Aku bukan orang yang gila kecantikan, yang setiap hari
menghabiskan waktu bermenit-menit memoles wajah, mendandani diri, berjam-jam
menghabiskan waktu dan uang di salon dan memilih-milih baju, sepatu, tas, dan
perhiasan yang menghabiskan uang itu. Kenalanku, orang Korea pernah bertanya
kenapa aku tidak berdandan, me make up wajah seperti pesolek lain. Well, tidak
perlu selevel pesolek, sekedar membuat wajah dan badan enak dilihat saja oleh
orang. Aku lupa jawaban macam apa yang aku berikan. Yang aku tau, keadaanku
sekarang tidak menuntutku untuk memoles wajah. Meskipun tanpa semua itu, aku
tidak kehilangan kemolekan wajah.
Kecantikan semacam itu kurasa berbeda dengan kebersihan dan
kepantasan. Bisa kukatakan aku gila kebersihan. Entah sejak kapan. Dan apakah
levelnya akan semakin meningkat, aku tak tau. Orang freak seperti itu akan
merasa gelisah dimana-mana. Harus membawa tissue, cairan pembersih kemana-mana.
Karena dunia ini bukanlah tempat bagi orang freak seperti itu, maka orang-orang
seperti itu harus berjuang keras beradaptasi dengan kawan-kawannya. Menahan diri
untuk tidak bilang apa-apa tentang kebiasaan buruk orang yang ada di depannya. Untuk
suatu saat meledak dan merasa jijik dengan apapun. Apapun.
Perasaan jijik semacam ini kurasakan sejak kecil. Aku tidak
pernah tau apa maksud perasaan jijik itu. Ketika tiba saatnya aku begitu
penasaran, kucari di internet, aku rasa aku mendapat sedikit cahaya atas
ketidaktahuanku sebelumnya. Katanya, orang yang merasa jijik dengan apapun
adalah tipe orang yang suka menghakimi, perfeksionis parah bisa dikatakan. Mereka
punya hal-hal yang ideal yang harusnya dilakukan dalam segala macam situasi. Tapi
dunia ini bukan tempat yang mudah bagi orang-orang semacam itu. Karena dikalahkan
oleh kasih sayang dan perbuatan baik, kecenderungan untuk menghakimi ditekan,
terus, dan terus, hingga akhirnya meledak, dan diri sendiri mulai membenci diri
sendiri yang merasa jijik dengan orang lain. Betul juga, analisa yang masuk
akal.
Pada banyak sekali situasi aku menekan perasaan tidak sukaku
pada banyak sekali hal, termasuk juga hal-hal kecil. Misalnya, ada orang minum
langsung dari botol di kulkas, botol air minum yang tidak pernah dicuci,
membuang sampah sembarangan, makanan tumpah atau air menetes yang tidak
dibersihkan, benda-benda miring yang tidak dibetulkan, tidak mencuci tangan
setelah menyentuh sesuatu yang kotor atau makanan, omongan-omongan yang tidak
masuk akal, dan sebagainya, banyak sekali. Pada sebagiannya aku bisa menahan
diri untuk diam tanpa mengomentari dengan sepatah kata pun, tapi pada sebagian
lainnya aku bisa menyindir dengan tajam. Atau pada saatnya nanti ketika aku
benar-benar sudah muak, aku bisa berkata tajam dan kasar sekali untuk mengekspresikan
kejijikan aku pada apapun yang sebelumnya kulihat. Bukan hanya terhadap orang
lain, aku juga jijik pada diriku sendiri ketika aku melakukan sesuatu yang
tidak seharusnya dilakukan. Membiarkan kamarku kotor, membiarkan lantai tidak
disapu berhari-hari, tapi lucunya aku bukan orang rajin yang mampu mengikuti
jadwal yang kususun sendiri. Ketika aku menyimpang dari semua itu, aku menabung
kejijikan pada diri sendiri. Kibishii.
Kecenderungan freak ini entah untung atau tidak untung,
diimbangi dengan kecenderungan besar untuk berbuat baik pada orang. Kecenderungan
itu adalah kecenderungan untuk memuaskan orang lain. Jika aku memelihara seekor
kucing maka kucing itu harus merasa nyaman, dia harus mendapat kehidupan yang
ideal, entah itu kehidupan yang manja atau kehidupan yang menuntut dia untuk
menjadi kucing yang tangguh, hal semacam itu. Jika seseorang mendapat waktuku,
mendapat kesempatan untuk memuntahkan masalahnya di depanku, maka aku harus
memberikan feedback yang sebaik-baiknya. Aku sadar dengan yang kulakukan ini. Karena
kesadaranku terhadap perbuatan baikku inilah, sebaliknya, aku bisa menjadi
penjahat yang licik.
Selama ini aku menekan ketidaksukaanku pada orang-orang
merokok yang ada di sekitarku, orang-orang berisik di sekitarku, orang-orang
jorok di sekitarku, termasuk orang-orang dekatku sendiri. Aku menabung tekad
kuat untuk keluar dari keadaan semacam ini, untuk tinggal di tempat dimana
segalanya bisa ada dalam pengaturanku. Setidaknya tempat yang lebih baik dari
ini. Dan yang mengerikannya adalah aku berpikir bahwa hubungan, entah itu
hubungan darah, hubungan pertemanan, solidaritas, komitmen pernikahan, semuanya
adalah penjara. Semuanya akan selalu menahan kita dari kebebasan mengatur diri
kita sendiri. Yang harus diterima adalah: di dunia fana ini, kita memang harus
hidup dalam penjara. Karena penjara-penjara ini membuat kita semakin tangguh. Lihat,
skillku untuk berdamai dengan orang lain semakin meningkat. Keinginan untuk
berbuat baik semakin besar. Tapi aku sepenuhnya sadar dengan kecenderunganku. Aku
benci dan jijik dengan segalanya, termasuk terhadap diriku sendiri yang tidak
bisa melakukan segala sesuatu dengan sempurna.