Minggu, 23 Maret 2014

Waktu


Waktu..
Akhir-akhir ini benar-benar semakin cepat, semakin cepat. Begitu relatif, ataukah sebenarnya bumi berputar semakin cepat?

Semakin sibuk kita, waktu terasa semakin cepat berlalu. Tapi bukan hanya itu. Di hari libur pun, disaat bersantai-santai, waktu terasa sebentar sekali. Aku benar-benar tak tau mengapa bisa begitu. Teori relativitas Einstein benar-benar misterius dan belum mampu kupahami. Ya, tak ada hari yang benar-benar kunikmati sekarang-sekarang ini meskipun hari libur, karena tekanan kehidupan mengejarku. Aku merasa “ada yang harus di kerjakan”.

Mungkin aku belum mampu menjadi dewasa jika dewasa benar-benar harus menyamakan ritme dengan putaran alam semesta. Aku ingin sekali menyediakan waktu untuk berpikir dan berbicara tentang apa apa yang kusadari. Tapi waktu kita habis dengan rutinitas kaku yang memenuhi setiap satu periode rotasi bumi.

Berpikir apa yang akan terjadi besok? Kemana masa-masa itu, masa-masa yang telah lewat itu hilang kemana? Rasanya benar-benar menggelisahkan. Jika hidup kita lebih banyak dihabiskan untuk berpikir “apa yang akan terjadi besok?” tanpa melakukan apa-apa, tertinggalkah kita?

Ya, apa yang akan terjadi 5 atau 10 tahun ke depan? Apakah saat itu aku sudah menikah dan punya anak? Atau apakah saat itu aku jadi orang terkenal? Atau bahkan sudah tak ada lagi di dunia ini? Betapa cepatnya waktu berlalu terkadang melunturkan semua pertanyaan itu. Cepatnya waktu berlalu, hiruk pikuknya manusia dalam kesibukan, membuat segala pertanyaan itu sudah tak lagi punya tempat di pikiran kita. “ayo terus berjalan dengan cepat, besok akan segera datang, tak ada waktu untuk berpikir tentang semua hal itu”.

Apa yang akan terjadi besok? Kapan aku akan mati? Kapan akan menikah? Kapan kapan dan kapan? Argh, aku ingin bebas dari penjara waktu. Apakah salah?

Hari ini aku berpikir lagi tentang optimisme. Benar, aku memang salah ketika mengatakan optimisme itu omong kosong. Seperti doa, optimisme adalah obat penenang. Karena kekuatan pikiran adalah segalanya. Kekuatan imajinasi melahirkan penciptaan. Terpikir perumpamaan yang dibuat Rumi tentang tauhid. Seorang Raja sedang duduk di atas singgasananya dikelilingi para pelayannya. Sang Raja mengatakan “tidak ada Raja selain aku”. Tapi kemudian sang Raja terbangun dari tidurnya, dan tidak ada siapapun di sekelilingnya. Lalu sang Raja mengatakan “tidak ada siapapun kecuali aku di sini”. Ya, sesungguhnya para pelayan adalah mimpi Raja. Kita adalah hasil imajinasi Tuhan. Seperti seorang penulis yang menciptakan tokoh tokoh dalam novelnya. Sesungguhnya tokoh dalam novel tidak pernah ada. Tokoh dalam novel hanya ada dalam imajinasi sang penulis. Begitu pula dengan kita. Karena terpikir itu, aku mulai percaya bahwa optimisme adalah kekuatan untuk menciptakan. Setiap kita sungguh memerlukannya. Kita perlu itu sebagai obat bagi segala masalah kehidupan yang kita miliki, sama seperti doa. Sedangkan kenyataan? Kenyataan bagi kita pasti adalah apa yang kita pikirkan. Semoga aku punya kekuatan untuk menciptakan pikiran baik. Ya, aku butuh kekuatan.

Di tengah waktu yang semakin cepat berpacu, dan kita yang semakin terburu-buru melukiskan makna eksistensi masing-masing, aku berharap aku menemukan lagi ketenangan yang pernah hilang dariku. Semangat hidup. Aku berharap. Aku hanya bisa berharap sambil berjuang mengatasi ketidakstabilan perasaan ini. Yang kadang membuatku ingin tetap terjaga dalam kesadaran ini, di waktu yang lain membuatku ingin terus tidur melarikan diri dari waktu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar