Ada banyak hal yang tidak perlu kita ketahui di luar sana. Akhir-akhir
ini itu lagi yang kupikirkan.
Ignorance is bliss, katanya. Itu adalah kutipan orang
pengecut. Aku setuju bahwa dalam banyak hal lebih baik kebenaran atau kenyataan
tersimpan saja rapat-rapat tanpa harus kita buka. Jika teman dekat kita yang
hubungannya baik-baik saja dengan kita ternyata punya pandangan buruk tentang
kita yang dia bicarakan dengan orang lain, apakah kita perlu tau? Lalu setelah
kita tau, apakah kita akan bisa mempertahankan hubungan seperti biasa, atau
apakah kita akan menjauhi dia? Canggung sekali jadinya mungkin.
Siapa yang tidak membicarakan kekurangan orang di belakang
orang itu? Aku pikir hampir semua orang melakukan itu. Kalaupun beberapa dari
manusia tidak melakukan hal itu, di kepalanya pasti ada beberapa pikiran buruk
tentang orang lain. Manusia bukan malaikat. Orang yang memperlakukan manusia
lain seperti manusia itu benar-benar tidak punya kekurangan, seakan-akan
titisan malaikat, berarti tidak memperlakukannya secara manusiawi. Kekurangan manusialah
justru yang membuat manusia punya kecenderungan untuk menghamba karena
menganggap bahwa dirinya penuh kekurangan. Jika makhluk berakal seperti manusia
tidak punya kekurangan, manusia pasti jatuh ke dalam kesombongan. Kecuali dia
tidak berakal seperti layaknya manusia, tetapi malah seperti malaikat yang
tidak diberikan akal seperti manusia.
Sekali lagi, siapa yang tidak mempunyai pikiran buruk
tentang temannya sendiri? Manusia itu rentan terluka. Lukanya akan membuatnya
membangun sebuah sistem pertahanan. Salah satunya adalah menganggap orang lain
sebagai penyebab kesakitannya. Jika tidak begitu, manusia akan tenggelam
mengutuki dirinya sendiri. Itu sebelum takdir Tuhan ikhlas diterimanya. Kita semua
menyimpan pikiran buruk tentang orang lain, entah kita timbun pikiran itu
(berusaha kita enyahkan) atau membiarkannya apa adanya di situ. Kita semua
pernah terpeleset jatuh. Kalau tidak, Tuhan tak akan memerintahkan kita untuk
membaca dan belajar.
Permasalahannya adalah apakah kita perlu mengetahui semua
pikiran orang tentang kita? Ketika kita berdiri di depan mereka, apakah kita
perlu menyadari bahwa mereka menganggap kita ini dan itu? Pikiran-pikiran itu
akan membawa manusia menjadi tidak berdaya dan menghalanginya berdiri dengan
percaya diri. Kenapa manusia seperti itu? Kita mungkin memang diciptakan dengan
sistem pertahanan seperti itu karena kita membutuhkannya. Tapi itulah kenapa
manusia tidak diberikan kepekaan berlebihan dalam membaca air muka orang lain. Jika
iya, bayangkan saja.
Karena itu kita tidak perlu tau. Kita perlu menganggap itu
semua tidak ada. Itu semua tidak ada, karena mereka selalu tersenyum di depan
kita, mengatakan hal-hal baik. Mengapa kita perlu mengada-ada atau membayangkan
sesuatu yang tidak ada buktinya? Sama seperti agnostik yang tidak perduli
apakah Tuhan itu ada atau tidak, karena tidak ada bukti bahwa Tuhan itu ada. Memang
bukan berarti Tuhan tidak ada, tapi mengapa perlu mengada-adakan sesuatu yang
memang tidak ada buktinya?
Dalam hal lain, dalam hal kebenaran lain, apakah kita perlu
membuka semuanya? Beberapa memang perlu sekali kita buka. Tapi banyak hal telah
mengajarkan kita bahwa tidak semuanya perlu. Tidak semua kenyataan perlu kita
buka, perlu kita ungkap. Kita lebih perlu mempertahankan emosi positif kita
agar aktivitas kita sehari-hari berjalan normal. Karena sekali kita tau
kenyataan yang tidak menyenangkan, seterusnya kita akan terbebani oleh pikiran
dan perasaan yang mendapatkan dampak dari itu. Manusia memang seperti itu. Manusia
bukan makhluk super, yang bisa begitu saja mengenyahkan pikiran buruk. Kita perlu
pendorong untuk tetap berpikir baik. Bagi kita yang percaya Tuhan, Tuhanlah
pendorongnya, janji-janji Tuhanlah pendorong kita.
Ignorance is bliss mungkin memang pernyataan yang harus kita
setujui. Kenyataannya memang begitu. Mereka yang tidak tau, bisa hidup
senang-senang saja. Sedangkan mereka yang tau, terutama kenyataan tidak
menyenangkan, akan membawa pengetahuan itu dalam setiap langkahnya, dipengaruhi
oleh pengetahuan itu, sadar ataupun tidak. Mereka yang tau tentang neraka, akan
dipengaruhi oleh pikiran itu sepanjang perjalanannya, begitu pula mereka yang
tau keberadaan surga. Mereka yang yakin pada keberadaan Tuhan pun akan
dipengaruhi oleh pengetahuan itu sepanjang hidupnya. Mungkin dengan alasan itu
jugalah Tuhan mengharuskan setiap manusia mengetahui keberadaanNya (bukan hanya
agar Ia disembah). Mereka yang yakin akan keberadaan Tuhan berhati-hati dalam
setiap langkahnya, karena mereka tau Tuhan menyaksikan. Mereka yang tidak
yakin, mungkin punya alasan moral lain dalam berhati-hati, yang pastinya lebih
punya kekurangan dibandingkan alasan keyakinan pada Tuhan.
Jadi, apakah kita perlu tau? Ada beberapa hal yang memang
perlu kita tau, karena alasan-alasan praktis tertentu. Tapi beberapa hal lain
tidak perlu kita tau. Mengapa kita memilih melewati batas itu? Batas yang
secara alamiah sudah dipetakan untuk kita dalam rangkaian blue print di dalam
setiap sel kita. Mengapa kita menyimpang? Mengapa kita memilih jalan lain? Petualangan
spiritual, petualangan intelektual, mungkin merupakan alasan-alasan yang canggih
sekali di telinga, alasan-alasan yang dalam beberapa sudut pandang bagus
sekali. Seandainya kita agak super, seandainya kita pintar, kuat. Seandainya kita
punya cara untuk mengambil alih sistem dalam tubuh kita, atau rela menghayati
semua dampak yang dihasilkan dari pengetahuan, berpetualang untuk mencaritau
segala sesuatu bukan ide buruk kedengarannya.
Sekali lagi, ‘seandainya’ dan ‘jika’.
(Pengetahuan adalah beban yang kita bawa sepanjang perjalanan. Beban ini bisa menjadi bekal bagi kita, bisa pula kita bagikan bagi mereka yang kekurangan. Namun beberapa perbekalan bukanlah barang-barang yang berguna di perjalanan, hanya memberatkan. Mengapa mesti kita bawa? Karena jika kita kuat, jika kita memang melatih diri menjadi kuat. Memang tidak ada salahnya.)
(Pengetahuan adalah beban yang kita bawa sepanjang perjalanan. Beban ini bisa menjadi bekal bagi kita, bisa pula kita bagikan bagi mereka yang kekurangan. Namun beberapa perbekalan bukanlah barang-barang yang berguna di perjalanan, hanya memberatkan. Mengapa mesti kita bawa? Karena jika kita kuat, jika kita memang melatih diri menjadi kuat. Memang tidak ada salahnya.)