Jumat, 17 Oktober 2014

Mereka tak Paham, dan Aku?


Dia tidak sadar, dialah yang juga punya andil membuatku jadi seperti ini. Aku tau itu, tapi aku pun sadar aku harus memperlakukannya dengan baik. Mereka juga, mereka tidak sadar bahwa aku tak suka stimulus yang terlalu banyak. Apa mereka meremehkanku? Seakan-akan aku sangat butuh bantuan orang lain dalam banyak sekali hal. Sial! Apa mereka pura-pura lupa atau benar-benar  lupa bahwa aku tak suka anak kecil? Apa mereka tak tau bahwa aku tak bisa “berjalan” dengan baik jika mereka memperlakukanku seperti itu?
Mereka sama sekali tak paham.

Apa yang mereka paham? Aku tak tau. Segala sesuatu memang  harus selalu disembunyikan dariku, karna aku terlalu emosional. Apakah itu bisa menyelesaikan masalah? Dia keras kepala, dan tak sabaran. Lalu ada lagi yang selalu membela yang lain. Juga yang selalu mengancam. Apakah aku yang terlalu peka? Dan kepekaan itu masih ada di diri sampai sekarang?

Apa yang mereka paham? Mereka hanya menjudge lalu menyindir, berharap agar terjadi perubahan. Apa mereka tak sadar bahwa aku sangat tak nyaman dengan cara mereka hidup di sekitarku? Cara mereka merobek privasiku dengan tanpa rasa bersalah sedikit pun? Mereka pikir aku senang? Tapi aku tak kuasa hendak mengatakan langsung di depan muka mereka “ga suka!”, karna aku terlalu banyak bergurau, dan aku tak tau bagaimana menyelipkan keseriusan di tengah gurauan orang lain.

Terlalu banyak kejadian terkadang membuatku tak tau bagaimana harus menyikapi kehidupan, bagaimana harus menyikapi orang lain. Kalau pun aku tau, mengapa jalanku sering tak sama dengan mereka? Dan bagaimana aku harus mengatakannya? Aku butuh tindakan. Ya, benar, tindakan. Tapi aku terlalu mudah diombang ambingkan perasaan, seperti aku memang butuh bantuan, tapi bukan dengan cara seperti itu!

Hidup hanya harus terus dijalani. Tak boleh berhenti. Sampai saat ini, banyak hal yang kulakukan dan kupilih, adalah sesuatu yang bukan benar-benar ingin kulakukan dan kupilih. Mengapa aku merasa terpenjara seperti ini? Apakah orang lain merasakan hal yang sama? Mengapa bocah nakal sepertiku ini masih bisa merasakan cinta pada Tuhan? Apakah perasaanku tidak menipuku, tuan? Apakah perasaan ini benar-benar nyata? Kalau iya, bagaimana bisa?

Kepekaanku sedang terlalu tinggi. Hingga apa pun bisa sangat menganggu dan merusak mood seketika. Tapi aku bisa merasakan bahwa aku masih bisa menormalkan diri, entah bagaimana. Aku hanya benar-benar butuh tempat yang sepi dari orang lain.

Mereka bilang aku pemalu. Aku bingung, mereka mengatakannya seakan itu adalah kelemahan yang besar. Apa salahnya jadi pemalu? Bukankah anak perempuan memang harusnya pemalu? Bukankah rasulullah jauh lebih pemalu? Bukan, aku bukankah pemalu seperti sang Nabi saw, aku hanya, aku merasa terganggu dengan perhatian orang di sekitar, aku merasa dipenjara dengan tatapan orang lain. Mereka bertanya kenapa aku jarang sekali keluar rumah berinteraksi dengan orang lain, kenapa selalu menghindari hal macam itu? Karna itu sangat menghabiskan tenaga, itu memerlukan usaha yang besar untuk mendobrak mood agar bersikap ceria di depan orang lain. Dan dilihat oleh banyak orang menurutku sangat menganggu privasi, sangat menganggu! Betapa peka aku ini! Dan mengapa mereka heran hingga melabelkannya dengan kekurangan yang besar karna di wilayah ini, budayanya adalah beramah tamah dengan orang lain? Itulah yang membuatku ingin sekali pindah kewarganegaraan dan tinggal di Negara lain.

Aku ingat, aku pernah dalam suatu kelas pengenalan kampus. Ketika anak-anak sedang semangat mengacungkan tangan untuk menjawab pertanyaan atau berpendapat, ketika kelas benar- benar ribut dan “ceria”, kakak pengajar itu memanggilku karna aku tak pernah mengacungkan tangan, dia memberiku kesempatan, oh baik sekali. Tapi apa yang aku katakan? “saya ga ngerti, ga kedengaran!”, dengan ekspresi muka dan nada bicara yang menampakkan rasa terganggu. Kakak itu dan teman-teman tiba-tiba diam dan melongo, lalu seperti sepakat untuk langsung ramai lagi. Hah! Lucu sekali!

Seseorang yang aku kagumi, dalam suatu wawancara pernah mengatakan hal yang benar-benar bisa kupahami dan kurasakan dengan nyata. Dan betapa kaget aku bahwa dia bisa mendeskripsikan perasaan yang sebenarnya sederhana itu. Apa karna aku berpikir terlalu kompleks? Ya, suatu hal yang aneh dari hal di sekitar akan menyisakan lebih banyak perhatian. Daripada diperhatikan, lebih baik berusaha bersikap sama dengan sekitar, hanya agar tak ada yang memperhatikan. Sungguh luar biasa! Oh, kenapa aku menganggapnya luar biasa?

Berusaha untuk tidak diperhatikan. Perbedaan antara aku dengannya adalah, dia jauh lebih cerdas dalam menyelesaikan masalah daripada aku, dan bahwa dia tidak melankolis, bahwa dia sangat pragmatis dan rasional. Mungkin karna dia laki-laki? Entahlah. Kalau aku seorang laki-laki, aku ingin seperti dia.

Ya, mengapa harus repot berpikir “kenapa ya mereka tidak bisa paham?” atau mengeluh tentang itu. Seperti yang pernah seseorang katakan padaku, yang aku kagumi juga, bahwa mengeluh dan meratap bukanlah penyelesaian. Aku tau itu di kepala, aku benar-benar memahaminya. Terkadang aku mampu melakukannya dengan baik, tapi aku tak mengerti terkadang kepekaan bisa sangat tinggi dan menganggu. Aku tak mengerti. Dan mengapa aku tak mengerti? Aku hanya harus berjalan dengan diri sendiri. Dan orang lain? Mereka tak paham, karna itulah mereka bersikap seperti itu. Tapi emosi ini terkadang sulit dikendalikan, terkadang sulit memainkan peranan yang normal. Aku tau itu. Hanya bagaimana mengendalikannya?


Tidak ada komentar:

Posting Komentar