Cobalah ingat, apa yang telah aku lakukan di masa lalu dan
apa yang aku masih lakukan sampai saat ini. Adakah aku tak mampu melihat gajah,
meski dia di depan mataku sendiri?
Oh, aku tak bisa bertahan. Seseorang tak akan bertahan jika
dia tak dihargai sebagai dirinya. Agar aku mampu hidup di tengah sosial ini,
haruskah aku melupakan diriku? Namun jika aku tak lagi menghargai diriku, siapa
lagi yang akan menerimaku sebagaimana adanya?
Tiba-tiba aku merasa betul-betul direndahkan ketika dia
mengatakan hal semacam itu. Sejak itu, aku berkata pada diriku sendiri, “aku
tak bisa percaya pada siapapun lagi. Tidak siapa pun”.
Sudah lama aku ingin hidup sendiri, hahaha apakah mungkin?
Akhir-akhir ini aku selalu berkata “jangan pergi”. mamah dan kuro, hanya merekalah yang aku
miliki saat ini, itulah kenapa aku tak lagi berpikir ingin hidup sendiri
setidaknya saat ini. Kalaupun iya, aku ingin pergi ke belahan dunia lain,
Negara lain dengan mereka. Aku akan bekerja dan mulai kehidupan baru. Karna
mereka masih ada, aku tak ingin meninggalkan mereka.
Aku tak benar-benar menikmati hidup seperti ini, berkelompok
dan harus mengikut peraturan kelompok dan sebagainya. Jika aku dibebaskan, jika
hidup disini sudah sepraktis di Jepang, dan aku bisa tinggal sendirian
melakukan apa pun yang ku inginkan, aku penasaran akan seperti apa rasanya.
Karna itulah yang sedang kuidamkan di tengah kejenuhan sosial ini. Tapi aku
menyadari jelas bahwa semua bayang keindahan yang saat ini kuidamkan, hanyalah
fatamorgana. Ketika segalanya kuraih, toh aku akan jenuh juga. Hidup adalah
logam tak berharga yang dilumuri kuning supaya terlihat seperti emas dari
kejauhan.
Dengan apa yang aku lakukan saat ini, aku hanya ingin ada
yang setidaknya tau, meski aku tak pernah bicara, meski aku tak bisa jujur.
Hanya satu hal yang benar-benar ingin sekali kulakukan saat
ini, menyampaikan apa yang dirasakan manusia secara psikologis, sisanya ingin
kujalani saja step by step sampai aku menemukan sesuatu yang benar-benar
berasal dari Tuhan.
Saat ini aku hanya merasa aku tak dihargai sebagai aku. Aku
tak dipercayai sebagai aku. Hidup di lingkungan yang eksklusif membuatku
terbentuk dengan sendirinya. Tapi ketika aku mulai melihat ke dalam diriku, aku
tersiksa sendiri. Oh, aku tak mengerti siapa sebenarnya aku? Siapkah aku
terlepas sepenuhnya? Karna aku ingin melakukan hanya apa yang ingin aku
lakukan. Karna akulah yang bertanggung jawab atas kebahagiaanku. Maka
hentikanlah bicara kalian, aku tak mengerti mengapa kalian terus bicara seperti
itu? Aku merasa telah datang dari belahan dunia lain.
Aku menikmatinya. Aku mencoba menikmati semuanya. Aku terus
bermain. Tapi semua ada batasannya. Aku telah mengukuhkan prinsipku, tak peduli
orang terdekatku setuju atau tidak, sependapat atau tidak, aku harus hidup
sebagai diriku. Karna tak ada yang tau, apa saja yang telah aku lewati sampai
saat ini, gejolak psikologis apa yang pernah aku pendam, dan seberapa banyak
luka yang telah aku coba tutupi, tak kan pernah ada yang tau.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar