Kamis, 04 April 2019

"aku lama menantimu"

Dan pada pagi kering yang menapasi badai pasir,
kau datang dengan sayap.
Membawakan lentera dari Sang Kekasih,
dan sebuah buku petunjuk catatan perjalanan yang kau tulis ulang.
Di atas permukaan pasir ini kau terbang dengan sayapmu yang gagah,
menyapu pasir menjauh,
memberikan tempat bagimu menapak.
Sekilas peristiwa kedatanganmu menyadarkanku,
pada penantian.
Dan pada kedalaman hati aku mengenalmu,
dibisikkannya pada seluruh nadi "aku lama menantimu".

Jumat, 15 Maret 2019

LUKA

“ya sabar..”, katanya. 
Tapi ini tentang luka di jantung yang sudah sembuh kemudian dihajar lagi di tempat yang sama. Bukan hanya bagian yang dihajar jadi babak belur, luka yang sudah sembuh disana jadi terbuka lagi, jadi semakin lebar karena ternyata itu luka belum pernah sepenuhnya sembuh. Kemudian korban dituduh melebih lebihkan ekspresi kesakitan, tidak mau memaafkan si penghajar. Tapi ini bukanlah masalah maaf memaafkan, ini masalah bagaimana caranya luka itu bisa sembuh lagi.

Saya tidak mengerti bagaimana seseorang yang mengaku menyayangi orang lain bisa hidup tenang dan bahagia setelah menusukkan pedang ke jantung salah satu orang terdekatnya. Saya pernah membunuh orang lain dalam dua kondisi. Satu, saya sengaja melakukan itu dan tidak merasa bersalah karna orang itu masuk ke kamar saya tanpa izin atau orang itu memang pernah mengacungkan pedang ke arah saya. Dua, saya mencari cara bunuh diri setengah mati setelah saya menyadari bahwa orang terdekat saya sekarat karena pedang saya.

Mungkin itulah alasan mengapa malam kemarin saya memimpikan Nino. Di dalam mimpi, Nino saya peluk seerat mungkin, seakan saya tidak mau kehilangan dia atau melihat dia terluka. Seperti takut kehilangan boneka kesayangan, saya memeluknya kemanapun saya pergi.




Rabu, 20 Februari 2019

"tuhan sudah mati"


“tuhan sudah mati”. Dengan bodohnya aku berusaha menanamkan pikiran itu di kepalaku, dan melanjutkan hidupku tanpa dia ada lagi di kepalaku. Tapi dia telah mendarah daging. Seperti kanker yang menyebar dan membunuh sistem perlindungan diri tubuh dari makhluk asing. Mungkin aku akan segera mati jika tak kulawan semua ini.

Setidaknya aku akan berjalan dengan langkah normal, membawa sel-sel kanker yang telah menyebar, yang telah menjadi kebencian. Tanpa kesadaran, aku akan dibawanya menjadi monster berbahaya.

Seandainya aku akan segera menjadi monster, akan kubunuh diriku sendiri. Sebelum itu akan kulawan sel-sel kanker yang dipenuhi kebencian ini, agar kutemukan lagi perasaanku yang sebenarnya yang telah ditutupi oleh sel-sel itu.

tugas


Aku merasa tidak akan pernah dipahami, bahkan oleh diriku sendiri. Tidak satupun keberadaan di dunia ini yang mengenal siapa aku. Di tengah kesibukan sekitarku mempersiapkan syukuran hal yang paling memuakkan bagiku, aku dipaksa merestui dan ikut berbahagia. Aku memaksa diriku berbahagia dan ikut menyongsong hari yang dinantikan, tapi jauh di dalam sudut kepalaku ada rencana pelarian. Aku akan lari, atau bahkan aku akan mati sebelum semuanya terlaksana. Aku ingin mereka tau bahwa sesungguhnya aku benci apa yang membuat mereka bahagia. Apakah aku harus pergi?

Mengapa aku harus selalu bersandiwara? Mengapa kejujuran pahit yang keluar dari mulutku tidak pernah mampu memberitaukan kebenaran? Aku heran. Mengapa aku selalu menghindar dari pembunuhan atau penyelamatan yang bisa kulakukan oleh kata-kata yang keluar dari mulutku? Setan berbisik di kepalaku, “mungkin karna kamu adalah orang paling baik di dunia ini. Karena itulah kamu tidak pernah ingin meninggikan atau menjatuhkan orang secara ekstrim”. Mungkin aku semakin berkembang menjadi iblis yang sempurna.

Aku tidak pernah mampu menyampaikan apa yang benar-benar kuinginkan. Hasilnya aku harus selalu mengalami mimpi buruk setiap malam. Dan aku harus semakin berpura-pura bahagia, ceria, dan baik-baik saja. Bahkan berpura-pura pada diriku sendiri, mensugesti diriku sendiri agar merasakan apa yang harusnya kurasakan, sebelum semuanya meledak, atau sebelum keberanian super benar-benar muncul untuk membunuh diriku sendiri.

Pagi ini di kepalaku muncul seseorang yang sudah lama mati, dia berbisik padaku, “Aku tunggu kamu disini”.

Tidak, tak kan kubiarkan diriku berharap pada apapun lagi kecuali Dia.

Dan kini, di atas semua air mata dan malam-malam yang berlalu tanpa tidur, aku memutuskan, aku akan terus menjadi aktris di atas panggung lawak ini, demi memenuhi tugas, dan menuntut gajiku atas apa yang kukerjakan di akhir masa nanti.