Aku ingin mati. Seandainya saat ini di depanku ada sebuah
pistol, akan kuambil, kuarahkan ke kepalaku, dan kutarik pelatuknya.
Obsesi. Mati sudah menjadi obsesi bagiku. Dalam keadaan
depresi, setiap hari, setiap saat, sepanjang hari, yang aku pikirkan hanya
bunuh diri. Kemarin aku melihat gedung tinggi di perjalanan. Aku terpikir
loncat dari gedung, pasti sakit, sakitnya ketika sampai di tanah membuat shock
dan kematian yang datang bukan hanya karna kerusakan pada kepala dan badan,
tapi juga karna shock berat. Gedungnya harus tinggi, kalau tidak aku cuma akan
sekarat. Sebelum aku sampai di tanah, harus kuiris dulu pergelangan tanganku,
nadi yang ada di situ. Sebelum sampai di tanah aku harus pingsan kehabisan
oksigen dulu sebelum aku mendapatkan shock benturan keras di kepala. Sepanjang perjalanan,
itulah yang kupikirkan.
Hari ini aku berpikir bunuh diri dengan pistol jauh lebih
baik. Aku takut menyakiti diriku. Aku bahkan tak tahan melihat katak dibedah di
laboratorium. Aku tak ingin melihat diriku menderita kesakitan. Mati karna
shock mungkin pilihan bagus. Obat tidur mungkin juga bagus, tapi sering
kudengar obat tidur tidak efektif membunuh. Racun akan membuat kesakitan. Pistol.
Jika kuarahkan ke tempat yang tepat, aku bisa mati seketika. Seandainya di
depanku ada pistol.
Kemarin malam, aku menonton video di youtube. Hampir setiap
saat aku menonton video youtube atau browsing tentang mati. Video itu
menyuruhku membayangkan apa yang akan terjadi setelah aku mati. Keluargaku akan
trauma berat, mungkin mereka akan depresi parah. Teman-teman dekatku akan
menyalahkan diri sendiri. Semua orang membicarakanku. Kejelekanku mungkin juga
akan dibicarakan orang. Bunuh diri hanya akan membuat orang lain ikut
menderita.
Aku tau ini salah. Pikiran pikiranku ini salah. Seharusnya aku
tidak begini. Sejak kecil aku selalu berpikir apakah orang-orang memikirkan hal
yang sama denganku. Sekarang aku tau bahwa jawabannya adalah tidak. Mereka tidak
mengerti apa yang aku rasakan. Kejijikan yang aku rasakan pada dunia dan diriku
sendiri, kejijikan abnormal yang sampai sekarang aku tak bisa menjelaskannya. Aku
tidak tahan. Aku lelah dinaik turunkan seperti ini. Aku kehabisan akal, dengan
cara apa lagi aku harus kelihatan normal.
Mungkin mati secara natural lebih baik. Mungkin aku harus
melakukan sesuatu supaya aku kena serangan jantung. Aku melakukan pencarian di
internet, hal apa saja yang memicu serangan jantung.
Inilah aku, setiap hari, sepanjang hari, saat ini. Dua tahun
lalu aku masih menyimpan list rencanaku yang detail. Aku yakin aku bisa
mencapai semuanya, ini semua cuma masalah waktu. Aku mendorong diriku ke sisi
ekstrim, memaksanya keluar dari zona aman. Aku berpikir untuk bergabung dengan
beberapa organisasi dan komunitas sementara aku mengambil sks yang cukup banyak
di kampus. Pada akhirnya, ketika perasaanku dijatuhkan, aku merasa jijik dengan
diriku sendiri. Mimpi burukku tak pernah berubah. Di depanku, sekolah madrasah
yang aku harus selalu datangi. Kenapa aku harus sekolah madrasah ibtidaiyah
lagi? Dan aku selalu terlambat datang kesana. Aku takut, semua mimpi burukku
membuatku takut.
Menit-menit yang kuhabiskan untuk memakai sepatu,
menit-menit yang kuhabiskan di kamar mandi sebelum aku berangkat, jalan-jalan
yang kulalui ketika pulang, jalan-jalan yang gelap, yang tidak familiar tapi
selalu muncul di mimpiku, orang-orang yang mengejar dan ingin membunuhku. Aku terbiasa
dengan itu semua. Mimpi-mimpi itu selalu datang. Dan semua mimpi itu menggambarkan
apa yang benar-benar kurasakan.
Apakah aku harus menyerah? Putus asa? Jika saat ini aku
memilih mati, aku harus mengeluarkan usaha untuk mendapatkan alat-alat untuk
mati, atau setidaknya merencanakannya dulu secara matang. Karna aku tidak punya
kesempatan, di depanku tidak ada pistol, hanya ada gunting dan pisau dapur yang
aku tau tak kan membunuhku secara cepat, dan aku tak mau melihat darah
berceceran dimana-mana, menciptakan sebuah TKP pembunuhan yang menyeramkan.
Kemarin aku juga menonton video youtube Zakir Naik dan aku
menangis, aku tau aku diberkahi dengan nikmat hidayah, mengapa aku tidak
bersyukur. Mengapa? Apakah Tuhan benci melihatku? Aku tidak bisa naik,
sepertinya sekarang-sekarang ini aku akan menghabiskan waktuku di lubang ini. Tanpa
siapapun tau. Tak ada yang bisa kuajak bercerita. Semuanya semakin membuat
kondisiku memburuk, mereka tidak memahami apa yang benar-benar terjadi. Secepat
itu mereka mengambil kesimpulan dan memberi nasihat. Aku tidak pernah meminta
nasihat.
Seandainya di depanku ada pistol.
Aku tau dunia ini lapangan perang yang berat sekali dilalui
untuk orang-orang sepertiku. Aku harus bicara pada orang lain, mereka harus tau
apa yang aku alami. Aku tidak bisa sendirian terus menyimpan semuanya. Aku benar-benar
ingin mati. Saat ini, seperti sebelum sebelumnya saat aku mengalami kondisi
yang sama, aku berharap mukjizat.
(Hari ini aku baru menyadari bahwa ngilu ngilu yang selama ini muncul di beberapa tempat di tubuhku, berpindah pindah dari satu tempat lain, bisa jadi disebabkan karna kecemasan)
(Hari ini aku baru menyadari bahwa ngilu ngilu yang selama ini muncul di beberapa tempat di tubuhku, berpindah pindah dari satu tempat lain, bisa jadi disebabkan karna kecemasan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar