Kemarin malam aku bermimpi banyak
tentangnya. Setelah kami menghabiskan sisa sore menyongsong akhir pekan dengan
perbincangan tentang kegalauan. Aku selalu menginginkan kesempatan semacam itu,
mencari keluangan untuk berbincang hal semacam ini. Kami tak punya banyak waktu
untuk saling berbagi di antara kejaran waktu dalam rutinitas yang mesti
dipenuhi, yang mesti kami kejar untuk mengimbangi gerakan pemain lainnya.
Kemarin aku mengambil kesempatan
itu, karna aku pun tau ada beban yang ingin dia ringankan dengan bercerita.
Bicara tentang pilihan penting
bagi masa depan adalah sesuatu yang menurutku tidak boleh dicampuri oleh orang
luar, bukan suatu pilihan yang boleh orang lain paksakan untuk kita pilih. Kalau
mengikuti kata hati, mungkin kita kehilangan kesempatan yang tidak kita sadari
penting. Bukankah kita juga butuh mempertimbangkan dengan akal juga dalam
memilih sesuatu?, dia berkata. Tentu saja, memang. Kita perlu menyeimbangkan
keduanya. Pada dasarnya jika aku dihadapkan pada kondisi yang sama, mungkin aku
juga belum mampu memberikan diriku sendiri solusi. Tapi kemungkinan besar dalam
hal semacam itu, di saat ada seseorang yang sedang menjadi perhatian kita, aku
akan memilih mengikuti kata hati.
Dari perbincangan yang melebar
aku sadar banyak yang mulai aku ketahui. Dengan saling berdiskusi begitu,
banyak hal terungkap dan banyak pelajaran bermunculan. Pada momen itu juga aku
mulai berani mengungkapkan apa yang kurasakan di masa lalu dengan agak ringan. Seperti
aku mulai tak begitu terganggu membicarakannya. Aku bersyukur, dan aku lega. Aku
menikmati momen ini, momen yang entah akan kita dapati lagikah kesempatannya. Tentu
saja, kalaupun kami punya kesempatan seperti ini lagi, perasaan dan kesannya
tidak akan sama seperti saat ini.
Aku jadi teringat orang-orang
yang dulu pernah singgah dalam sejarah kehidupanku. Aku heran dan belum juga
rela menerima bagaimana bisa kita berpisah begitu saja tanpa keinginan saling
bertemu lagi? Aku berharap kami bisa seterusnya di jarak ini. Dan tentu saja,
seperti yang kukatakan padanya, harapan selalu muncul bersama ketakutan. Di saat
kita berharap pada seseorang misalnya, sesungguhnya kita pun menyimpan rasa
takut bahwa hal yang kita harapkan tak kan pernah terjadi.
Aku menceritakan segalanya. Ya,
di saat aku merasa ingin mendengar lebih banyak biasanya aku akan menceritakan
sebanyak yang ingin aku dengar. Atau ketika dia bicara banyak tentang dirinya,
aku akan merespon dengan menceritakan sebanyak itu juga. Aku tak masalah sekarang.
Semua yang aku alami sudah begitu menumpuk, sehingga aku butuh mencurahkannya
pada orang lain. Selama ini segalanya kusimpan rapat sendirian. Ketika aku
merasa semuanya sudah terlalu membebani dan membuat stress, aku perlu membuat
diriku sendiri lega.
Kami memang punya banyak
perbedaan. Perbedaan yang membuat kami terkadang tak bisa menyatu. Tapi aku
belajar banyak darinya. Bahwa segalanya memang hanya perlu dinikmati. Dia pernah
mengatakan bahwa dia merasa cocok denganku, tapi sebaliknya aku tak pernah
ingin mengatakan padanya bahwa aku bersyukur bisa mengenalnya. Mungkin, dia
teman yang paling membuatku bersyukur pada Tuhan bahwa aku bisa mengenalnya.
Akhir-akhir ini aku sering
memimpikannya, aku pun tak paham mengapa. Ada saat dimana aku mengikuti
kemarahanku dan menginjak-injak apa yang sudah kita lewati selama ini. Aku menyesal.
Setiap kali marah dan melakukan tindakan dan mengatakan hal-hal yang emosional,
aku selalu menyesal pada akhirnya. Tapi aku hampir tak pernah mengucapkan maaf
meskipun begitu. Yah, begitulah aku.
Di antara ketidaknormalan kami,
ada sisi yang sangat manusiawi. Terlalu normal bagi orang-orang normal lainnya.
Yang mungkin tidak akan begitu paham karena mereka tak pernah merasakan apa
yang kami rasakan. Dan buat apa menjelaskan pada mereka? Toh mereka tak akan
paham dan mereka juga tak punya nafsu besar untuk mendengarkan. Aku tak akan
menyalahkan mereka, itu wajar jika mereka tak paham. Ya, kami berusaha menjadi
normal, mengimbangi gerakan mereka. Di antara kegelisahan, kegalauan,
ketidakstabilan perasaan, berharap perubahan dan kesembuhan. Tuhan hari ini
mendengarkan perbincangan ini. Setelahnya aku minta maaf padaNya, atas diriku
yang sekarang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar