Rabu, 28 September 2011

Itsumo Ganbatte yo!

“Apa yang ada jarang disyukuri,
apa yang tiada sering dirisaukan…
nikmat yang dikecap baru kan terasa bila hilang.
apa yang diburu, timbul rasa jemu bila sudah di dalam genggaman..

Dunia ibarat air laut,
diminum hanya menambah haus.
nafsu bagaikan fatamorgana di padang pasir.
panas yang membara disangka air.
dunia dan nafsu bagai bayang-bayang,
dilihat ada, ditangkap hilang.

Tuhan, leraikanlah dunia yang mendiang di dalam hatiku.
kerana di situ tidak ku mampu menumpuk dua cinta..
Hanya cintamu ku harap tumbuh, dibajai bangkai dunia yang ku buru”

Lirik yang sangat bermakna dari sebuah grup nasyid Malaysia ini begitu melekat di kepalaku. aku mengulang-ulang baitnya setiap ku di perjalanan…

Jangan terlalu percaya dengan apa yang ku katakan, karna aku sendiri tidak tau siapa diriku. Tapi ketika sampai pada teori “kau adalah apa yang kau pikirkan tentangmu”,….. Aku mengerti, Tuhan hanya mengilhamkan sifat-sifat baik pada kita, timbulnya sifat buruk adalah produk kita, seberapa kita memandang hidup ini. Maka sesungguhnya sifat buruk adalah bayangan gelap dari sebuah cahaya yang menyinari benda, begitukah?

Aku pernah bilang padamu, ada dua sisi dari diriku yang kebanyakan orang tidak menyangka bisa saling berdampingan. Sisi hitam yang sangat hitam, putih yang sangat putih. Kau mungkin melihatku yang sangat membenci dunia ini dan atribut di dalamnya. Di satu sisi orang memandangku sebagai seseorang yang sangat baik dan tidak pernah melihatku melakukan hal buruk pada siapa pun. Kau pernah berpikirkah, seberapa banyak orang terluka karna kata-kataku yang tajam? Bahkan orang-orang yang ku cintai menjadi korban dari kesalahan caraku mencintai mereka.

Percayalah, Tuhan telah menarikku dari berbagai lubang, dan tidak pernah ada kata “tidak lagi” dari Tuhan untukku. Sebesar apa pun pengkhianatan, begitu mengejutkan menyaksikan ketulusan Tuhan.

Di satu sisi, begitu gelap. Di sisi lain “I m just your angel”. Aku hanya malaikat yang datang untuk menolong siapa pun yang membutuhkanku. Dan hanya datang untuk menolong, bukan untuk menemanimu berkhayal tentang aktor pujaan. Ketika ada rasa ingin membenci dan membunuh, aku lupa bahwa sisi yang lainnya menangis di dalam hati mengkhawatirkan orang-orang yang dicintai yang sedang merasa sakit di kehidupan ini. Aneh sekali….

Jangan khawatir, aku sangat menghargai setiap maksud manusia dan berusaha memahaminya dalam sudut yang positif meski di satu waktu sebaliknya. Maka jangan bertanya, kamu orang yang seperti apa? Saat ini aku bingung menjawabnya.

“sesungguhnya setelah kesulitan ada kemudahan”. Itu adalah sebuah ayat yang menjadi motivasi dan sering sekali ku ulang-ulang di setiap shalatku. pertolonganNya muncul dari arah yang tak ku duga. Kamu tau, sebuah makna berhasil kudapat dari segala kejenuhan dan kesakitan yang singgah di cerita hidupku.
“Kau tidak akan sekuat dirimu yang hidup untuk orang-orang yang berarti dan kau sayangi”.

Menjadikan segala hal traumatis sebagai pendorong kekuatan mungkin efektif. Tapi kekuatan gelap yang kudapat dari itu. Kekuatan untuk menyombong di atas bumi dan egois mementingkan kebahagiaan pribadi. Tapi ketika kita hidup untuk melindungi mereka yang disayangi, kekuatan kita berlipat mengganda. Karna hidup kita sendiri menjadi tak terlalu penting, yang terpenting adalah melihat kau dan mereka tersenyum, maka aku sudah puas dan bisa tidur sambil tersenyum malamnya.

Dan meskipun mungkin aku nampak begitu acuh dan tak perduli, aku tak akan seperti itu ketika menghadapimu yang sedang membutuhkan bantuan. Aku hanya membenci sifat burukku yang memenjarakanku dalam sebuah dunia yang ku buat sendiri. Maaf, karna aku bukan teman yang cukup baik untuk diteladani..

Dan aku akan hidup untuk Tuhan dan orang lain mulai sekarang. DAN perjuangan ini memang belum selesai dan tidak dibolehkan untuk selesai…..

Satu hal yang terpenting, berhentilah berpikir tentang kesalahan masa lalu. Dan jangan terlena dengan segala persepsi pula di satu sisi. Karna aku tak ubahnya seperti dirimu..

Semoga Tuhan menjagamu dan memberimu hidup yang bermakna. Kau mungkin tidak lebih besar dari dunia ini. Tapi nilai dari jiwa yang baik tidak bisa dibandingkan dengan dunia ini..

Sabtu, 24 September 2011

"Untuk ayah tercinta,maaf...."


"untuk ayah tercinta... Aku ingin bertemu... Walau hanya dalam mimpi........"

Seorang pengamen menyanyikan baris lirik di atas dgn penuh penghayatan di sebuah kopaja, dan tanpa sadar air mata jatuh dari mataku yg sudah sangat perih dan merah karna polusi Jakarta yg semakin parah. Ya, baris lirik itu begitu menyentuh hatiku yg sudah begitu jenuh dengan cerita ini dan sudah lelah memainkan sandiwara.

Baris lirik itu mengguncang hatiku yg penuh dengan segala hitam dan putih. Pula yg sedang resah dengan segala pikiran tentang "dia" yg tak mampu kupalingkan. Sakit sekali, ngilu rasanya. Setiap kali jenuh dan kecewa muncul, ngilu rasanya ketika sadar bahwa seorang ayah yg hebat sudah tidak ada lagi di sisi. 

Pernah aku berjanji di malam pertamanya meninggal dunia, bahwa aku akan membuatnya bangga. Bukan dengan pencapaian prestasi atau segala macam tetek bengek dunia yg "bullshit", melainkan membuatnya bangga melihat akhlak baikku dan kesadaran ketuhananku serta kecerdasan spiritual yg tinggi. Aku berjanji akan meneruskan jejak dakwah dengan caraku. Aku ingin sepertinya yg begitu penyabar, dermawan, menjaga lisan agar tidak menyakiti orang, menjadi pembawa orang yg jauh kembali dekat pada asalnya.
Tetapi, sebaliknyalah yg terjadi. Aku membuatnya malu di depan Tuhan. Dosa dan cinta dunia membuat imanku merosot tajam. 

Air mata ini jatuh di sebuah kopaja jurusan pasar minggu-cipulir ketika sekeliling berhiruk pikuk bersama kota metropolitan, sibuk dengan berbagai tugas beban menumpuk, sembari menikmati bising klakson para sopir yg mengerutkan wajah marah-marah lalu membahayakan kami dengan melanggar peraturan dan kebut-kebutan, juga tak kalah polusi dari setiap mesin bermotor entah dari sepeda motor atau mobil-mobil berkilau memanjakan kami..
Aku termenung sembari menahan rasa ngilu di hati dan berusaha menahan air mata karna ego "harga diri" yg kuagung-agungkan. Padahal air mata ini justru melegakan ngilu yg muncul bertubi-tubi.

"Maaf..."
Hanya kata itu yg mampu kuulang-ulang menimpali senandung lagu yg dialunkan si pengamen. Dan pula berpuluh kalimat dan kata yg kutujukan bagi diriku, kata-kata hinaan, menyalahkan diriku, hingga sejenak aku "down" dan tersadar, "apa gunanya aku disini?"
Aku jatuh. Dan kemana akan kucari iman yg telah tertiup angin kencang? Ke puncak gunungkah ianya terhempas? Ke dasar samudra? Terbakar api?
Entah.. Yg pasti, aku kini terjebak di suatu lubang dalam di sela perjalananku yg penuh aral melintang.

"hidup di ibukota lebih tajam dari sayatan silet ini.." kata seorang pemuda yg minta uang setelah mempertontonkan adegan menyayat tangannya dengan silet di sebuah kopaja yg kutumpangi di sore hari. 

Benar, darinya aku sadar bahwa aku dibesarkan di ibukota ini. Berkembang dengan mewarisi budaya hedonis dan konsumtif masyarakat ibukota. Hidup dikelilingi banyak manusia yg sibuk dgn urusannya hingga kepedulian makin menipis. Kerasnya ibukota membesarkanku seperti ini. Rasa muak pun muncul dari sini, melengkapi sisi kecintaanku pada dunia.

Dan..
Lelah..
Aku tidak tau kapan tiba masanya detakan terakhir jantungku akan tercatat. Resah? Jelas. Tapi bisa apa? Rasanya setiap hari ingin melihat "mereka" meski harus menempuh berjam-jam perjalanan penuh kestresan. Tak peduli. Karna aku tak tau kapan Tuhan memisahkanku dari mereka. 

Aku lelah bersandiwara di panggung dunia ini. Krisis makna dsb menggoncangku. Seperti apakah hidup yg bermakna itu? Entah... Aku bahkan tidak tau apa-apa tentang diriku yg terlalu tidak jelas. 

Tuhan, aku letih... 
Jenuh dengan cerita ini. Andai boleh memilih, aku ingin berhenti. Namun, suara-suara "itu" memaksaku terus berjalan meski dengan satu kaki. Menjalani segala hukum sosial yg memuakkan, budaya yg tak kumengerti, dan segala hal tak nyaman lainnya. Ingin muntah dan semakin sakit. Seperti dibawa oleh pikiran-pikiran yg terlatih kecewa, aku terus muak. Ingin menjadi batu di dalam kali yg diam memandangi langit luas tak berbatas tanpa harus meninggi angkuh. Tersunyi di kedalaman kali, tanpa harus melihat mereka mati karna keangkuhan petinggi alam. 

Pendosa ini tertawa di atas penderitaan dan dosa-dosanya. Dengan segala topeng kemunafikan, membawa dirinya terus berjalan menyimpan rasa tak nyaman. Seperti bumi yg mengelilingi matahari, ingin ku berpadu dengan hukum alam. Tapi sinar ini membuat terus gelisah.
Maaf, diri ini "berpikir" melemahkan kekuatan yg sesungguhnya ada. Terus membohongi dirinya sendiri. Membunuh dengan segala keangkuhan. Hidup dalam mimpi yg terbawa angin menuju gua yg gelap. 

Dan..
Seandainya malam tak pernah habis dan bumi tak berotasi. Aku ingin terus tidur sambil memandangi langit, sembari menikmati mimpi tentangmu, bapak...... 


Minggu, 18 September 2011

SIMBOL ILUSI

Mengitari bola waktu yang semakin cepat berputar
Aku terbawa ke dalam masa penutup zaman
Masa penuh keabu-abuan,
Ketidakpastian akan kebenaran...
Zaman peperangan terselubungi fitnah dimana saja
Tak ada yang mampu dijadikan sandaran...
Detik ini, utara bergeser ke selatan,
Pun barat saling bertukar dengan timur
Tak ada lagi beda hitam dan putih..
Karna mata tak lagi mampu melihat,
Kecuali abu-abu!
Segala hari penuh dengan kedekatan yang munafik
Simbol para hedonis menjadi titik yang diburu
Tidak lagi ada manusia dengan nurani tulusnya,
Yang tertinggal adalah robot-robot dikendalikan!
Mereka bersibuk ria dengan gadget canggih barunya,
Menghiraukan teman yang terlindas angkuh zaman ini
Ingin kulempar dan kuinjak semua mesin licik itu!
Dan kutarik kau mendekat, kemari, di sini,
bicara dari hati ke hati..
Bicara tentang hal yang telah lama kau lupakan,
Kau kubur dalam....dalam di dasar laut nan menghitam....

Gadgetmu menemanimu dari tawa hingga marah..
Namun teman shalihmu tersikapi acuh, angkuh, terlupakan
Meratapi kesedihan fana di simbol terbesar hedonis,
Melupakan suara-suara alam yang berteriak kesakitan..

Aku termenung di masjid ini,
Berdiam diri tanpa suara dan kegiatan dari pagi hingga siang datang..
Menangis dalam hati, merenungi tujuan ini,
Coba mengenali sedang apakah aku...sudah apakah aku?
Suara perut-perut kelaparan terdengar nyata
Dunia ini masih membutuhkanku
Dan kuingin keluar dari keterikatan fomal dan budaya yang membuatku muak..
Hidup di masyarakat liberal dan melangkah tanpa peduli,
Menggerakkan dunia dengan simbol ini,
Atau hidup terikat dengan alam dan sunyi sembari merenungi misteri yang tak ada habis,
Aku "galau" ...
Menangis...
Dan tidak peduli mereka tertawa sebab kekhawatiran yang terpelihara ini,
Karna biarlah saja mereka sibuk dengan cerita-cerita tidak penting, tawa-tawa basi, pamer tekhnologi terbaru
Aku bukan mereka!
Dan aku benci dengan tidur nyenyak mereka!
Pula mereka sebatas pengiring di panggung ini
Tak ada pikiran yang diluangkannya,
Kecuali remeh temeh nan sia-sia bumbu dunia fana..
Ketika di sudut-sudut sana,
Ada yang sedang merenung dalam..
Pun berjalan dari sana kemari sembari bertanya hal-hal yang terlupakan..
Dianggap gila, ketinggalan zaman, dibunuh, bukan pedang tajam yang kan menaklukkan tajam pikiran kelompok perenung...

Karna senandung lembut ini masih mengalun..
Mengiring kehidupan menuju perhentian selanjutnya..
Para pecinta menari dalam mabuknya,
Meraba keabadian dimensi tak terhingga..
Dan..
Senandung kebenaran terus mengalun,
Di tengah ilusi dunia ramai,
Kami menemukan kehampaan,
Mengelilingi titik tak terhingga kebenaran..
Ilusi mata yang diagungkan sombong dengan materialisme,
Nyatanya sekedar ilusi karna mata ini pun ilusi
Dunia ini ilusi...
Kenyataan adalah hampa di tengah titik tak terhingga kebenaran....

Selasa, 13 September 2011

Life is a Game

Hidup begini sulitnya. Layaknya sebuah game yg meningkat level hingga kita benar-benar akan menghadapi satu kali tantangan terbesar terakhir dalam permainan.

Tidak bisa dibilang sebagai maniak game, yg tau banyak tentang taktik dan cara-cara memainkan game agar lebih mudah ditaklukkan. Atau berpetualang dari satu game ke game lainnya. Hingga otak terisi penuh dengan game history.

Saya senang game. Bagi saya, adalah sebuah kehidupan tersendiri ketika mendalami karakter game. Berimajinasi penuh, seakan-akan adalah tempat kita disana, kehidupan kita yg lain.
Satu hal terpenting, jangan pernah lewatkan setiap petunjuk yg diberikan. Sebelum maju, kamu tidak akan tau apa-apa tentang dunia macam apa di depan yg akan kau taklukkan satu demi satu. Dengan itu setidaknya, berhati-hati kita setiap melangkahkan kaki.


Saya bermain tanpa menghiraukan setiap petunjuk. Saya ingin terbawa dalam dunia asing yg membuat saya bingung. Dan, memang seperti itulah hidup kenyataannya. Tak ada yg kita tau tentang hidup ini ketika kita baru terlahir. Bahkan kita menangis menghadapi dunia baru yg tampak asing dan menyeramkan ke depannya ini.

Ku hiraukan setiap petunjuk pengawal game, dan ku dalami kedalaman misteri dunia asing itu. Tidak bisa ku bohongi diriku sendiri bahwa setiap kali memulainya aku ketakutan dan kekhawatiran tentang apa yang akan terjadi, menumpuk di kepalaku.

Adalah seorang sepupu perempuan, yang adalah teman bermainku sejak kecil, seringkali ku ajak bermain game bersama-sama dengan aku dan adikku. Aku ingat, dia senang sekali dengan tema petualangan. Dengan latar tempat yang menarik, penuh warna dan tokoh game yang lucu dan menghibur.

Kami bermain, dan setiap kali dia (tokoh yang dimainkan sepupu perempuanku) terjatuh atau mati, dia selalu berteriak keras membuat kami kaget. Aku sampai takut dimarahi orang tua karna bermain game seheboh itu. Tapi disinilah dia membuatku tertarik. Karna sekarang aku akui, aku rindu teriakannya. Bukannya aku mengaku aku tidak seperti dia. Sungguh, aku juga sama kagetnya seperti dia ketika hal mengagetkan terjadi di tengah game (yah setidaknya tidak separah dia). Aku sadar itu semua karna ketegangan awal yang terlalu berlebihan dan kekurangsiapan menghadapi hal menyeramkan yang akan dihadapi di depan.

Bagaimana pun sebuah game membuat pemainnya penasaran menaklukkan hingga akhir. Tapi bagiku, seringkali putus asa lebih sering menjadi akhir dari permainanku. Aku bukan seorang gamers yang dengan antusias mencari cara singkat menaklukkan sebuah game agar penasaran hilang. Seringkali aku justru terbawa dalam misteri tingkat tinggi game yang kumainkan. “ternyata aku segini saja” pikirku, lalu aku meninggalkan perjalananku dari sana seringkali. Meskipun tidak setiap saat seperti itu.

Dari level ke level, setiap petunjuk baru muncul, yang akan membantumu mengenal sedikitnya tentang apa yang akan kau hadapi di level selanjutnya dan apa yang harus kau lakukan. Di sini juga kau diberitaukan kemampuanmu selama ini dan di posisi mana kau berada di antara para pemain game lainnya. Ya, inilah game, sebuah kemenarikan yang membuatmu tak berhenti untuk meluangkan penasaranmu. Kau tidak bisa berhenti berjalan karna waktu menarik-narikmu. Jika kau berhenti, lebih cepat kesempatanmu untuk mati.

Dan, hidup ini adalah sebuah permainan seperti game yang kita mainkan di PC, PS 1, PS 2, PS 3, X-BOX, PSP, NINTENDO DS dll. Semua ini kita mainkan demi menaklukkan satu demi satu tantangan hingga kita benar-benar mati dan tidak lagi ada sisa nyawa di tangan kita. Mengawali permainan tanpa petunjuk apa pun di tangan kita, dengan kekhawatiran bertumpuk tentang apa yang akan menanti kita di masa depan, shock dengan segala kejatuhan kita akan lawan. Mundur karna menghindari lawan yang membuat kita takut, menyiapkan segenap keberanian untuk maju lagi, berkali-kali baru bisa menaklukkan, melatih kesabaran dan ketahanan, bangkit dari mati berkali-kali, lelah, putus asa, itulah hidup. Sebuah permainan yang paling besar yang pernah ada. Seperti tujuan pembuat game sejati, ialah Tuhan, ingin melihat permainan para pemain, dan mencari para pemain garis depan yang mampu mengalahkan pemain-pemain yang tewas dengan cepat di belakang.
 
Kau kebingungan menghadapi sebuah dunia asing yang menantimu secara misterius dan tak mampu diprediksi

Dua Tipe Muslim

Ada dua jenis umat muslim. Yang selalu beribadah dan beramal sepanjang hari. Dan yang selalu belajar, menggali ilmu dan makna dari setiap simbol agama.

Ada sebuah hadits yang mengatakan bahwa derajat orang yang berilmu pengetahuan lebih tinggi daripada mereka yang hanya menyibukkan diri dengan amalan. Dan memang Islam adalah agama yang logis, bukan agama mistis.

Ada macam murid yang mengkopi semua ucapan gurunya dan tidak sedikitpun bersikap kritis karna meyakini bahwa ilmu gurunya lebih tinggi dan dia tidak berhak mengkomen pernyataan gurunya sama sekali.

Zaman sudah berubah. Perubahan ini dalam satu sisi, membawa pada kegelapan Islam. Di sisi lain, menerangi Islam. Dahulu ketika proses belajar agama adalah sebuah proses Tanya jawab, itu memungkinkan para murid untuk menyerap dan mengkritisi sebuah pernyataan. Pertanyaan “MENGAPA” masih dibolehkan. Sang guru akan menjawab dengan jawaban yang bijaksana, yang membuat mulut para murid berhenti bertanya dan membuat pikirannya berjalan serta hatinya menerima.

Zaman sekarang ketika Islam semakin terpuruk, muncul keyakinan bahwa guru-guru Islam adalah mereka yang tinggi ilmunya. Dan ilmu agama itu tidak dapat ditolak. Akhirnya para murid yang terlampau mengagungkan gurunya, mengiyakan semua kata-kata gurunya tanpa dikritisinya sama sekali.
(Saya, ketika mengagumi seorang tokoh atau pun guru, tidak secara total saya menyetujui semua pendapat dan ajarannya. Ada beberapa hal dalam ajarannya yang saya tolak karna jauh dari nilai kebenaran yang saya yakini.)

Tipe ini akan banyak melahirkan para santri yang rajin beramal. Siang malam sibuk dengan amalannya. Entah shalawat, dzikir dsb. Mereka percaya, semua kalimat itu punya nilai mujarab, selain juga dapat menambah pahala praktis. Itu memang benar, namun akankah kita temukan kegemilangan generasi muslim dari para santri yang hanya sibuk dengan amalan?

Tengoklah masa emas Islam, dimana segala peradaban dan ilmu pengetahuan bersumber dan berawal dari para muslim. Mereka, para muslim, menyibukkan diri menggali segala macam ilmu pengetahuan, aktif berpikir dan mengkritisi banyak hal. Sehingga berbagai pemikiran dan penemuan muncul dari generasi gemilang muslim di zaman ini.

“Innamal a’malu bin niyaat”

Seseorang yang berdzikir dan melakukan amalan-amalan dengan tujuan mendapat pahala dan balasan dari Tuhan, maka itulah yang ia dapat. Tapi ketika ia berdzikir dan beramal disertai dengan pengetahuan dan penghayatan ketuhanan yang mendalam, maka bukan hanya pahala yang ia dapat, melainkan juga kedalaman iman dan kecerahan jiwa.
Bisa dibedakan ibadah seorang yang berilmu dengan yang mengharap timbal balik karna sekedar dapat petunjuk dari guru bahwa amalan itu bagus, dsb

Namun masih ada macam murid dan guru yang menjadikan diskusi sebagai cara belajarnya.

“kamu mau belajar apa?, mau Tanya apa?”

Kemudian sang murid akan bertanya hal-hal yang menjadi pertanyaan dalam otaknya sepanjang hari. Cara belajar semacam ini dimungkinkan bagi para murid yang cerdas dan aktif berpikir. Dia suka berpikir dan bertanya banyak hal dalam kehidupan ini. Dia menyimpan banyak pertanyaan dalam pikirannya. Dan tipe guru yang memungkinkan dalam tipe belajar seperti ini adalah tipe guru yang ilmunya terlalu banyak untuk dijabarkan, guru yang bijak. Yang bersedia merombak pemikirannya bila muridnya membuka pikirannya bahwa pernyataannya kurang bisa diterima.

Seperti itulah cara belajar yang memungkinkan kemajuan ilmu pengetahuan. Membuat para murid berpikir dan terus berpikir. Dan jangan pernah mengira mereka tidak pernah berdzikir, hanya karna tangannya tidak memegang tasbih. Dzikir mereka adalah dzikir sejati. Bukan hanya lafadz tasbih beratus kali, melainkan perenungan lafadz tasbih yang sepanjang hari memenuhi pikirannya.

Ketika mereka bertanya dalam hatinya “Bagaimana Tuhan mampu mengatur alam yang rumit ini, bagaimana Ia membuat para bayi meminum susu ibunya setelah ia lahir”, maka mereka sedang berdzikir. Ketika nama Tuhan ada dalam pertanyaannya dan pikirannya, maka itulah dzikir. Dzikir adalah mengingat Tuhan. Tanpa ucapan “Subhanallah” seratus kali, tapi dengan aktif berpikir dan merenung, para murid cerdas ini telah berdzikir sepanjang hari. Dan tujuan dzikirnya bukanlah mendapat balasan atas amalannya, melainkan MENGENAL lebih dalam tentang Tuhannya.

Anda pasti bisa memprediksi akan seperti apa tipe pertama berkembang dan akan seperti apa tipe kedua selanjutnya.

Ya, tipe pertama mungkin akan jadi ahli ibadah. Yang kuat shalat sepanjang hari, berdzikir dan bershalawat dengan tasbih sepanjang hari. Inilah generasi ahli ibadah yang akan mendapat tempat layak di sisiNya atas usaha ibadahnya.

Sedangkan tipe kedua akan menjadi orang berilmu, yang mengenal Tuhannya. Segala ibadahnya penuh dengan ilmu. Dia sudah paham mengapa harus shalat, mengapa harus puasa, dan semua praktek agama lainnya. Dia pun telah menggali cukup banyak misteri alam dan kehidupannya. Setiap waktunya diisi dengan penelusuran pemikiran dan mencari jawaban pertanyaannya. Dan inilah ahli imu yang sebenarnya, ulama yang sebenarnya. Yang derajatnya ditinggikan di atas ahli ibadah.

Semoga kita pun adalah salah satu dari dua tipe muslim yang ditinggikan derajatnya semacam itu. Bukan kelompok yang di luar itu.

Aamiin....

Kamis, 08 September 2011

Kachan...

Aku menatapmu dalam, Kachan..
Ku lihat kepolosan tanpa dosa apa pun di kedalaman matamu..

Aku ingin menangis malam ini...
Kachan, aku menyadari dari awal bahwa dirimu adalah bagian dari keluargaku..
Bagaimana bisa kulihat kau menderita kesakitan, kelaparan, seperti tidak bisa pula aku melihat saudaraku di tanah Gaza yg diteror para teroris sejati..

Seandainya kau mampu memahami ini, Kachan, aku ingin bicara di bawah gemerlap bintang di malam hari denganmu, seperti Sulaiman as bicara dengan Hud-hudnya. Membawa dua cita-cita pencapaian keahlian terbesar yg pernah dan masih singgah di kedalaman hati seorang Levi, astronomi dan kedokteran hewan.

Kachan, andai jiwa kita bertukar, mampukah kau merasakan sakitku seperti aku mengkhawatirkanmu sekarang?
Aku tak mampu melakukan apa pun untukmu.. Untuk membuatmu senang seterusnya.. Aku bukan dokter hewan, dan belum ahli dalam pengetahuan tentang hewan, dan lagi-lagi aku tak sanggup melihat hewan sepertimu menggigil menahan sakit hingga ajal tiba. Aku menangis untukmu, seperti untuk Boboy, Bubu, Kun Yuk, Kun kun, PuPut, dyl.

Di bawah gelap malam, disinari cahaya bulan yg lembut, hatiku terluluh sebab kau..
Malam ini airmataku seperti kering..
Mereka yg berharga dalam hidupku, sedang dalam deritanya masing-masing, seperti aku.

Seperti digulung badai ganas di tengah samudra dingin, aku lewati perjalanan ini...

Kachan, kau akan tau sulitnya jadi manusia. Menanggung banyak hal di pundaknya, melindungi dan menjagamu pun adalah tugas manusia..

Kachan, teman hamsterku yg selalu menghibur dan melupakanku dari masalah, kini menderita dengan penyakitnya..
Dan tak ada hal lebih yg mampu kulakukan malam ini selain berusaha mencari info tentang penyakitmu..

Kachan, andai aku terus di sampingmu..
Tapi aku terlalu disibukkan warna-warni perjalanan yg membuai, yg kadang membuatku lupa penderitaan kehidupan di luar sana..

Dan aku,
Hatiku banjir oleh airmata, mataku kering, apa yg bisa kulakukan untuk kalian? Karna sesungguhnya aku pun sakit dan semakin sakit oleh penderitaan makhluk-makhluk di luar sana yg sedang diteror para manusia yg menakutkan!
Gaza yg menjerit, bumi menangis, laut, pohon, semuanya menderita! Dan aku.. Sedang apa aku?
Tugaskulah menjaga bumi dan isinya, tapi aku tertawa di atas tangis mereka....

To: Kachan
From: Levi

Senin, 05 September 2011

It Still Continues

Tak Tik Tak Tik....
Waktu masih berjalan
Dan hidupku, masih berlanjut...

Ku telusuri tepi jalan
Pandangi pohon dan gunung di sana
Ku hirup udara pagi
Dan nadi ini berdenyut begitu terasa

Ku tinggalkan belakang
Berjalan ke sana, ke ujung sana
Di tepian ini
Ku nikmati kehidupan alam
Di celah kejenuhan perjalanan

Aku ingin mencari makna hidup
Makna setiap derap langkah
Makna setiap tarik napas dan denyut nadi

Dimana akan kucari diriMu
Ketika begitu asing aku bagi diriku

Ku cari meski terus ku khianati
Dan ku palingkan diri dari suaramu

Semakin panas jalan ini
Hingga terpikir tuk hentikan napas ini

Kau, alasan kakiku melanjutkan langkah
Berjalan menyusur waktu
Waktu yang mengisi makna dunia fana
Ku susuri...

Dan alam menghidupiku
KarnaMu...
Dan aku masih berjalan...

Minggu, 04 September 2011

I Find Me There

Seperti mariyuana,
Aku membutuhkanmu...
Seperti napas,
Hadirmu di pikiran tidak kusadari..
Seperti denyut nadi,
Namamu tersebut merdu..

Tak kutemukan diriku dimanapun juga.
Tersesat kebingungan..

Tau?
Berkali telah kubunuh diri,
Berkali telah bangkit..

Ragaku disini,
Berpisah dengan segala pikiran tentang kau..
Jauh kau bawa aku di jalanmu..
Tak mampu berbalik,
Seperti magnet,
Kekuatan tarikanmu..

Seperti ekstasi,
Rindu ini padamu..
Seperti air,
Sejuknya rasa..

Sadar,
Tau diri ini..
Kau dan Aku sama.
Kita titik yg hitam bagi kita..
Tapi, lihat jauh ke dalam..
Cahaya Tuhan melingkupi cahaya setiap bintang.

Dan,
Malam ini..
Kupandangi langit gelap penuh titik terang..
Kutemukan satu titik cahaya yg tak mampu kupalingkan pandangan darinya..
Tidak mengerti..
Tapi cahayamu membelenggu dalam pasung taman hijau surga yg penuh anggur surga..
Dan kutemukan diriku di sana....

Karna,
Aku mencintaimu..

One Light

Ringan memutar kebenaran,
Tetap berbohong
Membohongi sendiri hatiku yang kesepian

Harapan samar di hati
Dan ku angkat tangan ini,
Menodai indahnya langit biru

Emosi tak tersampaikan, air mata yang jatuh
Jika dapat diampuni, akan kurebut cahaya....

Menyembunyikan kesedihanku,
Tersesat kebingungan di dunia ini
Dimana bunga yg layu oleh cinta?
Ah, kupeluk mimpi...

Menyembunyikan kebenaran,
Hati itu masih ragu tak berujung
Cahaya yang ingin kita cari itu,
Akankah memberi sinarnya?

Sumpah kuat dalam hati
Melangkah menuju kegelapan
Meninggalkan hati orang-orang

Senyum yang saling kita lemparkan
Terlihat dalam bayang-bayang kelam masa lalu

Emosi tak tersampaikan, air mata yg jatuh
Seandainya terpenuhi keinginanku,
Akan kucari di dalammu, cahaya....

Menyembunyikan kesedihan
Belenggu pusaran nasib gelap ini,
Jika harus hidup seperti ini,
Tak apa, satu kali saja
Ah, tunjukkanku mimpi...

Menyembunyikan kebenaran
Kan kuhentikan cerita tak berujung ini,
secepatnya saat ini
Tapi seandainya selesai,
Kuharap jadi sedikit lebih nyaman...

Ah, Jika ku mengharap akan sesuatu
Ku panggil rasa cinta itu di langit yang jauh..
Ah, jika sesuatunya tersembunyikan

Setelah kebingungan ini,
Kan kucari jalan....

by Takizawa Hideaki (hikari hitotsu)


Seperti orang gila...

seperti orang gila,
aku menangis keras di pinggir jalan.
tenggelam dalam duniaku yang tertutupi kabut.

mata-mata memandangku,
dan tak ku hiraukan
iba dan heran mereka.

melepas beban,
telah lama memberatkan langkah.
sebab aku kini sakit.

terbayang selintas,
KITA.
kenangan yang telah lari…

bolehkah berteriak,
memanggil rekaman alam.
ingin hidupi masa itu saja.

Arggghhhh…!
ada apa dengan dunia ini?
bukan! Ada apa denganku?

hilang semua warna ceria,
terenggut.
air mata kini tak teraba.

nikmat ini tak terlihat,
hilangnya nikmat menyibukkan pandangan.
dan, aku hilang…

dimana kini aku?
sakit..ah!
Raja, tolong hambaMU…

halnya orang gila,
menangis keras di tepi jalan,
tenggelami ratapan...


Sabtu, 03 September 2011

It's hard to breathe and stand at this level

Angin menerpa dengan lembut.
Membawaku menyusuri jalan setapak.
ya, ini jalan yang ku pilih dari hasil perlawananku dengan diri sendiri.
Ku daki sebuah gunung.
Sebuah jalan pintas menuju muara sungai yang ku tuju.
Dengan semangat pantang mundur,
penasaran ingin kulihat pemandangan apa di atas sana.
Telah sampai aku di gerbang puncak.
Kurasakan udara yang semakin berbeda.
Dinginnya puncak membuat rindu pada kehangatan.
Ah, ingin aku pulang, ingin aku turun.
Dingin ini menakutiku.
Apa daya, aku.
Aku tak bisa menyerah.
Tidak boleh kulupakan semangatku sebelumnya.
Aku harus maju, tidak ada alasan lagi untuk mundur.
Kini, ku taklukkan gerbang,
Sampailah di sini.
Sebuah daerah yang membuatku sulit bernapas.
Dingin, dan angin yang tiba-tiba menerpa begitu kuat.
Jika, tidak ku genggam tanganMu,
telah jatuhlah aku.
Angin apa yang dikirim untuk menguji kekuatanku berdiri.
Seakan meminta bukti pernyataan kekuatanku pada alam.
Ya, aku terlalu sombong pada semua ini,
Padahal aku sesungguhnya
tidak lebih dari sebuah kotoran berjalan,
yang membawa aib kemana pun ia pergi.
Dan masih bisa tersenyum ketika orang lain memuji topengnya…….

i am walking on the range of this snowy mountain

FEEL MY SOUL

Aku sudah lelah menangis
Tidak ada tempat bagiku untuk bertanya
Meskipun aku tersesat dan terjatuh, aku tidak boleh diam saja

Senyum yang kau berikan, air mata yang jatuh
menyentuh luka yang dalam di hatiku, membuatnya hilang

Aku merasakan jiwaku membawaku di jalanmu
Ya, satu hal yang setiap orang selalu mencarinya

Itu bukan sekedar kebetulan
Bukan pula cinta yang palsu
Kau baik..baik-baik saja...
kau baik-baik saja, bocah yang ketakutan... :)

Entah kenapa terus berulang
Bagaimanapun jangan pergi
Bisikanmu seperti suara yang merdu

Aku merasakan jiwaku membawaku ke jalanmu
Aku sudah tidak akan berbalik lagi
Sekarang aku ingin melakukannya dengan tanganku sendiri

Rasa sakit selalu terasa sederhana
Aku ingin mengerti makna kehidupan
Kau baik...baik-baik saja
kau baik-baik saja, bocah yang ketakutan... :)

Kalimat yang dengan lembut kau bisikkan, kau katakan itu
mulai berjalan, jalannya terbuka lebar hingga kau merasa tak dapat melihatnya

Aku merasakan jiwaku membawaku ke jalanmu
Benar, aku akan terus berjuang

Aku dapat terus berjalan seperti ini
Bukan sekedar kebetulan
Juga bukan mimpi biasa
Kau baik. Baik-baik saja
Kau baik. Baik-baik saja, bocah yang ketakutan.....

by YUI


Kamis, 01 September 2011

An Insane Girl "i have killed him in my mind!"


Ku kisahkan padamu sebuah cerita tentang seorang gadis yang memaksa dirinya menjadi gila.

Kau tau, gadis ini terobsesi dengan segala hal yang membuat orang lain kesakitan dan menderita. Ia senang ketika ia bisa menjadi penyebab luka orang lain. Baginya ada sensasi tersendiri yang menggetarkan kulit-kulitnya ketika melihat “mereka” menderita.

Satu hari di tengah kebosanannya dengan segala praktek-praktek kehidupan, datanglah seseorang yang tersenyum padanya dengan senyuman yang sangat dibencinya. Terpikir olehnya ingin merobek mulut orang itu. Orang itu kemudian mengajarinya banyak hal yang membuatnya muak, formalitas dunia dengan segala kepalsuannya. Gadis itu berteriak dalam hatinya, “hey bodoh, dunia ini Cuma mimpi, betapa bodohnya kau!”

Ketika gadis ini melakukan langkah yang salah, seseorang itu memakinya dengan segala tuduhan yang tidak penting bagi gadis ini untuk didengarkan. Gadis yang keheranan ini merasa sangat muak dengan orang ini.

Semalaman gadis yang kesepian ini mengasah pedangnya yang lama tak digunakan, yang sudah penuh debu. Ia berbisik, “pagi ini akan kubuat kau mengingat setiap cabikanku seumur hidupmu”

‘Lambat, ia masuk ke rumah ke rumah orang itu. Gadis ini menatapnya dengan ekspresi dingin, sedangkan orang itu bertanya basa-basi. Hhaaaah memuakkan, sungguh pikir gadis itu. Orang itu berbalik dari tempatnya untuk menyajikan minuman bagi si gadis. Tapi ini adalah kesempatan bagi gadis itu untuk mencoba pedang lamanya. Dengan cepat, satu tebasan pedang memisahkan antara kepala dengan tubuh orang itu. “Yea, I m a killer!”, ucap si gadis. Ia tatap darah yang keluar deras dari leher yang telah berpisah dengan kepalanya itu. Dan ia tenggelam dalam sensasi mariyuana yang tak terbayangkan sebelumnya. “I m a king of my world”’

Pagi, ia terbangun dari tidur dengan rasa muak yang belum hilang. Di depannya ia temui, si orang itu dengan senyumnya yang memuakkan. Gadis itu membayangkan darah deras yang mengalir dari leher orang itu. Ia tersenyum pasti, mendorong orang itu menjauh, lalu berjalan dengan angkuh, “I have killed him in my mind and it succeded!”


It's hard for smile!

Aku tidak tau mengapa senyum begitu sulit bagiku saat ini dan saat-saat lainnya. Aku ingin sekali tersenyum bebas, dengan tulus dan sempurna. Tapi sungguh, semuanya begitu sulit, semua begitu sulit.

Senyum itu sedekah yang paling mudah kan? Tersenyum membuat setiap orang yang mendapatkannya merasa hangat. Aku tau! Tapi aku bukanlah seorang aktris professional yang dengan mudahnya tersenyum seolah-olah aku baik-baik saja.

Kau mungkin memaksaku, tersenyumlah pada mereka dengan tulus maka bebanmu akan terangkat. Ajarilah aku bagaimana caranya! Karna aku terlalu angkuh bagi siapapun!

Kau mungkin melihatku tersenyum dengan mudahnya di satu momen yang langka atau jarang, tapi beberapa menit kemudian tiba-tiba aku begitu murung. Aku memang tak dapat dijelaskan. Aku tak mampu mendalami keangkuhan yang merajaiku. Pun terlalu angkuh bagiku untuk meninggalkannya. Maka jangan pernah merasa kau mampu memahamiku, karna ucapanmu ku anggap tak lebih daripada omong kosong!

Senyum? Aaaaahhh……. Aku juga berharap aku mampu melakukan sandiwara sebaik mungkin untuk membuat orang lain bahagia. Kenapa aku begitu lemahnya, aku hanya amatiran di dunia ini. Oh Darwin, teori evolusimu memang benar dalam kasus ini!

Percuma, kau membawaku ke satu tempat, berbicara padaku mengenai hal-hal menyenangkan untuk membuatku lepas dari semua ikatan yang menyiksa ini. Kawan, tinggalkanlah aku sendiri, aku tidak nyaman diperlakukan seperti yang lain mengkhawatirkan temannya. Ya! Aku aneh. Tebakanmu benar. Orang menyebalkan yang egois yang sulit memahami orang lain, keras kepala.

Doakan saja agar aku mampu bertahan di sisa kehidupanku ini. Agar aku mampu belajar tersenyum di atas semua luka. Agar aku mampu membahagiakanmu. Karna aku ingin sekali melakukannya.


Satu

Lebih dari sejuta kekhawatiran memenuhi pikiranku. Kekhawatiran yang tak mampu kutuliskan menjadi kalimat-kalimat yang mampu kau pahami.

Aku iri padamu, ketika kau mampu bertahan, memyembuhkan diri, menutupi diri dari segala luka dan beban dengan sempurna. Aku sudah berpikir bahwa aku mampu, tapi nyatanya aku tidak mampu. Aku terkejut bahwa ternyata aku serapuh ini, apa yang sebenarnya telah terjadi dalam diriku.
Berjuta-juta kali aku salah, dan berani melakukannya. Kini aku sungguh sadar, setidaknya satu pintu pemahamanku sedikit terbuka, bahwa aku diterjang oleh dosa-dosaku dan aku tak mampu melawan mereka.

Aku bertanya padaMu, bagaimana lagi aku harus bertahan? Haruskah aku diam saja sehingga tak ada satu pun jiwa lagi yang ku sakiti serta agar aku mampu bertahan tanpa menambah luka lagi. Aku membawa semuanya ke dalam neraka. Nerakaku sudah dimulai semenjak di sini.

Air mataku hampir kering. Hatiku telah tertutup dosa. Aku hampir tak mampu lagi merendahkan diri di hadapMu dengan segala keangkuhan yang merajaiku, akulah yang paling hina di sini. Dosa-dosa telah menjadi ringan, ada apa dengan nuraniku?
Aku bukanlah aktris professional yang mampu tersenyum sempurna di atas semua luka. Aku bertanya, bagaimanakah caranya?
Sungguh, air mataku hampir kering, hatiku hampir hitam pekat dan keras membatu. Kau, bawalah aku padaMu, bagaimana lagi aku harus bertahan?
Luka-luka ini memaksa keluar di tengah kesepian, aku hampir mati. Bagaimana aku bisa selemah ini?
Dunia ini begitu membosankan, kawan. Kau lihat? Aku merindukan dunia yang sempurna, mungkinkah ada? Ya, aku si pemimpi yang hidup dalam khayalanku yang sering lari dari jalan ketika merasa sangat rindu dengan kesendirian.

Aku tak bisa bertahan ketika aku rindu pada sepi. Tapi ketika sepi memaki-makiku hingga lukaku bangkit, dengan siapa lagi aku harus bertahan?

Aku ingin semua cepat selesai. Cepatlah selesai dan selesailah dengan baik. Aku letih, aku benar-benar letih. Tak ada yang mempercayaiku selain Kau di sini. Izinkanlah aku membenci semua hal ini.

Aku sering bermimpi dan meminta ketika aku kecil, agar aku mati di usia belasan. Sebuah kematian yang keren, bagiku. Ya, bagiku yang dipenuhi pikiran-pikiran sempit.

Aku sering ingin menjadi penyembuh dan penolong bagi mereka yang butuh pertolongan dan penyembuhan, tapi sesungguhnya akulah yang butuh disembuhkan dan ditolong. Karna aku sakit.

Pengakuanku telah rusak, basi, kadaluarsa. Janjiku seperti orang munafik. Aku bukanlah orang yang hebat, aku hanya seorang pecundang yang menenggelamkan diri di lautan darah.

Ribuan orang telah kuseret menuju lautan darah, aku dorong jatuh mereka. Mereka yang menusukku dengan pisau tumpul, aku tendang mereka jatuh ke lautan darah yang dalam. Aku kubur semua rasa kemanusiaanku dalam-dalam dan melakukan dosa dengan membohongi hatiku.

Aku tenggelamkan pula diriku ke lautan itu dengan fisik yang babak belur tak mampu dikenali. Inilah aku yang terlalu banyak berkhayal dan tenggelam dalam perasaan takut yang tak mampu dijelaskan.