Di dalam sebuah kasus yang ada di
manga Dan Detective School, seseorang yang dikenal sebagai seorang pembunuh
ternyata diketahui terbiasa melihat pertumpahan darah di dalam rumahnya, di
antara ayah dan ibunya. Sekuat apa pun ia berusaha untuk tetap hidup biasa
saja, image yang biasa ia lihat dan hadapi di dalam rumahnya masuk ke dalam
alam bawah sadarnya dan membuatnya menjadi seorang pembunuh.
Kita sering mudah sekali
menghakimi perbuatan seseorang tanpa melihat latar belakang permasalahan. Di
dalam hukum Islam, hukuman bagi seorang pencuri adalah potong tangan. Bila ia
mencuri lagi sedangkan kedua tangannya sudah dipotong karna perbuatan mencuri
sebelumnya maka kakinya yang akan dipotong. Sekilas hukuman ini sangat menyeramkan.
Tapi hukuman potong tangan berlaku setelah si pencuri diadili, apa yang
mendasari perilaku mencurinya. Jika si pencuri adalah orang yang miskin dan tak
punya uang, ia akan mati bila tidak mencuri, maka tidak semestinya ia dihukum
sama dengan orang yang masih bisa makan tapi mencuri. Kita tidak tau apa-apa
tentang hukum Islam, tapi mudah bagi kita mengatakan bahwa ianya tidak
manusiawi.
“mestinya dia bisa kuat dong, dia
kan bisa belajar, masa terpengaruh sama lingkungan dan jadi pembunuh”,
blablabla, saya sering mendengar itu. Saya percaya seseorang membunuh pasti
karna dia “sakit” atau dia “harus” membunuh, dia terdorong untuk membunuh. Ada
yang menyesal dan ada pula yang tidak menyesal. Ilmu seperti psikologi dan
kriminologi ada karna ini. Di zaman seperti ini, entah kenapa saya berpikir
bahwa “adalah tidak keren kalau kita tidak tau tentang psikologi”. Kenapa? Oh
man, di atas 50% orang di dunia menderita kecemasan, stress, dan depresi. Dunia
di akhir zaman adalah dunia yang penuh dengan orang yang sakit secara mental
dan kejiwaan. Apa penyebabnya?
Dunia sekarang meninggalkan
agama. Fenomena “jangan campuri urusan agama” TANPA DISADARI membawa kita pada
neraka kegelisahan dan depresi. Mana ada orang taat dan khusyuk dalam beragama
mengalami depresi. Kalau pun kelihatannya dia “alim” dalam agama tapi tetap
saja depresi, ada yang salah dalam keimanannya. Benar, orang beragama adalah
orang yang penuh kedamaian. Karna itu Freud mengatakan bahwa agama ada karna ia
dibutuhkan. Agama dibuat karna manusia membutuhkan pegangan itu. Di sisi lain
dari teori Freud, orang beragama meyakini (karna keyakinannya pada Tuhan) bahwa
Tuhanlah yang menciptakan agama, karna itulah insting membutuhkan agama ada
dalam diri manusia.
“Jangan campuri urusan agama”
berdampak buruk bagi orang-orang yang lemah secara spiritual. Itu mungkin tidak
masalah bagi orang-orang yang mampu menjaga ketaatannya. Selain itu pemisahan
agama dan Negara dibuat-buat untuk menjaga toleransi beragama? Karna agama
adalah urusan pribadi saja, maka “Negara”lah ganti obat bagi kecemasan dan
ketidakteraturan masyarakat. Artinya, kita mengingkari peran agama sebagai
tuntunan kehidupan. KEBINGUNGAN, kegelisahan pun bertambah bagi orang beragama.
Karena di satu sisi dia perlu mengikuti aturan di dalam agamanya, di sisi lain
dia “dipaksa” untuk mengikuti aturan Negara. Fenomena ini terjadi! Tentu saja
bagi orang beragama yang masih taat pada agamanya dan merasa gelisah bila tidak
menaati aturan agama, ini tidak terjadi pada orang yang hanya menjaga iman dan
tidak peduli pada peran agama sebagai tuntunan kehidupan (secara penuh –
khususnya agama Islam).
“Agama bukan satu-satunya
tuntunan moral”, ada filsafat dan sebagainya. Memang benar. Tapi seberapa
sempurna tuntunan moral lain selain agama? Ini rumit, karna orang beragama
(khususnya agama langit) meyakini bahwa agama itu sempurna, ia datang dari
Tuhan. Sedangkan orang yang tidak beragama tentu tidak meyakini itu, dan
ketidakyakinannya pula yang membuatnya tak mampu melihat kesempurnaan agama
yang dilihat orang beragama (di sisi lain mereka -orang tak beragama- meyakini
keyakinan orang beragama pada agama lah yang membuatnya melihat “ilusi”
kesempurnaan agama. saya akan bicara dari sudut pandang orang yang meyakini
agama).
Saya tidak akan mengatakan lebih
karna kacamata kita sekarang sudah demikian diganti dengan warna lain sehingga
sulit bagi kita kembali pada kacamata kebenaran (jika anda mencurigai dunia
sekarang sedang berjalan menjauhi kebenaran). Saya akan kembali pada penyakit
dunia, kecemasan, atau kegelisahan. Kenapa beberapa manusia yang mendalami
filsafat tiba-tiba gelisah, seperti Al-Ghazali (salah seorang tokoh filsafat
Islam)? Tapi beberapa manusia lain begitu terlihat bahagia dengan teori
filsafatnya sendiri. Francis Bacon mengatakan “Sebuah filsafat yang dangkal
menggelincirkan pikiran manusia kepada atheisme. Tapi kedalaman yang ada dalam
filsafat membawa pikiran manusia pada agama”. Benar, filsafat adalah cara kita
menuju kebenaran, masalahnya hanya bagaimana kita menggunakannya. Filsafat yang
dangkal akan menyesatkan manusia. Saya meyakini bahwa kebenaran adalah sesuatu
yang simple dan mudah ditemukan oleh pikiran kita, tapi ia memuat misteri yang
luar biasa dalam yang tak akan habis usia dunia menyelami kedalamannya.
Al-Ghazali gelisah karna ia dibuat bingung oleh filsafat, selangkah atau
beberapa langkah lagi dia berputar di dalam filsafat, ia akan semakin dalam
tenggelam dalam lautan kebingungan. Setelah 10 tahun dalam perenungan, ia
“kembali” pada agama dan menulis sebuah buku berjudul “Filsuf adalah
orang-orang yang bingung”. Sampai kapan pun agama adalah tempat kembali
(akhirnya saya mengatakan lebih. Yah, hal ini adalah salah satu penyebab
permasalahan yang sedang kita bicarakan).
Kembali pada pembicaraan awal,
bagi siapa pun yang dengan ringannya menghakimi perbuatan seseorang, kenapa
anda tidak minta pada Tuhan (jika anda percaya Ia ada) agar menukar posisi anda
dengan orang yang anda hakimi? Hanya untuk melihat seberapa pandai anda
mengelola permasalahan milik orang lain dengan pikiran dan perasaan milik orang
lain (bukan milik anda!). Memang ada orang-orang bodoh yang begitu mudah
tergelincir pada hawa nafsunya sendiri sehingga ia benar-benar bersalah penuh
atas perilakunya (saya tidak yakin 100%, tapi mungkin memang ada?), tapi ada
banyak sekali orang yang perlu pertolongan! Karna dunia mempengaruhi dan
dipengaruhi oleh kita, manusia, kita saling membuat orang lain jatuh dalam “kesalahan”.
Orang yang kita hakimi pun adalah korban dari tindakan kita yang mempengaruhi
orang lain, anda paham? Saya hanya ingin mengajak anda berpikir bahwa ketika
anda melihat orang bersalah di hadapan anda, mulailah untuk mencari kesalahan
anda yang menyebabkan perilaku orang lain terpengaruh sikap anda. Saya beri
contoh untuk mempermudah.
Dalam manga Dan Detective School,
ada contoh yang sangat bagus (banyak malah!). Seorang pemimpin organisasi kriminal
berbahaya ternyata adalah anak dari seorang pembunuh berbahaya (pembunuh
berbahaya itu adalah ibunya!). Bukan hanya itu, ayahnya yang kemudian
meninggalkannya dan tidak mengakuinya sebagai anak kemudian memenjarakannya
dalam ruang bawah tanah ketika ia masih usia SMP! Dengan alasan khawatir si
anak akan berbuat kriminal! Ya,kekhawatiran kita seringkali malah membuatnya
jadi kenyataan. Si anak belajar untuk menjadi kriminal, justru ketika ia
dianggap kriminal. Lalu siapa yang bersalah atas kejahatan yang si anak
rencanakan ketika ia dewasa dan menjadi pemimpin organisasi kriminal? Si ibu
bersalah karna ia membuat anaknya dibully ketika teman-temannya tau si anak
punya ibu seorang penjahat, dan perilaku bullying teman-temannya menabung rasa
ketidakpercayaan si anak pada orang lain, termasuk pada sahabatnya sendiri yang
mulai terlihat meragukannya. Si ayah bersalah juga karna melakukan hal yang
menciptakan tekanan luar biasa dalam diri si anak untuk memantapkan hati dan
menyusun rencana untuk membuat sebuah organisasi kriminal. Lihat, perilaku anda
mungkin secara langsung mau pun tidak langsung membuat seseorang jatuh dalam
dunia hitam. (dalam agama Islam, cara inilah yang diyakini dipakai Tuhan untuk
menentukan seberapa bersalah kita dan siapa yang menjadi penyebab langsung
maupun tidak langsung kesalahan kita. Orang-orang yang menjadi pengaruh bagi
seorang penjahat akan terus mendapat bonus dari dosa kejahatan si penjahat. Jika
si penjahat mempengaruhi atau mengajak orang
untuk berbuat jahat, maka orang-orang yang mendapat bonus tadi akan
ditambah bonus dosanya karna ini. Seperti sistem bisnis jaringan bukan?). Orang
di luar lingkaran ini mungkin mengatakan bahwa mereka semua yang ada dalam
lingkaran itu sakit, dan harusnya si anak lebih kuat menghadapi segala tekanan
yang dialaminya ketika kecil. Tapi si anak bahkan tak kenal agama. Bagaimana
bahkan ia bisa percaya bahwa Tuhan itu baik? Tak ada yang mengajarkannya!
Memang, pasti ada jalan dan kesempatan ia kembali pada kebaikan, andai ada yang
menolongnya. Mereka yang tak merasakan ada dalam lingkaran setan ini tak berhak
mengomentari siapa pun yang terjebak di dalam situ. Mengapa tidak mereka
mengulurkan tangan untuk membantu dia yang terjebak dalam lingkaran setan bisa
keluar? Percaya bahwa siapa pun punya hati yang baik adalah modal untuk
mengeluarkan manusia dari lingkaran setan. Saya katakan modal, semoga tidak
berhenti pada modal saja.
Manusia diciptakan sebagai
makhluk sosial bukan untuk menciptakan peraturan yang penuh tekanan. Kita diciptakan
dengan kelemahan tidak bisa hidup sendirian agar kita saling membantu. Saling
membantulah kita, dengan catatan (fokuslah pada perbuatan kita) “jangan
berharap orang lain berbuat lebih dulu atau membalas kebaikan kita”, itu adalah
peraturannya.
Memaafkan dan minta maaf adalah
perbuatan luar biasa. Tapi memaafkan jauh lebih luar biasa. Kenapa? Kita tidak
perlu menunggu orang lain minta maaf pada kita, bagi kita segalanya sudah
selesai. Kita telah memberikan kebaikan pada diri kita sendiri dan orang lain
dengan begitu. Dan ketika kita punya kesalahan, minta maaflah tanpa menunggu
dimaafkan terlebih dulu. Meski pada akhirnya orang lain tak memaafkan kita,
setidaknya kita menyesal dan tak akan melakukan kesalahan yang sama lagi. Ya,
jangan tunggu kebaikan orang lain pada kita, jangan mengharapkan ucapan terima
kasih, fokuslah pada perbuatan kita. Dengan begitu kita tak punya cukup waktu
mengomentari orang lain. Jangan pula berharap orang lain berpikir sama dengan
kita.
Bantulah mereka keluar dari
lingkaran kecemasan, depresi, dan tekanan mental tanpa berpikir “dia harus bisa
keluar sendiri dari sana!”. Dan bagi penderita tekanan mental yang masih bisa
berpikir jernih di sela-sela kegelapan yang menyelimutinya, mari berpikir kita
tidak sendirian. Ada Tuhan yang selalu mengulurkan tangan untuk membantu, hanya
tinggal kitalah yang meraih tangan itu. Jangan terlalu berharap orang-orang di
dunia ini begitu pintar dan kuat menarikmu keluar dari lingkaran, kumpulkanlah
kekuatanmu dan mintalah kekuatan lebih pada Tuhan. Hidup adalah perjuangan.
Fokuslah pada apa yang bisa kita lakukan bagi kita dan orang lain.
Tulisan ini dibuat dengan
berantakan dan tanpa persiapan. Dari berbagai pengalaman dan pelajaran, saya
tiba-tiba begitu ingin menyampaikan banyak hal, karna itulah ini ditulis. Saya
serahkan kesimpulan kepada pribadi masing-masing. Saya hanya berharap tulisan
ini mampu membuat kita berpikir banyak. Bukan karna saya merasa sudah begitu
pintar dan pandai mengaplikasikan apa yang ditulis di sini, tapi agar sama-sama
belajar dan berlatih. Saya minta maaf atas kesalahan yang saya buat di dunia
nyata maupun dunia maya, dan insya Allah saya memaafkan dan terus belajar
memaafkan atas apa yang saya temukan menyakiti perasaan dan merugikan saya. Karna
kita akan selalu melakukan kesalahan, putaran maaf dan memaafkan akan selalu
ada dan menjaga keteraturan di alam ini. Kita mungkin harus fokus pada apa yang
bisa kita lakukan, tapi “saling berbuat baiklah” agar revolusi kita damai
seperti halnya revolusi “mereka”.
(Saya tidak menyarankan anda agar
seperti malaikat dan tak pernah marah. Marahlah pada orang lain, itu wajar. Tapi
diamlah, pergilah untuk tenang. Lalu mulailah berpikir tentang kesalahan kita
dan perbaikilah diri kita. Jika memang perlu menyampaikan kecerobohan orang
lain agar ia memperbaikinya, lakukanlah dengan pikiran yang sematang mungkin
agar tak menimbulkan masalah baru. Jika tidak, saya harap pihak kedua bisa
lebih bijak dari anda, atau ada cara lain yang lebih cocok bagi masing-masing
orang.)
Warning! Tulisan ini tidak bebas dari kesalahan. Penulisnya adalah manusia (yang masih bocah usia dan sikapnya dibandingkan anda, bisa jadi). Silahkan ambil pelajarannya, dan perbaiki kesalahannya di pikiran anda.
Salam.