Aku tertarik pada sifatku yang sama sekali bukan penyabar.
Aku pernah berapa kali mengatakan aku tak suka anak kecil. Itu adalah salah
satu pernyataanku yang tak masuk akal dan penuh emosional. Tapi aku benar-benar
tak suka anak kecil, dan itu serius. Tapi aku dengan penuh keyakinan meyakini,
aku akan sangat menyukai anak yang nanti akan menjadi anakku. Iya, benar-benar
pernyataan yang tak masuk akal! Dan aku biasanya membenci pernyataan yang tak
bisa dijelaskan dengan masuk akal. Ternyata untuk beberapa hal, atau mungkin
untuk banyak hal, kita meyakini sesuatu secara emosional.
Banyak sekali hal yang kubenci. Dan pikirkan, bagaimana
seseorang bisa bertahan dikelilingi hal-hal yang dibencinya. Aku tak habis
pikir, bagaimana aku bisa bertahan. Karna segala rasa diangkat dan dijatuhkan,
ya itu jawabannya. Tapi setiap kali rasa benci datang aku jadi terlalu tegang
untuk bersikap normal. Meski tak ingin kupertunjukkan, terkadang, itu tetap
terlihat! Dan berapa kali kukatakan, aku bukanlah orang yang pandai menyembunyikan
emosiku.
Hari ini segala rencana terabaikan. Entahlah, waktu menjadi
sangat pendek. Dan aku merenungi, jika aku hanya terpaku pada pendeknya waktu,
aku tak kan pernah berjalan. Jika aku hanya sibuk bertanya siapa aku, aku tak
akan pernah mengukir sejarah yang berarti. Dengan ini, aku hanya bisa berjalan
mengukir sejarahku sambil ketakutan, khawatir, dan sambil membenci segala
cerita masa lalu yang terbangkitkan. “manusia dikutuk untuk bebas”. Banyak
konsep filsafat yang sudah kubaca, banyak pula tokoh-tokoh filsafat yang pernah
“mampir” di pikiranku. Tapi eksistensialisme Sartre lama sekali bertahan di
kepalaku, bahkan membuat yang pernah mampir lainnya tidak lagi bisa
kumunculkan.
Sartre meniadakan Tuhan. Kitalah yang berwewenang mengukir
pilihan hidup kita, dan kitalah yang bertanggung jawab atas baik buruknya yang
kita pilih. Sartre pintar, sekaligus bodoh. Dan aku yang sering menyebut
namanya, bukanlah seorang atheis. Aku hanyalah seorang hamba yang meyakini
kebebasannya. Ya, aku bebas atas apapun kecuali atas tuannya.
Seorang hamba hanyalah mengenal perintah tuannya, bukan
perintah yang lain. Dan inilah tauhid yang kuyakini. Jika seorang hamba
berjalan dalam perjalanannya mengemban tugas dari sang tuan, dalam
perjalanannya dia bebas melakukan apapun yang tidak dilarang tuannya. Ya,
apapun yang tuannya tidak larang. Jika tuannya melarang membunuh, maka dia tak
akan membunuh. Tapi jika ada seseorang yang berani memerintahkan sang hamba,
sebuah perintah yang tak ada gunanya buat sang hamba dan tak juga mengandung
kebaikan yang kentara demi dunia yang tuan bebankan kepemimpinannya pada si
hamba, adalah kebebasannya untuk memberontak, pun kebebasannya pula untuk
mematuhi. Dan begitulah aku memperbaiki konsep eksistensialisme Sartre!
Dan terasa cepat berlalu
Dan kita menginginkannya bergulir cepat
Dan menginginkannya terasa lama
Manusia, aku tak memahamimu..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar