Dia tidak sadar, dialah yang juga punya andil membuatku jadi
seperti ini. Aku tau itu, tapi aku pun sadar aku harus memperlakukannya dengan
baik. Mereka juga, mereka tidak sadar bahwa aku tak suka stimulus yang terlalu
banyak. Apa mereka meremehkanku? Seakan-akan aku sangat butuh bantuan orang
lain dalam banyak sekali hal. Sial! Apa mereka pura-pura lupa atau
benar-benar lupa bahwa aku tak suka anak
kecil? Apa mereka tak tau bahwa aku tak bisa “berjalan” dengan baik jika mereka
memperlakukanku seperti itu?
Mereka sama sekali tak paham.
Mereka sama sekali tak paham.
Apa yang mereka paham? Aku tak tau. Segala sesuatu
memang harus selalu disembunyikan
dariku, karna aku terlalu emosional. Apakah itu bisa menyelesaikan masalah? Dia
keras kepala, dan tak sabaran. Lalu ada lagi yang selalu membela yang lain.
Juga yang selalu mengancam. Apakah aku yang terlalu peka? Dan kepekaan itu
masih ada di diri sampai sekarang?
Apa yang mereka paham? Mereka hanya menjudge lalu menyindir,
berharap agar terjadi perubahan. Apa mereka tak sadar bahwa aku sangat tak
nyaman dengan cara mereka hidup di sekitarku? Cara mereka merobek privasiku
dengan tanpa rasa bersalah sedikit pun? Mereka pikir aku senang? Tapi aku tak
kuasa hendak mengatakan langsung di depan muka mereka “ga suka!”, karna aku
terlalu banyak bergurau, dan aku tak tau bagaimana menyelipkan keseriusan di
tengah gurauan orang lain.
Terlalu banyak kejadian terkadang membuatku tak tau bagaimana
harus menyikapi kehidupan, bagaimana harus menyikapi orang lain. Kalau pun aku
tau, mengapa jalanku sering tak sama dengan mereka? Dan bagaimana aku harus
mengatakannya? Aku butuh tindakan. Ya, benar, tindakan. Tapi aku terlalu mudah
diombang ambingkan perasaan, seperti aku memang butuh bantuan, tapi bukan
dengan cara seperti itu!
Hidup hanya harus terus dijalani. Tak boleh berhenti. Sampai
saat ini, banyak hal yang kulakukan dan kupilih, adalah sesuatu yang bukan
benar-benar ingin kulakukan dan kupilih. Mengapa aku merasa terpenjara seperti
ini? Apakah orang lain merasakan hal yang sama? Mengapa bocah nakal sepertiku
ini masih bisa merasakan cinta pada Tuhan? Apakah perasaanku tidak menipuku,
tuan? Apakah perasaan ini benar-benar nyata? Kalau iya, bagaimana bisa?
Kepekaanku sedang terlalu tinggi. Hingga apa pun bisa sangat
menganggu dan merusak mood seketika. Tapi aku bisa merasakan bahwa aku masih
bisa menormalkan diri, entah bagaimana. Aku hanya benar-benar butuh tempat yang
sepi dari orang lain.
Mereka bilang aku pemalu. Aku bingung, mereka mengatakannya
seakan itu adalah kelemahan yang besar. Apa salahnya jadi pemalu? Bukankah anak
perempuan memang harusnya pemalu? Bukankah rasulullah jauh lebih pemalu? Bukan,
aku bukankah pemalu seperti sang Nabi saw, aku hanya, aku merasa terganggu
dengan perhatian orang di sekitar, aku merasa dipenjara dengan tatapan orang
lain. Mereka bertanya kenapa aku jarang sekali keluar rumah berinteraksi dengan
orang lain, kenapa selalu menghindari hal macam itu? Karna itu sangat
menghabiskan tenaga, itu memerlukan usaha yang besar untuk mendobrak mood agar
bersikap ceria di depan orang lain. Dan dilihat oleh banyak orang menurutku
sangat menganggu privasi, sangat menganggu! Betapa peka aku ini! Dan mengapa
mereka heran hingga melabelkannya dengan kekurangan yang besar karna di wilayah
ini, budayanya adalah beramah tamah dengan orang lain? Itulah yang membuatku
ingin sekali pindah kewarganegaraan dan tinggal di Negara lain.
Aku ingat, aku pernah dalam suatu kelas pengenalan kampus.
Ketika anak-anak sedang semangat mengacungkan tangan untuk menjawab pertanyaan
atau berpendapat, ketika kelas benar- benar ribut dan “ceria”, kakak pengajar
itu memanggilku karna aku tak pernah mengacungkan tangan, dia memberiku
kesempatan, oh baik sekali. Tapi apa yang aku katakan? “saya ga ngerti, ga
kedengaran!”, dengan ekspresi muka dan nada bicara yang menampakkan rasa
terganggu. Kakak itu dan teman-teman tiba-tiba diam dan melongo, lalu seperti
sepakat untuk langsung ramai lagi. Hah! Lucu sekali!
Seseorang yang aku kagumi, dalam suatu wawancara pernah
mengatakan hal yang benar-benar bisa kupahami dan kurasakan dengan nyata. Dan
betapa kaget aku bahwa dia bisa mendeskripsikan perasaan yang sebenarnya
sederhana itu. Apa karna aku berpikir terlalu kompleks? Ya, suatu hal yang aneh
dari hal di sekitar akan menyisakan lebih banyak perhatian. Daripada diperhatikan,
lebih baik berusaha bersikap sama dengan sekitar, hanya agar tak ada yang
memperhatikan. Sungguh luar biasa! Oh, kenapa aku menganggapnya luar biasa?
Berusaha untuk tidak diperhatikan. Perbedaan antara aku
dengannya adalah, dia jauh lebih cerdas dalam menyelesaikan masalah daripada
aku, dan bahwa dia tidak melankolis, bahwa dia sangat pragmatis dan rasional.
Mungkin karna dia laki-laki? Entahlah. Kalau aku seorang laki-laki, aku ingin
seperti dia.
Ya, mengapa harus repot berpikir “kenapa ya mereka tidak bisa
paham?” atau mengeluh tentang itu. Seperti yang pernah seseorang katakan
padaku, yang aku kagumi juga, bahwa mengeluh dan meratap bukanlah penyelesaian.
Aku tau itu di kepala, aku benar-benar memahaminya. Terkadang aku mampu
melakukannya dengan baik, tapi aku tak mengerti terkadang kepekaan bisa sangat
tinggi dan menganggu. Aku tak mengerti. Dan mengapa aku tak mengerti? Aku hanya
harus berjalan dengan diri sendiri. Dan orang lain? Mereka tak paham, karna
itulah mereka bersikap seperti itu. Tapi emosi ini terkadang sulit
dikendalikan, terkadang sulit memainkan peranan yang normal. Aku tau itu. Hanya
bagaimana mengendalikannya?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar