Aku berusaha. Hari ini aku berusaha untuk bisa tersenyum dan
berkomunikasi dengan orang lain. Tapi sesuatu seperti itu tidak ada artinya
jika kuberitaukan bahwa aku sedang berpura-pura tersenyum. Dan pada akhirnya
aku selalu gagal. Saat ini aku sedang berusaha memikirkan apa yang terjadi pada
diriku.
Sejak awal mengajar, aku menulis semua hal yang tidak boleh
dilakukan. Tapi pada akhirnya aku kalah dengan toleransi. Karna apa? Karna
Nino. Orang itu adalah orang yang sering mengalah pada situasi. Kenapa aku
ingin berusaha jadi orang seperti itu? Sebenarnya aku berusaha tidak memikirkan
apa yang harus dan tidak harus dilakukan dan berpikir secara pragmatis. Aku
dapat uang untuk mengajarkan hal yang tidak diketahui tentang hal tertentu.
Berarti aku tidak harus bertindak di luar itu, misalnya mengajarkan kejujuran,
etika, sopan santun, dsb. Aku berhasil, dalam waktu yang cukup panjang, dan aku
layak dapat pujian dari diriku sendiri.
Namun ketika aku sedang merasa terganggu, ketika aku merasa
toleransiku sedang tidak bisa dipakai, semua hal yang menurutku salah, semua
hal yang tidak kusukai tidak lagi bisa kutoleransi. Misalnya, ada yang
mengatakan hal tak masuk akal, ada yang sedang mencoba bercanda, ada yang
malas, ada yang salah bicara, semuanya langsung kuserang. Sejak dulu, ya, sejak
dulu aku adalah orang yang tak bisa menoleransi sesuatu. Kini aku berubah, ada
mode on off di situ.
Aku lelah, lelah menjadi keras dan tegas karna butuh energi
untuk berdebat dengan orang lain. Dan lagi kenapa aku harus melakukan sesuatu
untuk orang lain? Sejak aku berpikir seperti itu dan sejak aku mengenal Nino,
aku berubah menjadi orang yang mencoba bersikap lunak. Sekarang aku sadar,
sejak Sakurai Sho terkenal karna dedikasinya pada prinsip hidupnya yang tegas,
aku merasa, ada sesuatu yang dibangunkan lagi di dalam diriku, tercampur dengan
egoisme dan pragmatism.
Hari ini entah apakah aku perlu memuji diriku sendiri atau
tidak, aku mengatakan hal-hal yang sudah ada lama di pikiranku terhadap
beberapa orang. Aku tidak seberani dan setegas Sakurai Sho, tapi aku telah memilih
hal yang benar, mengorbankan kenyamanan yang selama ini kupertahankan. Kenapa
aku menahan banyak kata-kataku? Karna jika keluar, maka kenyamanan dan
ketenangan yang selama ini kurasakan akan menghilang. Tapi Sakurai Sho tidak
begitu. Dia berpikir keras apakah dia harus memilih ketegasannya atau bertindak
sesuai situasi. Dan dia adalah tipe orang yang kuhormati. Dia adalah orang
‘kuat’ yang tak bisa kusamai.
Aku sering bertanya pada diriku sendiri, sepertinyakah aku
punya hobi menghancurkan apa yang sudah kubangun? Apakah aku membenci
kenyamanan? Atau apakah aku terlahir dengan sifat yang keras, yang kerasnya
benar-benarnya sulit diubah? Sebesar apapun usahaku untuk menjadi orang seperti
Nino atau siapa pun, di dalam catatan DNA ku tertulis sifat-sifat tertentu yang
akan aktif jika diperlukan. Apakah aku harus menerima menjadi diriku sendiri?
Siapa diriku sendiri?
Apapun itu akhir-akhir ini ‘diriku’ sedang berantakan.
Susunan yang kucoba bangun dengan rapi, rusak, berantakan. Aku berusaha,
berusaha untuk bisa bersikap normal, aku mencoba bersandiwara, tapi ketika
sendirian aku berbisik pada diriku sendiri, “sialan!”. Beberapa sifat yang coba
kukubur dan sebagai gantinya kuaktifkan sifat yang lain, hidup kembali,
bergabung, dan kadang bertabrakan dengan sifat yang sebelumnya telah mengganti
yang sudah terkubur. Aku mungkin kelihatan aneh di depan mereka. Kemarin aku
seperti tidak perduli apa pun dan membolehkan hampir apa pun, tapi hari ini aku
menendang mereka. Aku lega sekaligus bertambah frustasi. Aku benar-benar sedang
rusak.
Dia bilang, aku tidak bisa membedakan benci dan afeksi,
mendengarnya kepalaku rasanya berputar. Tiba-tiba aku berpikir, “aku benci
orang baik”. Ya, orang-orang semacam itu adalah peneror. Aku perrnah diteror
oleh orang semacam itu. Tapi kata-kataku membuatku terlihat sebagai orang
paling buruk di dunia. Aku benci itu. Orang-orang yang tetap bersikap baik
padaku meskipun aku menamparnya adalah orang paling menakutkan. Mereka
membuatku merasa sebagai iblis di dunia. Itulah kenapa aku benci orang seperti
itu.
Aku benar-benar tidak tau apakah aku harus berlari ke arah
kanan atau ke arah kiri? Ternyata aku belum juga tau bagaimana aku harus menghadapi
orang lain dan menjalani kehidupan semacam apa. Karna benar, orang lain adalah
neraka. Meskipun terkadang aku suka pada mereka.
Aku pasti terlihat seperti tidak waras, 5 menit sebelumnya
aku bergurau dan tertawa dengan orang lain, tapi sekarang aku tidak bisa
tersenyum dan merasa terganggu dengan sapaan mereka. Aku bingung, aku terlalu
bingung dengan yang kurasakan. Seperti ada A yang sudah tertidur lama, dan B
yang menggantikan posisi A untuk beberapa waktu. Dan hari ini, juga hari-hari
sebelumnya A bangun, tapi B belum tertidur sempurna ketika A bangun. Hasilnya
mereka berdua berebut untuk mengambil kontrol terhadap diriku.
Seperti aku harus memprogram ulang kepalaku. Karna lihatlah!
Betapa menakutkan kekuatan imajinasi.