Selasa, 15 Agustus 2023

Bingung

Bagaimana sebaiknya menjadi perempuan?

Rasanya sepanjang usiaku di bumi, aku cuma disibukkan dengan pikiran “bagaimana seharusnya aku hidup”. Pertanyaan yang tidak pernah selesai. Yang seiring usiaku akhirnya aku sadar bahwa persoalan itu pun merupakan bahasan filsafat etika yang tidak pernah benar-benar sampai pada kesimpulan.

Kalau dulu aku hanya sibuk bertanya bagaimana seharusnya aku hidup, sekarang, karna aku sudah menjadi istri dari seseorang, kebingunganku berkutat pada bagaimana seharusnya aku menjadi seorang perempuan.

Aku tiba di dua persimpangan, yang satu adalah mempertahankan ego dan jati diriku tidak diusik orang lain, yang kedua adalah mati-matian mempertahankan pernikahan sambil terus meleburkan elemen kuat di dalam diriku demi seorang laki-laki. Aku memilih yang kedua. Karna pahalanya jelas lebih besar, katanya begitu. Perempuan cerdas adalah perempuan yang berusaha mati-matian mempertahankan pernikahan selama pernikahan itu tidak membawa kepada kekufuran kepada Tuhan. Oh tentu saja aku ingin menjadi versi terbaik diriku, Tuhan. Aku ingin Tuhan melihatku dan terkesan dengan yang kulakukan. Lagipula aku mendapatkan orang yang benar-benar kucintai, belajar mencintai dengan berdarah-darah. Yang tadinya kukira mencintai seseorang hanya persoalan bagaimana sabar dan kuatnya kita menahan rindu, tapi lebih dari itu, bagaimana kuatnya kita menghadapi kekurangannya yang bagaikan monster atau bahkan yang dapat menghancurkan kepribadian kita.

Kemarin aku bilang begini pada Tuhan, “Tuhan, apakah hatiku sudah sepekat itu atau kepalaku sudah setolol itu, sampai sampai sekarang ini aku selalu kebingungan menerka maksudMu.”

Apa yang Dia inginkan? Apakah Dia ingin meruntuhkan jiwa pemberontak di dalam diriku menjadi sepenuhnya pasrah? Pada apa? padaNyakah? Atau pada seorang lelakikah? Pada cintakah? Aku kebingungan. Kebingungan yang lebih parah dari yang sebelum-sebelumnya, kebingungan perihal apa yang harus kulakukan menghadapi apa yang ada di depanku. Dia mengatakan padaku bahwa aku kebingungan, dan lalu tanpa jelas apa yang kurasakan dan apa yang memantik sensitivitas dalam diriku, aku tersinggung dan marah, membela diriku bahwa aku tau apa yang kulakukan, bahwa aku tidak kebingungan. Jelas-jelas aku bingung. Aku ini kenapa, Tuhan? Apa aku sudah tidak waras? Apakah saking tidak warasnya, aku menganggap orang lain tidak waras?

Lalu setiap kali monster itu muncul di hadapanku, melukai ego dan jati diriku, aku membela diri dengan mengaku kebingungan. Hingga bahkan tidak ada yang mampu kuucapkan selain kata bingung, tolol sekali. Aku bahkan jijik dengan kemampuanku bertingkah setolol ini. Aku bahkan heran padanya yang masih bisa mencintai orang setolol aku. Aku malu pada diriku sendiri.

Tapi ketika aku sudah terlalu sibuk menjaga energiku tetap seimbang untuk melebur menurunkan egoku demi seorang lelaki, entah kenapa aku merasa lelah sekali. Seakan-akan aku berada di atas panggung teater yang tidak pernah selesai. Aku terpancing menjadi diriku sendiri lagi. Aku rindu sekali menjadi aku. Toh, aku yang kurindukan bukanlah aku yang jahat. Tidak apa-apa menjadi aku yang baik asalkan tidak merugikan orang. Kenapa aku tidak bisa? Karna penyakit kronisnya yang tidak pernah secara signifikan berubah, aku merasa berputar di tempat yang sama. Aku berpikir aku harus menjadi lebih kuat, aku harus mampu mengimbangi, aku tidak ingin menjadi setoksik orang-orang yang pernah melukaiku. Aku ingin mencintai dengan menerima, melindungi, mengayomi, memaafkan. Apakah aku senaif itu? Apakah aku meniadakan sifat adil dan tegas yang sebenarnya juga cara mencintai Tuhan kepada makhlukNya? Aku bingung. Apakah sampai mati aku akan sebingung ini, Tuhan?

Aku ingin sampai pada ketenangan yang dirasakan mereka yang sudah pasrah pada takdirMu dan ridho pada semuanya. Di jalan mana aku bisa sampai pada ketenangan semacam itu? Apakah aku tidak sepenuhnya membuka hatiku agar cahaya petunjuk datang? Atau apakah dosaku sudah sebegitu pekat hingga cahaya pun semakin susah menembus?

Lalu, sekarang, apakah hal pertama yang harus kulakukan adalah meninggalkan segala macam dosa? Lalu setelah itu menunggu petunjuk dariMu untuk menjadi tenang, dan setelah itu menjadi perempuan bak malaikat pun tinggal menunggu waktu?

Aku bingung mendeskripsikan sebingung apa aku.