Sabtu, 22 Maret 2014

Di Sebuah Kesempatan


Kemarin malam aku bermimpi banyak tentangnya. Setelah kami menghabiskan sisa sore menyongsong akhir pekan dengan perbincangan tentang kegalauan. Aku selalu menginginkan kesempatan semacam itu, mencari keluangan untuk berbincang hal semacam ini. Kami tak punya banyak waktu untuk saling berbagi di antara kejaran waktu dalam rutinitas yang mesti dipenuhi, yang mesti kami kejar untuk mengimbangi gerakan pemain lainnya.

Kemarin aku mengambil kesempatan itu, karna aku pun tau ada beban yang ingin dia ringankan dengan bercerita.

Bicara tentang pilihan penting bagi masa depan adalah sesuatu yang menurutku tidak boleh dicampuri oleh orang luar, bukan suatu pilihan yang boleh orang lain paksakan untuk kita pilih. Kalau mengikuti kata hati, mungkin kita kehilangan kesempatan yang tidak kita sadari penting. Bukankah kita juga butuh mempertimbangkan dengan akal juga dalam memilih sesuatu?, dia berkata. Tentu saja, memang. Kita perlu menyeimbangkan keduanya. Pada dasarnya jika aku dihadapkan pada kondisi yang sama, mungkin aku juga belum mampu memberikan diriku sendiri solusi. Tapi kemungkinan besar dalam hal semacam itu, di saat ada seseorang yang sedang menjadi perhatian kita, aku akan memilih mengikuti kata hati.

Dari perbincangan yang melebar aku sadar banyak yang mulai aku ketahui. Dengan saling berdiskusi begitu, banyak hal terungkap dan banyak pelajaran bermunculan. Pada momen itu juga aku mulai berani mengungkapkan apa yang kurasakan di masa lalu dengan agak ringan. Seperti aku mulai tak begitu terganggu membicarakannya. Aku bersyukur, dan aku lega. Aku menikmati momen ini, momen yang entah akan kita dapati lagikah kesempatannya. Tentu saja, kalaupun kami punya kesempatan seperti ini lagi, perasaan dan kesannya tidak akan sama seperti saat ini.

Aku jadi teringat orang-orang yang dulu pernah singgah dalam sejarah kehidupanku. Aku heran dan belum juga rela menerima bagaimana bisa kita berpisah begitu saja tanpa keinginan saling bertemu lagi? Aku berharap kami bisa seterusnya di jarak ini. Dan tentu saja, seperti yang kukatakan padanya, harapan selalu muncul bersama ketakutan. Di saat kita berharap pada seseorang misalnya, sesungguhnya kita pun menyimpan rasa takut bahwa hal yang kita harapkan tak kan pernah terjadi.

Aku menceritakan segalanya. Ya, di saat aku merasa ingin mendengar lebih banyak biasanya aku akan menceritakan sebanyak yang ingin aku dengar. Atau ketika dia bicara banyak tentang dirinya, aku akan merespon dengan menceritakan sebanyak itu juga. Aku tak masalah sekarang. Semua yang aku alami sudah begitu menumpuk, sehingga aku butuh mencurahkannya pada orang lain. Selama ini segalanya kusimpan rapat sendirian. Ketika aku merasa semuanya sudah terlalu membebani dan membuat stress, aku perlu membuat diriku sendiri lega.

Kami memang punya banyak perbedaan. Perbedaan yang membuat kami terkadang tak bisa menyatu. Tapi aku belajar banyak darinya. Bahwa segalanya memang hanya perlu dinikmati. Dia pernah mengatakan bahwa dia merasa cocok denganku, tapi sebaliknya aku tak pernah ingin mengatakan padanya bahwa aku bersyukur bisa mengenalnya. Mungkin, dia teman yang paling membuatku bersyukur pada Tuhan bahwa aku bisa mengenalnya.

Akhir-akhir ini aku sering memimpikannya, aku pun tak paham mengapa. Ada saat dimana aku mengikuti kemarahanku dan menginjak-injak apa yang sudah kita lewati selama ini. Aku menyesal. Setiap kali marah dan melakukan tindakan dan mengatakan hal-hal yang emosional, aku selalu menyesal pada akhirnya. Tapi aku hampir tak pernah mengucapkan maaf meskipun begitu. Yah, begitulah aku.

Di antara ketidaknormalan kami, ada sisi yang sangat manusiawi. Terlalu normal bagi orang-orang normal lainnya. Yang mungkin tidak akan begitu paham karena mereka tak pernah merasakan apa yang kami rasakan. Dan buat apa menjelaskan pada mereka? Toh mereka tak akan paham dan mereka juga tak punya nafsu besar untuk mendengarkan. Aku tak akan menyalahkan mereka, itu wajar jika mereka tak paham. Ya, kami berusaha menjadi normal, mengimbangi gerakan mereka. Di antara kegelisahan, kegalauan, ketidakstabilan perasaan, berharap perubahan dan kesembuhan. Tuhan hari ini mendengarkan perbincangan ini. Setelahnya aku minta maaf padaNya, atas diriku yang sekarang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar