Kemarin aku membaca-baca secara acak buku tentang introvert. Alasannya,
aku benar-benar ingin mengontrol perasaan tidak nyaman yang akhir-akhir ini aku
rasakan. Aku sempat mengutuki Sigmund Freud yang menurut informasi dari buku
itu adalah orang pertama yang memberikan konotasi negatif pada istilah
introversi. Aku masih ingat bagaimana aku merasa kecewa dan marah pada
teman-teman di jurusan Psikologi dulu 5 tahun yang lalu, tentang bagaimana
secara negatif mereka membicarakan introversi.
Apa yang kudapat? Hampir tidak ada. Apakah itu membuat
perasaanku jadi lebih baik? Kadang-kadang setelah mandi, mendengarkan musik tertentu
atau mengajar privat, aku merasa moodku jauh membaik. Tapi kemudian ketika satu
hal kecil mengganggu, itu cukup membuatku melanjutkan mood burukku yang
sebelumnya. Apakah suasana rumah yang sedang berantakan dan ramai penyebabnya? Dan
apakah aku perlu menunggu sepi? Menunggu lagi.
Apa yang kusadari adalah betapa aku benci rencanaku
berantakan. Yah meskipun aku bukan tipe pelari cepat yang hampir tak butuh
istirahat. Aku butuh banyak istirahat, dan lariku lambat. Tapi aku adalah
perencana. Aku pemimpi dan perencana. Ketika rencanaku bertabrakan dengan
rencana orang lain yang melibatkan diriku, maka rencanaku berantakan. Dan ketika
itu terjadi tanpa sadar aku gelisah dan tak tau bagaimana cara meluapkan
kegelisahanku itu. Pada akhirnya semuanya kubanting.
Kenapa aku tak bisa memperkirakan terjadinya tabrakan itu? Karna
aku terlalu merasa percaya bahwa aku bisa menanganinya. Aku mencoba untuk ‘hadapi
apa yang ada di depan’. Tapi ternyata buatku itu butuh energi berton-ton.
Aku ingin melatih diri. Aku ingin hidup praktis. Aku ingin
beradaptasi di lingkungan dimana aku perlu mengambil manfaat darinya.
Kemarin aku menonton Nino lagi. Seorang peramal bilang
tentang Nino, “kamu tidak punya banyak teman, karna kamu orang yang dingin. Kamu
tipe yang merasa puas sama diri kamu sendiri”, dan reaksi Nino. Nino is
something, really.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar