Sejak kemarin Jum’at aku linglung. Aku menulis di buku
harian, di Jum’at pagi tulisan “Sabtu”. Sejak Jum’at pagi aku mengira hari itu
adalah hari Sabtu. Ketika hari Sabtu yang kukira hari Minggu datang aku panik
karna paket dataku habis sedangkan aku belum belajar apapun untuk UAS hari
pertama besok. Ada sebersit keraguan tentang keyakinanku pada hari itu. Aku tiba-tiba
ragu pada keyakinanku bahwa hari itu hari Minggu. Aku mendengar keramaian di
depan rumahku, tanda bahwa ada kegiatan sekolah. Apakah sekolah diadakan juga
di hari Minggu? Aku sempat berpikir jangan-jangan aku salah, jangan-jangan hari
itu hari Senin. Aku semakin panik. Di antara kepanikan itu, ada niat untuk
memeriksa kalender yang tergantung di rumah (aku mungkin sudah tidak waras). Dari
kalender itu, bagaimana caraku tau ini hari apa? Kemudian pikiranku semakin
parah, aku terpikir melihat kalender HP (hanya terpikir), tapi aku pikir
kalaupun kalender itu menunjukkan suatu hari dan tanggal tertentu, apakah yang
menjamin hari ini memang hari yang ditunjuk itu? Kalaupun aku mencoba
meyakinkan diri dengan bertanya pada orang-orang tentang ini hari apa, apa yang
menjamin ini memang hari yang mereka sebutkan itu? Kalau seenak jidat aku
memutuskan ini hari senin, menyabotase segala macam info tentang hari dan
perhitungan astronomi, menghilangkan segala jenis kalender di muka bumi, aku
bisa membuat setiap sekolah di Indonesia menggelar upacara bendera di lapangan.
Aku pikir ini lucu sekali.
Adikku bangun, tepat saat aku panik dan sedang bersiap pergi
membeli pulsa. Sebelumnya aku membangunkannya untuk mengirimkan pesan kepada
kakakku lewat handphonenya. Pesannya kira-kira, ”Levi mau beli pulsa 50rb ke nomor
ini. Penting. Untuk UAS besok”. Tapi karna pulsa tidak juga datang, aku bersiap
keluar rumah. Tapi mulut ini akhirnya bertanya, “ini hari apa?”. Jawabannya, “Sabtu”.
Entah apa yang kupikirkan di saat-saat kepanikan itu. Aku bolak-balik sambil
jelas sekali mendengar ada kegiatan di sekolah depan rumahku. Kegiatan yang
jelas bukan kegiatan lain selain kegiatan belajar biasa, karna aku sempat
mendengar peringatan pergantian jam dari sana. Tapi tidak ada gerakan untuk
menengok kalender handphone. Aku dipenuhi keraguan terhadap keyakinanku dan
tidak ada keinginan untuk mengakhiri misteri yang aku buat-buat sendiri ini. Sampai
kata “sabtu” keluar dari mulut adikku. Aku jatuh ke atas bangku di ruang tamu. Tepat
di depan ruang tamu, ada tanda-tanda kegiatan belajar di sekolah depan rumahku.
Aku lega. Entah apa yang membuatku lega. Dan entah apa yang membuatku berpikir
hari itu adalah hari minggu. Sampai ketika buku harianku kuperiksa, jelas
sekali kemarin aku menulis hari Jumat sebagai hari sabtu.
Tapi untungnya (untung sekali aku masih waras) aku percaya
kepada kata-kata adikku, kegiatan sekolah depan rumahku, dan kalender
handphoneku. Tapi ini lucu. Aku merasa dunia benar-benar sudah gila. Bagaimana orang-orang
Indonesia khususnya merayakan hari itu sebagai hari sabtu? Jika aku ingin
merayakannya sebagai hari minggu, apa salahku?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar