Senin, 07 April 2014

Terima kasih, Tuhan


Berhasil. Tuhan berhasil menggoncang perjalanan hidupku. Lewat Rumi, Tuhan mengajariku dengan lebih mendalam, bahwa segala hal apa pun yang terjadi adalah rencanaNya, dan mengapa aku mencerca rencana sang Raja? Aku mengerti. Aku mengerti bahwa aku sebegitu mengganggu bagi banyak orang. Dan bahwa aku salah menghadapi segalanya sampai saat ini. Tuhan berhasil membuatku sadar, dan terima kasih serta syukur padaNya karna itu.

Aku akan tetap berjalan, dan semoga tetap berjalan dengan sisa kekuatan yang kupunya. Yah, aku hanya singgah, dan apa yang harus kulakukan agar orang lain bisa terbantu karna aku? Ya, segala kekecewaan karna perasaan kuat itu tak tersalurkan, aku mencoba melarikan diri dari stress dengan cara hanya memikirkan diriku sendiri. Dan apakah orang lain tau? Mereka memang tidak tau, bagaimana aku menceritakannya? Terlalu panjang dan akan memicu prasangka bahkan sebelum habis ceritanya. Mengapa harus mengambil resiko salah paham yang lebih besar? Aku tidaklah tau apa-apa. Segala yang kuyakini selama ini bergantung pada kerelatifan, Tuhanlah kebenaran yang penuh misteri.

Sekarang memang aku kehilangan banyak hal yang tak bisa kuelakkan, tapi Tuhan membuatku berpikir dan bergerak lagi. Mencari diriku yang dahulu, yang telah tertidur cukup lama. Dari lubuk hati yang terdalam, sungguh ingin kusampaikan maaf yang sedalam-dalamnya pada setiap orang yang mengenalku. Penyampaian maaf dengan kerendahan, tapi ada penghalang yang membuatku takut menyampaikan secara langsung. Ya, apa reaksi yang akan kudapati?

Beberapa orang mengatakan kita unik, keunikan masing-masing. Beberapa menyanjung, sanjungan yang tidak perlu. Dan beberapa mencerca. Terkadang aku bingung. Perasaan apa yang harus kurasa? Aku harus bersyukur? Harus terganggu dan merespon? Aku harus tetap tersenyum? Menjauh dari mereka yang tidak menyukaiku? Harus bagaimana? Oh, aku tidaklah paham apapun, aku tidak paham.

Apa yang telah kurasa selama perjalanan hidupku? Hanya aku dan Tuhan yang tau. Bercerita supaya dunia tau? Ide bagus, atau nanti mereka mengatakan aku terlalu narsis dan sombong? Aku bingung. Apa yang kupikirkan menghadapi segala hal dalam hidupku? Darimana muncul segala rasa dan ide yang sekarang? Apa mereka tau? Tentu tidak. Dan jika aku bercerita, aku mungkin akan mengungkap sisi malaikatku yang membuat orang lain terganggu mendengarnya, sekaligus mengungkapkan sisi iblisku yang membuat orang lain juga terganggu. Tuhan, aku bingung. Wajarkah aku bingung? Simple minded? Jika itu membuatku mengerikan bagi masalah dan orang lain, dan membuatku memendam segala pertanyaan yang akhirnya meledak ini, bagaimana aku bisa kawan?

Aku bercerita pada orang yang salah. Dan apa aku menyesal? Tidak, mengapa menyesal? Tuhan menginginkan itu terjadi. Dan aku pantas untuk semua hal yang kuterima. Kuanggap itu kasih sayang Tuhan padaku, kepedulianNya pada jiwa yang kebosanan dan kehilangan dirinya ini. Sungguh terima kasih atas segala rencanaNya.

Dan apakah eksistensi setiap diri tidak penting? Justru karna pentinglah, kita saling menghargai orang lain. Karna eksistensilah kita menyadari keberadaan kebenaran yang hakiki. Apakah aku tak perduli pada orang lain? Itu semua karna aku tak ingin menunjukkannya, aku tak mau menunjukkan sisi diriku yang satu itu. Itulah mengapa segalanya muncul bertentangan di dalam penglihatan mata. “Maksudnya apa?“. Bagaimana lagi aku harus menyampaikannya kawan?

Ya, memang aku harus belajar menyampaikan maksudku yang sesungguhnya, hingga tak banyak lagi orang yang salah memahaminya. Tapi kemampuanku yang sekarang belum cukup untuk itu, dan kemampuan pemahaman beberapa juga belum cukup membaca maksudku. Atau lebih baik aku berhenti mengekspresikan kegelisahan dan gejolak hati yang mau meledak ini demi menyadari bahwa orang lain perlu pertolongan yang mesti didahulukan? Jika begitu, haruskah setiap orang berjalan di sisi yang sama kawan? Haruskah aku membunuh diriku yang sekarang dan menjadi orang lain? Haruskah peran setiap orang disatukan saja? Seperti hingga semua orang jadi bos dan tidak lagi ada yang jadi budak?

Di saat aku bangkit, segala hal ingin kumulai dari mula lagi dengan baik dan penuh keyakinan, Tuhan terus mengguncangkan jalan. Ada yang harus kulakukan di jalan ini, aku paham. Lebih baik aku yang terus paham dan sadar daripada memberi kesan buruk yang bertambah pada eksistensi lain. “yang lain adalah neraka”, kata Sartre. Ya, aku paham mengapa dia bilang begitu. Di kacamata Sartre omongan itu memang benar. Kebenaran memang bercabang dan memiliki akar yang sejati dan satu, memang. Aku terus belajar dan terus berubah. Meski jalanku penuh pemberontakan, demi Tuhan ada sesuatu di sudut hati terdalam ini, dan aku sungguh menghargai keberadaan eksistensi lain di dunia ini, demi Tuhan.

Tuhan, aku hampir tak punya apa pun. Dan aku memang tak memahami apa pun. Aku hanya melihat dari mataku sedangkan mata sering menyesatkanku dan mengatakan bahwa bulan itu kecil berbentuk sabit.

Allah, namaMu itu terlalu berat untuk diucapkan. Terlalu mengguncangkan seluruh jiwa dan raga orang beriman. Terima kasih.