tidak realistis,
dan realis yang terlalu pragmatis
Aku terus mencari diriku sendiri
Aku ada dimana?
Dan apakah aku sebodoh itu
Sampai di mentoring hari ini aku bertanya tentang itu
Kesimpulannya, semua setuju kalau seorang idealis yang cuma berteori tanpa praktik memang bodoh
Dan tak ada gunanya menjadi idealis tanpa menjadi realis
Masalah yang kupikirkan adalah,
apa yang terjadi jika dunia telah membuat seorang idealis menjadi apatis?
Aku akhir-akhir ini berpikir,
“aku bukan hidup dari penilaian orang lain terhadapku, aku cukup hidup dari iman dan cintaku pada tuanku saja”
Itu adalah kata-kata bodoh
Aku muak dengan dunia ini, aku tak ingin bergantung pada dunia
Meski aku ingin mengubah dunia, dan banyak orang sudah menertawaiku,
kini aku, dengan lingkungan yang seperti sekarang malah menjadi apatis
Aku tak peduli apa yang akan terjadi pada dunia, yang penting aku melakukan hal yang kusukai
Bagaiamana aku ditarik-tarik oleh 2 kecenderungan yang jauh berbeda, aku tak tau
Tapi menjadi seorang idealis itu nyawa taruhannya
Aku telah bersumpah, akan melakukan apapun (meski dengan inipun aku dilecehkan) demi apa yang kuyakini
Tapi kekecewaan bertubi-tubi membuatku pragmatis
Hingga aku berhenti memikirkan semua itu
Datang dan pergi
Yang menjadi dilema bagiku..
Aku harus jadi yang mana?
Dan bagaimana caraku menuju ke tengah dari 2 kecenderungan itu?

Aku pernah berpikir akan menjadi pahlawan revolusi
Sumpah demi Tuhan, aku pernah berpikir lumayan serius tentang itu
Kalo ditimbang lagi, aku adalah perempuan
Dan masalah yang terberat adalah keluarga
Kalau saja aku sudah hidup sendiri mungkin tak masalah
Tak apa bagiku mati demi apa yang kuyakini benar
Hal ini terpaku kuat dalam hatiku
Lalu kekecewaan dan kebingungan-kebingungan semakin merubahku menjadi pragmatis
Aku tak peduli pada apapun kecuali yang berhubungan dengan yang kuyakini benar
Aku tak peduli orang salah atau benar, itu bukan urusanku
Individualis sekali!
Menjadi seorang pemimpin memang sulit dan perlu keberanian besar
Andai aku laki-laki, aku yakin aku sudah menuju ke arah situ
Tapi aku bukan laki-laki

Dan aku terus saja mencari,
siapa aku dan mau ke arah mana aku?



Tidak ada komentar:

Posting Komentar