Kamis, 01 September 2011

Satu

Lebih dari sejuta kekhawatiran memenuhi pikiranku. Kekhawatiran yang tak mampu kutuliskan menjadi kalimat-kalimat yang mampu kau pahami.

Aku iri padamu, ketika kau mampu bertahan, memyembuhkan diri, menutupi diri dari segala luka dan beban dengan sempurna. Aku sudah berpikir bahwa aku mampu, tapi nyatanya aku tidak mampu. Aku terkejut bahwa ternyata aku serapuh ini, apa yang sebenarnya telah terjadi dalam diriku.
Berjuta-juta kali aku salah, dan berani melakukannya. Kini aku sungguh sadar, setidaknya satu pintu pemahamanku sedikit terbuka, bahwa aku diterjang oleh dosa-dosaku dan aku tak mampu melawan mereka.

Aku bertanya padaMu, bagaimana lagi aku harus bertahan? Haruskah aku diam saja sehingga tak ada satu pun jiwa lagi yang ku sakiti serta agar aku mampu bertahan tanpa menambah luka lagi. Aku membawa semuanya ke dalam neraka. Nerakaku sudah dimulai semenjak di sini.

Air mataku hampir kering. Hatiku telah tertutup dosa. Aku hampir tak mampu lagi merendahkan diri di hadapMu dengan segala keangkuhan yang merajaiku, akulah yang paling hina di sini. Dosa-dosa telah menjadi ringan, ada apa dengan nuraniku?
Aku bukanlah aktris professional yang mampu tersenyum sempurna di atas semua luka. Aku bertanya, bagaimanakah caranya?
Sungguh, air mataku hampir kering, hatiku hampir hitam pekat dan keras membatu. Kau, bawalah aku padaMu, bagaimana lagi aku harus bertahan?
Luka-luka ini memaksa keluar di tengah kesepian, aku hampir mati. Bagaimana aku bisa selemah ini?
Dunia ini begitu membosankan, kawan. Kau lihat? Aku merindukan dunia yang sempurna, mungkinkah ada? Ya, aku si pemimpi yang hidup dalam khayalanku yang sering lari dari jalan ketika merasa sangat rindu dengan kesendirian.

Aku tak bisa bertahan ketika aku rindu pada sepi. Tapi ketika sepi memaki-makiku hingga lukaku bangkit, dengan siapa lagi aku harus bertahan?

Aku ingin semua cepat selesai. Cepatlah selesai dan selesailah dengan baik. Aku letih, aku benar-benar letih. Tak ada yang mempercayaiku selain Kau di sini. Izinkanlah aku membenci semua hal ini.

Aku sering bermimpi dan meminta ketika aku kecil, agar aku mati di usia belasan. Sebuah kematian yang keren, bagiku. Ya, bagiku yang dipenuhi pikiran-pikiran sempit.

Aku sering ingin menjadi penyembuh dan penolong bagi mereka yang butuh pertolongan dan penyembuhan, tapi sesungguhnya akulah yang butuh disembuhkan dan ditolong. Karna aku sakit.

Pengakuanku telah rusak, basi, kadaluarsa. Janjiku seperti orang munafik. Aku bukanlah orang yang hebat, aku hanya seorang pecundang yang menenggelamkan diri di lautan darah.

Ribuan orang telah kuseret menuju lautan darah, aku dorong jatuh mereka. Mereka yang menusukku dengan pisau tumpul, aku tendang mereka jatuh ke lautan darah yang dalam. Aku kubur semua rasa kemanusiaanku dalam-dalam dan melakukan dosa dengan membohongi hatiku.

Aku tenggelamkan pula diriku ke lautan itu dengan fisik yang babak belur tak mampu dikenali. Inilah aku yang terlalu banyak berkhayal dan tenggelam dalam perasaan takut yang tak mampu dijelaskan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar