Apa artinya hidup?
Dari dulu sampai sekarang, mungkin, tidak ada pertanyaan
paling serius yang aku tanyakan selain itu.
Apakah aku akan mempertahankan napasku walaupun aku hanya
bisa berbaring di atas tempat tidur?
Sudah sekitar sebulan, Kiro mengalami penyakit yang tidak
aku ketahui apa. Aku berubah menjadi pengecut paling parah yang pernah aku
kenal. Ternyata aku sepenakut ini.
Apakah Kiro harus kupertahankan meskipun dia akan cacat? Atau
haruskah kubiarkan dia mati saja? Pertanyaan yang terakhir adalah pertanyaan
yang paing takut aku utarakan bahkan pada diriku sendiri. Aku takut pada diriku
yang pengecut. Aku benar-benar pengecut.
Untuk apa kita hidup? Kemarin, melihat kondisi Kiro yang
sudah tidak mau makan dan tidak bergerak tapi masih bernapas, aku berbisik
berkali-kali pada diriku sendiri, “jigoku da, jigoku da, jikogu da”. Ini neraka,
ini adalah neraka. Hidup tanpa bisa apa-apa, tapi masih bernapas. Ternyata mati
tidak semudah itu. Jika tubuh kita masih ingin hidup, mati tidaklah mudah. Sebaliknya
orang yang kelihatannya sehat bisa jadi langsung mati karena serangan jantung
mendadak. Apakah sebenarnya Kiro masih bisa dipertahankan, seandainya aku
mencari suntikan dan memberinya makan lewat suntikan, memberinya cairan infus
dan obat, apakah sebenarnya hidup Kiro bisa dipermudah? Kemungkinan-kemungkinan
ini membuatku takut. Aku takut bahwa ternyata akulah yang membuatnya jadi
semenderita ini.
Membayangkan dirinya disana, kedinginan. Apakah dia
mengharapkanku datang dan sekedar menemaninya melewati hari-hari panjang di
neraka?
Kiro, aku takut. Aku tidak bisa mengontrol rasa takutku. Aku
benar-benar pengecut.
Bukan hanya rasa takut, perasaan senang, sedih, marah,
semuanya, aku tidak bisa mengontrol semua emosiku. Aku adalah orang paling gila
yang pernah aku kenal.
Hari ini rasa frustasiku menumpuk, lalu aku menangis, marah,
dan ya, kebingungan soal hari ini apa yang sebaiknya aku lakukan. Aku ingin
lari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar