Seekor kucing menyebrang jalan di depan mataku. Aku terpaku
melihatnya, mengikuti ke arah mana kucing itu berlari, bersiap-siap melakukan
sesuatu untuk menghindari terjadinya hal buruk. Kucing itu menghampiri seorang
ibu tua di seberang jalan. Satu ekor kucing mengikutinya juga, berusaha
menyebrang jalan, jalan besar. Ibu itu kemudian menggendong kucing yang
berhasil menyebrang separuh jalan itu sambil tangan yang satunya sibuk memegang
belanjaan daging dan sayur. Motor-motor yang melaju sempat memperlambat lajunya
untuk memberi kesempatan kepada ibu dan kedua ekor kucing itu. Aku masih
terpaku.
Ketika ibu dan kucing itu sampai di depanku (di titik awal
kucing itu menyebrang), ibu itu berkata pada kucing itu, “jangan
nyebrang-nyebrang ke situ”. Oh, kemudian aku mulai sadar, itu Bu Untung! Seorang
ibu yang tinggal di gang belakang
rumahku, yang kucingnya banyak sekali. Sepertinya dua ekor kucing itu
melihatnya di seberang jalan, kemudian tidak sabar ingin menghampirinya karena
ia membawa daging.
Di depan gang, lebih dari lima ekor kucing berhamburan
menyambut Bu Untung. Ia berjalan menuju rumahnya sambil diiringi oleh
kucing-kucing itu. Aku berusaha menghalau kucing-kucing dari jalan raya, agar
tidak ada yang menyebrang lagi. Sambil berjalan lambat di belakang Bu Untung
dan para kucing, aku tersenyum tanpa henti. Pemandangan yang nikmat sekali
dilihat. Bu Untung berjalan lambat-lambat karena dikelilingi kucing. Tiba-tiba
perasaanku naik sekali, bahagia sekali. Setelah mereka sampai di rumahnya, aku
meneruskan perjalanan menuju rumahku sambil tersenyum tanpa henti.
Hal seperti inilah yang kurindukan. Saat-saat ketika aku
menjadi saksi atas perbuatan orang-orang baik di atas muka bumi, ketika aku
dalam perjalanan. Sama dengan perjalanan kehidupan, di setiap titiknya kita
akan menjadi saksi orang-orang baik, mengikuti jejak mereka, menjadi saksi
kezaliman kemudian berusaha meluruskan. Hal seperti inilah yang seharusnya
menjadi kenikmatan perjalanan para perantau.