“Hidup dalam status alamiah adalah kesepian, miskin, kejam,
tidak berperikemanusiaan, dan bersifat sementara.”
Jika manusia dilepas tanpa kontrak apapun satu sama lain,
tidak ada yang menjamin diri kita sendiri tidak akan dibunuh atau dirugikan oleh
orang lain. Manusia mempunyai ukuran yang pasti dalam persamaan yang buta, kata
Hobbes dalam Leviathannya. Manusia mempunyai kekuatan dan cara berpikir yang
pada dasarnya sama. Manusia mempunyai persamaan dalam ketidakamanan. Setiap orang
atau kelompok mempunyai kemungkinan yang sama untuk saling membunuh, tanpa
pemerintahan yang berdaulat atau kontrak sosial.
Manusia hidup saling bersaing. Kita hidup untuk memenuhi
kebutuhan pribadi kita, sedangkan sumber daya memiliki keterbatasan. Jika di
depan orang-orang yang kelaparan diletakkan satu potong roti, mereka akan bersaing untuk mendapatkannya. Tanpa
peraturan, manusia akan saling membunuh demi memperebutkan sesuatu.
Manusia juga ingin dihormati. Perbedaan dalam kemampuan
status sosial membuat orang yang “tinggi” menganggap tidak apa-apa baginya
untuk merendahkan orang yang memang rendah. Di dalam status alamiahnya, tidak akan
kedamaian dan keamanan bagi manusia. Karna itulah demi kedamaian dan keamanan,
manusia perlu memberi kedaulatan pada sekelompok orang atau seseorang untu
mengatur mereka.
Intinya,
Peraturan dibuat dengan tujuan yang bisa diterima. Saya mempunyai
alasan untuk patuh pada peraturan, untuk mengikuti cara mayoritas manusia
melakukan sesuatu, demi kedamaian. Seperti yang Nino lakukan. Tapi mungkin saja
Nino, kita bisa mengambil alih jabatan sebagai pemegang kekuasaan dan mengatur
kehidupan manusia sesuai yang benar-benar kita inginkan. Bisakah peraturan
tidak memihak pada apapun? Sedangkan para pembuatnya adalah orang-orang
tertentu. Bagi seorang idealis seperti Plato, tentu bisa.
Apapun itu, Samejima Reiji adalah Levi yang lain. Saya merasa
terpanggil.