Salah satu episode Melvina’s Therapy (Back to mornau)
mengingatkanku pada sebuah pemikiran Nietzsche tentang kekekalan siklus
kehidupan. Bahwa semua yang kita jalani di dunia ini akan terulang lagi, persis
sama. Apakah itu sebuah keberkahan? Kekekalan semacam itu tidak akan menjadi
sebuah hal yang membahagiakan jika di dalamnya kita mengulang penderitaan. Jika
yang diulang adalah kebahagiaan apakah kekekalan bisa membahagiakan? Jika perasaan
yang kita gunakan juga kekal, maka benar bahwa setiap kebahagiaan yang diulang
akan terus segar perasaannya. Tapi jika kita menyadari kekekalan siklus ini
sambil melewatinya, kita akan sakit jiwa. Kebas. Untungnya kekekalan semacam
ini punya cara untuk membawa setiap mangsa di dalamnya tidak punya memori apapun
karna setiap memori direset. Nietzsche pernah mendapatkan ilham tiba-tiba dan
meyakini (aku rasa istilah ini tidak tepat untuk mewakili Nietzsche) bahwa
dunia ini kekal dalam sebuah siklus, lingkaran. Aku tidak perduli dengan
kebenarannya. Tapi jika aku sadar sekarang tentang itu, sekaranglah saatnya
untuk menanggung penderitaan karna pengetahuan kita.
Lelaki di keramaian, karya Edgar Allan Poe, menarik
perhatianku. Cerpen ini menceritakan tentang seorang laki-laki tua misterius
yang berjalan dari satu tempat ke tempat lain tanpa tujuan akhir, hanya mencari
keramaian. Seseorang yang penasaran dengan aura misterius di dalam dirinya
mengikutinya hingga sampai pada titik kesadaran bahwa semua itu hanya akan
diulang ulang terus. Laki-laki misterius itu hanya akan berjalan bolak balik
dari keramaian satu ke keramaian lainnya. Dia tidak akan menemukan apa
tujuannya. Tujuannya ada dalam siklus bolak-baliknya itu.
Semua pemikiran ini disampaikan lewat cerita. Cerita yang
dilapisi racun. Untuk menemukan isinya yang pahit, kita perlu mengunyahnya dulu
dan menikmati pahit pembungkusnya. Pahit yang ada di pembungkusnya rasanya
benar-benar tidak enak, tapi pahit yang ada di dalamnya rasanya lezat. Seperti buah
pare. Kepahitan yang lezat. Tapi apa sebenarnya manfaat dari ‘buah’ semacam
itu? Buah pahit yang lezat itu. Apa karna setiap orang menumpuk racun dalam
dirinya kemudian munculah karya-karya luar biasa. Mereka puas, mereka telah
mengeluarkan racun dalam dirinya menjadi sebuah bangunan. Penikmatnya
menyerapnya. Merasakan setiap pahit racun yang ditumpuk oleh pembangunnya. Lalu?
Apa yang akan terjadi selanjutnya terhadap para penyerap racun itu? Apakah mereka
perlu menambah racun untuk menggenapkan racun di dalam tubuh mereka, karna itu
mereka menikmati bangunan itu? Kemana perginya endapan busuk itu?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar