Jumat, 19 Januari 2018

Racun


Salah satu episode Melvina’s Therapy (Back to mornau) mengingatkanku pada sebuah pemikiran Nietzsche tentang kekekalan siklus kehidupan. Bahwa semua yang kita jalani di dunia ini akan terulang lagi, persis sama. Apakah itu sebuah keberkahan? Kekekalan semacam itu tidak akan menjadi sebuah hal yang membahagiakan jika di dalamnya kita mengulang penderitaan. Jika yang diulang adalah kebahagiaan apakah kekekalan bisa membahagiakan? Jika perasaan yang kita gunakan juga kekal, maka benar bahwa setiap kebahagiaan yang diulang akan terus segar perasaannya. Tapi jika kita menyadari kekekalan siklus ini sambil melewatinya, kita akan sakit jiwa. Kebas. Untungnya kekekalan semacam ini punya cara untuk membawa setiap mangsa di dalamnya tidak punya memori apapun karna setiap memori direset. Nietzsche pernah mendapatkan ilham tiba-tiba dan meyakini (aku rasa istilah ini tidak tepat untuk mewakili Nietzsche) bahwa dunia ini kekal dalam sebuah siklus, lingkaran. Aku tidak perduli dengan kebenarannya. Tapi jika aku sadar sekarang tentang itu, sekaranglah saatnya untuk menanggung penderitaan karna pengetahuan kita.

Lelaki di keramaian, karya Edgar Allan Poe, menarik perhatianku. Cerpen ini menceritakan tentang seorang laki-laki tua misterius yang berjalan dari satu tempat ke tempat lain tanpa tujuan akhir, hanya mencari keramaian. Seseorang yang penasaran dengan aura misterius di dalam dirinya mengikutinya hingga sampai pada titik kesadaran bahwa semua itu hanya akan diulang ulang terus. Laki-laki misterius itu hanya akan berjalan bolak balik dari keramaian satu ke keramaian lainnya. Dia tidak akan menemukan apa tujuannya. Tujuannya ada dalam siklus bolak-baliknya itu.

Semua pemikiran ini disampaikan lewat cerita. Cerita yang dilapisi racun. Untuk menemukan isinya yang pahit, kita perlu mengunyahnya dulu dan menikmati pahit pembungkusnya. Pahit yang ada di pembungkusnya rasanya benar-benar tidak enak, tapi pahit yang ada di dalamnya rasanya lezat. Seperti buah pare. Kepahitan yang lezat. Tapi apa sebenarnya manfaat dari ‘buah’ semacam itu? Buah pahit yang lezat itu. Apa karna setiap orang menumpuk racun dalam dirinya kemudian munculah karya-karya luar biasa. Mereka puas, mereka telah mengeluarkan racun dalam dirinya menjadi sebuah bangunan. Penikmatnya menyerapnya. Merasakan setiap pahit racun yang ditumpuk oleh pembangunnya. Lalu? Apa yang akan terjadi selanjutnya terhadap para penyerap racun itu? Apakah mereka perlu menambah racun untuk menggenapkan racun di dalam tubuh mereka, karna itu mereka menikmati bangunan itu? Kemana perginya endapan busuk itu?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar