Jumat, 25 Mei 2012

サヨウナラ

Setiap luka yang didapat di atas fisik kita punya kemungkinan untuk pulih dan disembuhkan.
Aku tak pernah separah mereka.
Aku bahkan tak pernah masuk rumah sakit.
Aku sudah lupa bagaimana rasanya jarum suntik.
Sepahit apakah obat.
Meski begitu, sedikit saja aku sakit,
deritanya membebaniku lebih dari kenyataannya.

Lebih dari 20 tahun aku berdiri di atas dunia ini.
Terbiasa menjadi anak lemah.
Berpuluh pedang tak terlihat menembus hati.
Hatiku yang rapuh, lemah.
Dia bilang, "jangan khawatir, bukankah kamu orang yang kuat?"
Apa aku terbiasa menyembunyikan sakit?

Luka pada fisik, mungkin disembuhkan.
Tapi luka pada hati, tak bisa hilang.
Meski kita menyembunyikannya dengan senyum.
Meski kita menghindarinya.
Itu tetap membekas.
Menyisakan lubang-lubang baru di hati.

Sekuat apapun kita berusaha menyembunyikan luka di hati,
semakin kita menyadari bahwa ia tak bisa hilang.
Tuhan membiarkannya ada,
agar kita semakin mampu memahami luka orang lain.

Untuk bertahan hidup,
meski luka perlu disembunyikan dengan keangkuhan,
dan tetap berpura-pura kuat,
luka-luka orang lain jadi mampu dirasakan, semakin jelas..
Lalu, kita akan mulai menangis untuk orang lain dan untuk diri sendiri,
seakan kita begitu lemah dan terlalu mudah menangis.
Di sisi lain, keangkuhan kita pertunjukkan,
demi menutupi sisi rapuh kita.
Bukankah aku perlu bertahan untuk tidak selalu terlihat lemah?
Untuk membuat mereka yang kita cintai bisa berdiri dengan bangga karna kita,
yang diperlukan adalah menajamkan kekuatan kita,
dan membiarkan luka ini tetap ada membayangi setiap langkah kita.

"perpisahan adalah keniscayaan. Tuhan membuatnya ada, agar kita semakin kuat menjalani hidup di masa depan"

"Jika kita selalu fokus pada kekurangan, kapan kita bisa berdiri dengan bangga sebagai diri kita sendiri?"


Tidak ada komentar:

Posting Komentar