Apa artinya semua ini?
Semakin tua umur kita, kita mulai berhenti bermimpi. Kita mulai
menjadi robot, kita mulai tertidur dan merasa begitu cepatnya waktu berlalu. Kita
menjadi sampah. Kita menjadi sampah yang Tuhan kasihani kemudian dimaafkan
karena kelemahan dan kebodohannya.
Apa yang kucari?
Berjalan kesana kemari, menikmati pemandangan yang
berganti-ganti, kemudian berbalik untuk berjalan lagi. Apakah emosi kebahagiaan
yang hilang kemudian datang lagi adalah apa yang kita cari? Sekedar petualangan,
untuk kemudian sampai di suatu tempat yang tidak kita ketahui. Atau, kita tak
akan pernah sampai dimanapun.
Apa yang kurasakan?
Petualangan dalam merasakan berbagai macam hal. Seperti pabrik
makanan selalu memberikan rasa baru bagi produknya. Menikmati setiap macam emosi
yang datang, menghayati emosi yang nantinya akan datang lagi, dan lagi,
dan lagi. Atau menyimpannya hingga
akhirnya meledak di suatu titik. Semakin tua umur kita, semakin banyak hal yang
kita rasakan, apakah kita semakin pandai bereaksi secara emosional terhadap
keadaan-keadaan yang berbeda? Atau sebaliknya, kita semakin kebas, kita hanya
semakin terbiasa bereaksi, tanpa merasakan apapun lagi. Sudah terlalu banyak
kita merasakan segala macam emosi.
Apa yang kupikirkan?
Berbagai buku kita lahap, berbagai cerita kita saksikan,
berbagai macam teori dan perspektif kita jelajahi. Kita menumpuk semuanya lalu
merapihkannya untuk membentuk bangunan pemikiran kita sendiri. Atau, kita
hamparkan saja di seluruh ruangan penyimpanan, tergeletak begitu saja semua hal
yang pernah kita baca dan saksikan, tanpa pernah menyimpulkan apapun.
Apa yang kuyakini?
Kita terbiasa berharap. Sadisnya, kita belajar mengetahui
bahwa banyak sekali dari harapan kita tak masuk akal dan tak akan pernah
terwujud. Tapi, waktu belum berhenti, mengapa kita berhenti berharap? Berharap bukanlah
tentang menunggu suatu kejutan akan datang di masa depan, kejutan akan
terkabulnya harapan kita. Berharap adalah tentang menghidupkan keyakinan,
membohongi pikiran. Tanpa dibohongi, kenyataan terlalu absurd bagi mata kita.
Bagaimana aku tau bahwa aku masih berharap, sedangkan aku
tak tau apa yang kurasakan saat ini. Segalanya semakin surreal. Bertumpuknya pengalaman
membebani kita dengan pekerjaan pengaturan. Jika tidak, beginilah. Seni datang
dari pikiran yang berantakan. Hidup ini adalah seni yang kita lukis sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar