Sabtu, 30 April 2016

Tomodachi ga nakanaka inai Nino

Arashi no Shukudai-kun. Akhir-akhir ini aku menghabiskan waktu menonton mereka di sana. Aku suka acara semacam itu. Aku suka Ogura-san, aku suka semua anggota Arashi, aku suka staff C no Arashi sampai Shukudai-kun. Aku suka orang-orang bodoh, yeay!

Dan di sebuah episod, Nino..
Nino tertangkap basah.

Seorang yang mengaku peramal datang dan "membaca" Nino. Dan sialnya, dia berhasil Nino, dia berhasil.



Nggak! Nino punya satu, namanya Aiba, satu-satunya temen yang Nino punya


Reaksi yang bagus Nino, meskipun keliatan kalo Nino ga peduli punya banyak temen itu perlu atau nggak. Aku? Aku nggak peduli.


Nah, ARIGATOU GOZAIMASU!


 Basa-basi Nino. You don't really care about it.




kan, ketawanlah. gimana rasanya? "ga tau mesti ngomong apa"
oh, aku paham!



Dan Jun!


oke, selesai. Nino is interesting, said Jun. Nino is smart, complex, and.....cooooold!
gimana nih, Nino semakin menarik!


Jumat, 15 April 2016

Imajinasi!

Aku berusaha. Hari ini aku berusaha untuk bisa tersenyum dan berkomunikasi dengan orang lain. Tapi sesuatu seperti itu tidak ada artinya jika kuberitaukan bahwa aku sedang berpura-pura tersenyum. Dan pada akhirnya aku selalu gagal. Saat ini aku sedang berusaha memikirkan apa yang terjadi pada diriku.


Sejak awal mengajar, aku menulis semua hal yang tidak boleh dilakukan. Tapi pada akhirnya aku kalah dengan toleransi. Karna apa? Karna Nino. Orang itu adalah orang yang sering mengalah pada situasi. Kenapa aku ingin berusaha jadi orang seperti itu? Sebenarnya aku berusaha tidak memikirkan apa yang harus dan tidak harus dilakukan dan berpikir secara pragmatis. Aku dapat uang untuk mengajarkan hal yang tidak diketahui tentang hal tertentu. Berarti aku tidak harus bertindak di luar itu, misalnya mengajarkan kejujuran, etika, sopan santun, dsb. Aku berhasil, dalam waktu yang cukup panjang, dan aku layak dapat pujian dari diriku sendiri.

Namun ketika aku sedang merasa terganggu, ketika aku merasa toleransiku sedang tidak bisa dipakai, semua hal yang menurutku salah, semua hal yang tidak kusukai tidak lagi bisa kutoleransi. Misalnya, ada yang mengatakan hal tak masuk akal, ada yang sedang mencoba bercanda, ada yang malas, ada yang salah bicara, semuanya langsung kuserang. Sejak dulu, ya, sejak dulu aku adalah orang yang tak bisa menoleransi sesuatu. Kini aku berubah, ada mode on off di situ.

Aku lelah, lelah menjadi keras dan tegas karna butuh energi untuk berdebat dengan orang lain. Dan lagi kenapa aku harus melakukan sesuatu untuk orang lain? Sejak aku berpikir seperti itu dan sejak aku mengenal Nino, aku berubah menjadi orang yang mencoba bersikap lunak. Sekarang aku sadar, sejak Sakurai Sho terkenal karna dedikasinya pada prinsip hidupnya yang tegas, aku merasa, ada sesuatu yang dibangunkan lagi di dalam diriku, tercampur dengan egoisme dan pragmatism.

Hari ini entah apakah aku perlu memuji diriku sendiri atau tidak, aku mengatakan hal-hal yang sudah ada lama di pikiranku terhadap beberapa orang. Aku tidak seberani dan setegas Sakurai Sho, tapi aku telah memilih hal yang benar, mengorbankan kenyamanan yang selama ini kupertahankan. Kenapa aku menahan banyak kata-kataku? Karna jika keluar, maka kenyamanan dan ketenangan yang selama ini kurasakan akan menghilang. Tapi Sakurai Sho tidak begitu. Dia berpikir keras apakah dia harus memilih ketegasannya atau bertindak sesuai situasi. Dan dia adalah tipe orang yang kuhormati. Dia adalah orang ‘kuat’ yang tak bisa kusamai.

Aku sering bertanya pada diriku sendiri, sepertinyakah aku punya hobi menghancurkan apa yang sudah kubangun? Apakah aku membenci kenyamanan? Atau apakah aku terlahir dengan sifat yang keras, yang kerasnya benar-benarnya sulit diubah? Sebesar apapun usahaku untuk menjadi orang seperti Nino atau siapa pun, di dalam catatan DNA ku tertulis sifat-sifat tertentu yang akan aktif jika diperlukan. Apakah aku harus menerima menjadi diriku sendiri? Siapa diriku sendiri?

Apapun itu akhir-akhir ini ‘diriku’ sedang berantakan. Susunan yang kucoba bangun dengan rapi, rusak, berantakan. Aku berusaha, berusaha untuk bisa bersikap normal, aku mencoba bersandiwara, tapi ketika sendirian aku berbisik pada diriku sendiri, “sialan!”. Beberapa sifat yang coba kukubur dan sebagai gantinya kuaktifkan sifat yang lain, hidup kembali, bergabung, dan kadang bertabrakan dengan sifat yang sebelumnya telah mengganti yang sudah terkubur. Aku mungkin kelihatan aneh di depan mereka. Kemarin aku seperti tidak perduli apa pun dan membolehkan hampir apa pun, tapi hari ini aku menendang mereka. Aku lega sekaligus bertambah frustasi. Aku benar-benar sedang rusak.

Dia bilang, aku tidak bisa membedakan benci dan afeksi, mendengarnya kepalaku rasanya berputar. Tiba-tiba aku berpikir, “aku benci orang baik”. Ya, orang-orang semacam itu adalah peneror. Aku perrnah diteror oleh orang semacam itu. Tapi kata-kataku membuatku terlihat sebagai orang paling buruk di dunia. Aku benci itu. Orang-orang yang tetap bersikap baik padaku meskipun aku menamparnya adalah orang paling menakutkan. Mereka membuatku merasa sebagai iblis di dunia. Itulah kenapa aku benci orang seperti itu.

Aku benar-benar tidak tau apakah aku harus berlari ke arah kanan atau ke arah kiri? Ternyata aku belum juga tau bagaimana aku harus menghadapi orang lain dan menjalani kehidupan semacam apa. Karna benar, orang lain adalah neraka. Meskipun terkadang aku suka pada mereka.

Aku pasti terlihat seperti tidak waras, 5 menit sebelumnya aku bergurau dan tertawa dengan orang lain, tapi sekarang aku tidak bisa tersenyum dan merasa terganggu dengan sapaan mereka. Aku bingung, aku terlalu bingung dengan yang kurasakan. Seperti ada A yang sudah tertidur lama, dan B yang menggantikan posisi A untuk beberapa waktu. Dan hari ini, juga hari-hari sebelumnya A bangun, tapi B belum tertidur sempurna ketika A bangun. Hasilnya mereka berdua berebut untuk mengambil kontrol terhadap diriku.

Seperti aku harus memprogram ulang kepalaku. Karna lihatlah! Betapa menakutkan kekuatan imajinasi.

Kamis, 14 April 2016

Perencana

Akhirnya setelah berhari-hari dilanda perasaan frustasi yang susah dikontrol, aku menyadari sesuatu.

Kemarin aku membaca-baca secara acak buku tentang introvert. Alasannya, aku benar-benar ingin mengontrol perasaan tidak nyaman yang akhir-akhir ini aku rasakan. Aku sempat mengutuki Sigmund Freud yang menurut informasi dari buku itu adalah orang pertama yang memberikan konotasi negatif pada istilah introversi. Aku masih ingat bagaimana aku merasa kecewa dan marah pada teman-teman di jurusan Psikologi dulu 5 tahun yang lalu, tentang bagaimana secara negatif mereka membicarakan introversi.

Apa yang kudapat? Hampir tidak ada. Apakah itu membuat perasaanku jadi lebih baik? Kadang-kadang setelah mandi, mendengarkan musik tertentu atau mengajar privat, aku merasa moodku jauh membaik. Tapi kemudian ketika satu hal kecil mengganggu, itu cukup membuatku melanjutkan mood burukku yang sebelumnya. Apakah suasana rumah yang sedang berantakan dan ramai penyebabnya? Dan apakah aku perlu menunggu sepi? Menunggu lagi.

Apa yang kusadari adalah betapa aku benci rencanaku berantakan. Yah meskipun aku bukan tipe pelari cepat yang hampir tak butuh istirahat. Aku butuh banyak istirahat, dan lariku lambat. Tapi aku adalah perencana. Aku pemimpi dan perencana. Ketika rencanaku bertabrakan dengan rencana orang lain yang melibatkan diriku, maka rencanaku berantakan. Dan ketika itu terjadi tanpa sadar aku gelisah dan tak tau bagaimana cara meluapkan kegelisahanku itu. Pada akhirnya semuanya kubanting.

Kenapa aku tak bisa memperkirakan terjadinya tabrakan itu? Karna aku terlalu merasa percaya bahwa aku bisa menanganinya. Aku mencoba untuk ‘hadapi apa yang ada di depan’. Tapi ternyata buatku itu butuh energi berton-ton.

Aku ingin melatih diri. Aku ingin hidup praktis. Aku ingin beradaptasi di lingkungan dimana aku perlu mengambil manfaat darinya.

Kemarin aku menonton Nino lagi. Seorang peramal bilang tentang Nino, “kamu tidak punya banyak teman, karna kamu orang yang dingin. Kamu tipe yang merasa puas sama diri kamu sendiri”, dan reaksi Nino. Nino is something, really.


Senin, 11 April 2016

Peka

what the hell
akhir-akhir ini situasi terasa seperti neraka
perasaan peka yang terlalu berlebihan
stimulus yang terlalu banyak
ya!
kucing-kucing kutendang
aku bahkan heran kenapa aku yang harus selalu memberi mereka makan?
omongan sekitar yang tidak difilter dulu
well, aku yang terlalu peka
hingga pagi ini, omongan seseorang memancing kekesalan yang semakin bertambah
aku sadar satu hal,
aku harus kenal, betapa aku perlu istirahat yang sering dari bersentuhan dengan manusia


Minggu, 10 April 2016

TAKOYAKI!



Takoyaki

Hari ini hari takoyaki lagi

Sekarang aku menabung keyakinan bahwa…

Takoyaki!

Adalah seperti hamburger bagi Nino

Setiap hari makan takoyaki pun tidak masalah

Bahkan aku akhir-akhir ini berpikir..

“aku akan beli alat pembuat takoyaki”

TAKOYAKI Daisuki!!


Sabtu, 09 April 2016

Menunggu



Ada yang kutunggu
Kesunyian
Aku menunggunya
Dampaknya adalah kegelisahan
Tidak terkontrol
Entah pada apa mesti dilampiaskan
Tidak ada ketenangan, hampir tidak ada
Rencana-rencana yang kususun tertunda hampir semua
Aku yang bilang tak akan menggantungkan apapun pada suatu hal atau orang lain ini,
Menunggu bising pergi
Setelah itu, datang bising yang lain
Tak akan tepat waktu
Yang harus dilakukan adalah berjuang dalam kebisingan
Berjuang untuk tetap berkonsentrasi
Meski energi sudah benar-benar habis
Meski aku sudah terlalu lelah menyerap kebisingan


Kamis, 07 April 2016

Determined Self


Seorang sepupuku mengajakku menulis. Well, sebenarnya sudah banyak yang menyuruhku menulis sesuatu. Tapi aku tidak tau apa yang mesti kutulis. Karna kejadian itu, aku berpikir lagi. Dan aku menyadari bahwa ketika aku menulis aku menjadi diriku sendiri. Karena itulah aku mulai menulis lagi setelah beberapa lama asyik menikmati tulisan orang lain. Meski begitu aku masih terus berpikir apakah menulis benar-benar sesuatu yang perlu kulakukan. Apapun, aku memutuskan untuk memberi nyawa lagi pada tempat ini. Aku merasa Levi kembali lagi!

Kemarin seorang teman mengatakan sesuatu yang sangat kutakutkan. Ada beberapa hal di dunia ini yang kenyataannya sulit kuterima. Salah satunya adalah membohongi diriku sendiri. Nino bilang kita bisa membohongi orang lain tapi kita tidak bisa membohongi diri sendiri. Lagi pula “membohongi diri sendiri” adalah kalimat yang tidak masuk akal. Lucu sekali. Kemungkinannya ada dua, dia salah atau dia benar. Tapi sekeras apapun aku berpikir, jawabannya tidak muncul.

Aku sering sekali berteriak manusia tidak akan pernah bisa memahami satu sama lain, dan aku percaya itu, sampai kapan pun aku percaya. Tapi ada sesuatu yang harus kita lakukan untuk membuat hidup ini lebih mudah dijalani sesulit apapun perjalanannya. Dan itu adalah merubah cara berpikir kita. Itu lucu. Darimana pikiran ini diadakan? Bagaimana aku terdiri dari aku aku lainnya? Bagaimana aku bisa terdiri lebih dari satu? Apapun, tidak ada salahnya mencoba. Dan sepertinya aku lumayan berhasil.

Aku telah belajar sedikit cara agar hidup ini lebih mudah dijalani bahkan oleh orang sepertiku. Dan Nino adalah salah satu pengaruh terbesarnya. Benar, salah satu.

Dengar, jika aku berpikir bahwa aku melakukan A karna B, atau motivasiku melakukan A adalah B, itu artinya aku telah memilih untuk menutup kemungkinan lain. Tapi otak manusia terlalu rumit untuk dijelaskan semacam itu. Ada alasan yang mungkin lebih kompleks dari itu yang menjelaskan kenapa manusia memilih untuk melakukan sesuatu. Aku tau itu. Tapi aku memilih untuk mengontrol pikiranku, bukannya membiarkan diriku dikontrol olehku (lihat bagaimana aku terdiri dari banyak elemen!). tapi yang terjadi adalah lebih kompleks daripada itu. Bukankah dua elemen diriku itu saling mempengaruhi? Aku tak tau dengan teori apa hal itu bisa dijelaskan, tapi itu benar, kita tidak akan bisa lari dari pengaruh diri kita sendiri.

Dan alasan mengapa dia berpikir seperti itu salah satunya adalah aku. Aku telah membuatnya berpikir seperti itu. Bukan hanya aku, tapi juga orang lain dan kejadian-kejadian lain, tapi akulah yang membuatnya yakin. Dan mengapa aku membuatnya berpikir seperti itu? Itu karna hal itu membuatku merasa lebih baik. Kebebasan membuatku merasa lebih baik. Dan tanpa benar-benar kusadari selama ini aku telah melakukan sesuatu untuk membuat diriku bebas. Salah satu yang paling kontroversial adalah melakukan pemberontakan atas sesuatu, itu telah membantuku merasa bebas. Dan itulah yang menjelaskan mengapa sosok Sartre menarik di mataku. Kebebasan adalah melakukan apapun tanpa pengaruh orang lain.

Nino dan orang-orang lain macam Rumi, Umar atau pun Tuan Muhammad saw yang agung telah mempengaruhiku atas izin dariku. Tapi hal yang paling mengagetkanku di antara semuanya adalah tanpa sadar aku telah melakukan apapun demi membebaskan diri. Sekarang usaha untuk membebaskan diri telah mendarah daging. Aku perlu usaha untuk menyadari itu. Itu telah berkembang menjadi ketakutan lain. Bahwa sekarang diriku menuntunku menuju kebebasan yang kupikirkan, tanpa kusadari, dan tanpa kuizinkan terlebih dulu. Seakan Tuhan sedang mengatakan padaku, “kau tak punya kekuatan untuk mengusahakan apapun melawan kehendakku”. Aku merinding. Ketika aku sibuk dengan diri sendiri, Tuhan sedang mengamatiku, memberi ujian demi ujian, tanpa henti.

Sekarang, apapun tak penting lagi. Sekeras apapun usahaku menuju suatu tempat, Tuhan membantuku tanpa kuminta. Tanpa aku mengetahui dulu apakah itu baik untukku atau tidak. Bahkan jika aku berpikir ingin menuju neraka, Tuhan akan membantuku tanpa kusadari. Aku tak tau apa-apa kecuali aku sedang menuju kebebasan dengan tersandung-sandung. Pertanyaan terpentingnya adalah bagaimana akan kugunakan kebebasan itu?

Ada satu hal lagi yang kusadari, aku selalu menulis ketika aku ingin menjadi diri sendiri. Itulah kenapa aku tidak bisa menulis fiksi. Menulis sesuatu untuk orang lain tidak memberikanku kepuasan. Aku menulis tidak untuk membuat orang lain memahami maksudku. Aku menulis untuk diriku sendiri. Menulis adalah waktu pribadiku, dan saat dimana aku menjadi diriku sendiri.