Orang suka bilang “saya kenal dia”. Omong kosong. Kata Hume,
manusia itu tidak mempunyai diri yang sejati. Katanya relasi tentang diri yang
esensial dan tidak terpengaruh apapun adalah pemikiran yang tidak mempunyai
bukti. Karna ide tentang “diri” muncul hanya dari kesan yang sekilas,
perasaan-perasaan yang selalu berubah dan dibolak-balikkan. Setiap orang pasti
pernah marah, pernah ceria, pernah murung. Apakah intensitas dari emosi-emosi
sekilas itu bisa membuat kita berpikir bahwa kita telah mengenal seseorang? Bagi
orang yang berpikir secara intuitif, mungkin tidak benar-benar perlu pembuktian
atas pernyataan tentang diri yang esensial. Tapi bagi Hume, kita harus melihat
matahari bersinar sebelum membuat statement tentang matahari bersinar.
Intinya seperti Sartre bilang, bahwa manusia adalah makhluk
kontingen. Manusia akan selalu berubah, mengikuti perkembangan di sekitarnya. Tapi
apakah ada sesuatu yang esensial di dalam diri manusia? Apakah jiwa mempunyai
sifat? Apakah setiap jiwa dibuat dengan keistimewaan masing-masing? Jika jiwa
memang merupakan bagian tak terpisahkan dari Tuhan, apakah Tuhan pun bisa kita
sifatkan dengan penyifatan tertentu? Apakah Tuhan mempunyai sifat tertentu yang
dibedakan dari sifat yang ia ciptakan sendiri? Bagaimana mungkin?!
Manusia berubah tapi manusia tidak berubah, jika kita
mengambil jalan aman. Aku oraang yang berpihak pada rasionalisme. Tapi
skeptisisme Hume dan Sartre bisa kuterima. Tapi lihatlah nanti Hume, akan kucari kebenaran tentang itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar