Malam ini aku mendengar cerita
tentang kerumitan permasalahan di keluargaku lagi. Bahwa warisan, harta bisa
menjadi hal yang sangat krusial dalam hubungan keluarga. Aku heran, karna aku
tak pernah merasakan betapa perlunya harta dibagi rata, betapa pembagian itu
sangat menentukan kenyamanan hubungan, aku tak paham. Tapi itulah mengapa di
dalam Al-Qur’an permasalahan soal warisan dijelaskan dengan begitu detail. Di
beberapa kebudayaan permasalahan warisan masih sangat mempengaruhi hubungan
antar saudara di dalam keluarga.
Aku orang betawi. Suku yang dalam
budayanya permasalahan kepemilikan tanah sangat penting. Mungkin juga karna
terlalu bergantung pada tanah warisan, orang betawi jadi tak punya
kecenderungan besar untuk mencari uang yang banyak dengan cara lain selain
menyewakan tanah atau menjual tanah.
Permasalahan di dalam keluargaku
bukan hanya menyangkut itu. Ramai sekali. Dari dulu ramai sekali masalah. Bukan
hanya memang karna masalahnya ada, tapi juga karna sifat keluarga yang
mempersoalkan hal yang kecil jadi besar. Dari sudut pandangku itu bukan suatu
hal yang bisa jadi masalah yang rumit, tapi ternyata di sudut pandang mereka
yang mengalami, hal tersebut sangat berkaitan dengan kenyamanan hubungan di
dalam silaturahmi keluarga. Ya, “yang tidak mengalami tidak akan memahami”.
Lalu, bagaimana caranya
menyampaikan kesalahpahaman tentang masalah warisan? Itu yang sedang kakak dan
ibuku bingungkan belakangan ini. Ada permasalahan menyangkut kesalahpahaman
yang dipupuk sejak aku belum lahir. Tanpa pernah diselesaikan, mereka hanya
saling memendam ketidaknyamanan dan keganjalan dalam hati, tanpa pernah coba
dibicarakan. Kini, karna suatu pemicu, terbukalah konflik itu. Bagus memang,
tapi kini permasalahannya adalah bagaimana cara menyampaikan maksud sebenarnya
yang baik? Komunikasi. Intinya, apa yang mesti dikatakan, dibuka dengan
pembicaraan apa, bagaimana mengatur alurnya agar maksudnya tersampaikan. Bahwa
ilmu komunikasi memang sesulit itu.
Ima no watashi kawaritai yo, Nino
no you ni. Aku yang sekarang ingin berubah, seperti halnya Nino. Seorang
introvert yang menguasai hal yang tak biasanya dikuasai seorang introvert. Ya,
seperti Nino. Perasaan itu muncul lagi hari ini. Belajar berkomunikasi dengan
baik. Belajar menyampaikan bahasa secara pragmatis dan performatif. Bagaimana
mempengaruhi orang lain dengan bahasa, bagaimana menyampaikan bahasa dengan
baik dalam situasi yang berbeda. Pokoknya persoalan bahasa performatif dan
pragmatis! Ya, hidup memanglah bukan hanya tentang menginterpretasikan dunia dan
kehidupan, tapi juga tentang berbuat sesuatu untuk memaknainya. Aku bertobat
dari pandangan sempit rasionalis, meski aku tak berpindah total secara ekstrim.
Tapi Nino memang salah satu inspirator yang membuatku menajamkan sisi pragmatis
dalam diriku.
Komunikasi memang sulit, dan aku
bukan orang yang berbakat dalam menyampaikan bahasa secara performatif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar