"untuk
ayah tercinta... Aku ingin bertemu... Walau hanya dalam
mimpi........"
Seorang
pengamen menyanyikan baris lirik di atas dgn penuh penghayatan di sebuah
kopaja, dan tanpa sadar air mata jatuh dari mataku yg sudah sangat perih dan
merah karna polusi Jakarta yg semakin parah. Ya, baris lirik itu begitu
menyentuh hatiku yg sudah begitu jenuh dengan cerita ini dan sudah lelah
memainkan sandiwara.
Baris
lirik itu mengguncang hatiku yg penuh dengan segala hitam dan putih. Pula yg
sedang resah dengan segala pikiran tentang "dia" yg tak mampu
kupalingkan. Sakit sekali, ngilu rasanya. Setiap kali jenuh dan kecewa muncul,
ngilu rasanya ketika sadar bahwa seorang ayah yg hebat sudah tidak ada lagi di
sisi.
Pernah
aku berjanji di malam pertamanya meninggal dunia, bahwa aku akan membuatnya
bangga. Bukan dengan pencapaian prestasi atau segala macam tetek bengek dunia
yg "bullshit", melainkan membuatnya bangga melihat akhlak baikku dan
kesadaran ketuhananku serta kecerdasan spiritual yg tinggi. Aku berjanji akan
meneruskan jejak dakwah dengan caraku. Aku ingin sepertinya yg begitu penyabar,
dermawan, menjaga lisan agar tidak menyakiti orang, menjadi pembawa orang yg jauh
kembali dekat pada asalnya.
Tetapi, sebaliknyalah yg terjadi. Aku membuatnya malu di depan Tuhan. Dosa dan cinta dunia membuat imanku merosot tajam.
Tetapi, sebaliknyalah yg terjadi. Aku membuatnya malu di depan Tuhan. Dosa dan cinta dunia membuat imanku merosot tajam.
Air
mata ini jatuh di sebuah kopaja jurusan pasar minggu-cipulir ketika sekeliling
berhiruk pikuk bersama kota metropolitan, sibuk dengan berbagai tugas beban
menumpuk, sembari menikmati bising klakson para sopir yg mengerutkan wajah
marah-marah lalu membahayakan kami dengan melanggar peraturan dan
kebut-kebutan, juga tak kalah polusi dari setiap mesin bermotor entah dari
sepeda motor atau mobil-mobil berkilau memanjakan kami..
Aku termenung sembari menahan rasa ngilu di hati dan berusaha menahan air mata karna ego "harga diri" yg kuagung-agungkan. Padahal air mata ini justru melegakan ngilu yg muncul bertubi-tubi.
Aku termenung sembari menahan rasa ngilu di hati dan berusaha menahan air mata karna ego "harga diri" yg kuagung-agungkan. Padahal air mata ini justru melegakan ngilu yg muncul bertubi-tubi.
"Maaf..."
Hanya kata itu yg mampu kuulang-ulang menimpali senandung lagu yg dialunkan si pengamen. Dan pula berpuluh kalimat dan kata yg kutujukan bagi diriku, kata-kata hinaan, menyalahkan diriku, hingga sejenak aku "down" dan tersadar, "apa gunanya aku disini?"
Aku jatuh. Dan kemana akan kucari iman yg telah tertiup angin kencang? Ke puncak gunungkah ianya terhempas? Ke dasar samudra? Terbakar api?
Entah.. Yg pasti, aku kini terjebak di suatu lubang dalam di sela perjalananku yg penuh aral melintang.
Hanya kata itu yg mampu kuulang-ulang menimpali senandung lagu yg dialunkan si pengamen. Dan pula berpuluh kalimat dan kata yg kutujukan bagi diriku, kata-kata hinaan, menyalahkan diriku, hingga sejenak aku "down" dan tersadar, "apa gunanya aku disini?"
Aku jatuh. Dan kemana akan kucari iman yg telah tertiup angin kencang? Ke puncak gunungkah ianya terhempas? Ke dasar samudra? Terbakar api?
Entah.. Yg pasti, aku kini terjebak di suatu lubang dalam di sela perjalananku yg penuh aral melintang.
"hidup
di ibukota lebih tajam dari sayatan silet ini.." kata seorang pemuda yg minta
uang setelah mempertontonkan adegan menyayat tangannya dengan silet di sebuah
kopaja yg kutumpangi di sore hari.
Benar,
darinya aku sadar bahwa aku dibesarkan di ibukota ini. Berkembang dengan
mewarisi budaya hedonis dan konsumtif masyarakat ibukota. Hidup dikelilingi
banyak manusia yg sibuk dgn urusannya hingga kepedulian makin menipis. Kerasnya
ibukota membesarkanku seperti ini. Rasa muak pun muncul dari sini, melengkapi
sisi kecintaanku pada dunia.
Dan..
Lelah..
Aku tidak tau kapan tiba masanya detakan terakhir jantungku akan tercatat. Resah? Jelas. Tapi bisa apa? Rasanya setiap hari ingin melihat "mereka" meski harus menempuh berjam-jam perjalanan penuh kestresan. Tak peduli. Karna aku tak tau kapan Tuhan memisahkanku dari mereka.
Lelah..
Aku tidak tau kapan tiba masanya detakan terakhir jantungku akan tercatat. Resah? Jelas. Tapi bisa apa? Rasanya setiap hari ingin melihat "mereka" meski harus menempuh berjam-jam perjalanan penuh kestresan. Tak peduli. Karna aku tak tau kapan Tuhan memisahkanku dari mereka.
Aku
lelah bersandiwara di panggung dunia ini. Krisis makna dsb menggoncangku.
Seperti apakah hidup yg bermakna itu? Entah... Aku bahkan tidak tau apa-apa
tentang diriku yg terlalu tidak jelas.
Tuhan,
aku letih...
Jenuh
dengan cerita ini. Andai boleh memilih, aku ingin berhenti. Namun, suara-suara
"itu" memaksaku terus berjalan meski dengan satu kaki. Menjalani
segala hukum sosial yg memuakkan, budaya yg tak kumengerti, dan segala hal tak
nyaman lainnya. Ingin muntah dan semakin sakit. Seperti dibawa oleh pikiran-pikiran
yg terlatih kecewa, aku terus muak. Ingin menjadi batu di dalam kali yg diam
memandangi langit luas tak berbatas tanpa harus meninggi angkuh. Tersunyi di
kedalaman kali, tanpa harus melihat mereka mati karna keangkuhan petinggi
alam.
Pendosa
ini tertawa di atas penderitaan dan dosa-dosanya. Dengan segala topeng
kemunafikan, membawa dirinya terus berjalan menyimpan rasa tak nyaman. Seperti
bumi yg mengelilingi matahari, ingin ku berpadu dengan hukum alam. Tapi sinar
ini membuat terus gelisah.
Maaf, diri ini "berpikir" melemahkan kekuatan yg sesungguhnya ada. Terus membohongi dirinya sendiri. Membunuh dengan segala keangkuhan. Hidup dalam mimpi yg terbawa angin menuju gua yg gelap.
Maaf, diri ini "berpikir" melemahkan kekuatan yg sesungguhnya ada. Terus membohongi dirinya sendiri. Membunuh dengan segala keangkuhan. Hidup dalam mimpi yg terbawa angin menuju gua yg gelap.
Dan..
Seandainya malam tak pernah habis dan bumi tak berotasi. Aku ingin terus tidur sambil memandangi langit, sembari menikmati mimpi tentangmu, bapak......
Seandainya malam tak pernah habis dan bumi tak berotasi. Aku ingin terus tidur sambil memandangi langit, sembari menikmati mimpi tentangmu, bapak......
levi?
BalasHapus^_^
Iya, saya Levi
BalasHapus