Selasa, 28 Januari 2014

Mereka Pergi


Beberapa orang menghilang,
setelah meninggalkan jejak di hati dan pikiran.
Kenapa?

Ada saat dimana aku ingin sekali berteriak,
“tetaplah di tempat aku bisa melihatmu!”
Kenapa?

Bukankah tidak ada yang bisa menggantikan siapa pun?
Bukankah karena itulah kita berjuang untuk terus hidup sebagai kita?

Hampir setiap manusia menyimpan lukanya sendiri.
Hidup dikelilingi masalah di mana pun, kapan pun.
Dan kita berjuang untuk tetap bisa tersenyum,
untuk tetap baik-baik saja.

Ada saat kita merasa sendiri menanggung luka,
kesepian.
Di sekitar kita setiap orang menanggung lukanya masing-masing.
Ketika mengetahui itu,
ada rasa yang mendorong untuk semakin kuat,
meninggalkan kesepian di belakang.

Bisakah kita hanya berbagi kebahagiaan dan melupakan kesedihan kita ketika bersama?
Apakah mungkin bagi kita, bersama tanpa berbagi kesedihan?
Mungkinkah berbagi kesedihan dengan orang lain?

Mengapa mereka pergi?
Setelah menyisakan jejak di hati.
Di sini, perasaan sepi terus mengejek..


Minggu, 26 Januari 2014

Sebuah Ruang Rahasia


Buku harian itu sudah penuh debu di dalam sana,
tanpa pernah disentuh..
Sejarah sudah terasa semakin berat untuk dituliskan..
Di masanya, segala pertanyaan dan kekhawatiran pernah ditinggalkannya..
Di masa yang terus berubah, orang-orang yang datang dan pergi dalam kehidupan.

Mengapa dunia berubah?
Dan pertanyaan lain yang hampir tak pernah terjawab.
Pada setiap masa, peristiwa demi peristiwa singgah atau lewat begitu saja..
Dilupakan, atau menyisakan sebuah tanda yang tak kan terhapus sampai tutup usia persinggahan.

Mengapa mereka datang untuk kemudian pergi?
Mengapa ada perasaan yang terbawa dan hilang dalam beberapa kepergian kenangan?
Kemana hilang?
Mengapa ada orang-orang spesial di hati setiap manusia?
Rasa heran yang tak terhitung lagi, sering pula ikut terbang bersama angin.

Pada banyak kesempatan, segala rutinitas “wajib” menekan segalanya,
segala kepolosan warisan masa kecil.
Kesibukan, dalam usaha terus bertahan di atas permukaan bumi, dalam usaha menunjukkan eksistensi sebuah nama yang begitu besar di depan individu masing-masing, dalam kewajaran narsisme makhluk bernama manusia, telah menutupi segala kepolosan dan “kecerdasan”-potensi makluk penyandang gelar Pemimpin.
Kesibukan memenuhi segala keinginan, memenuhi segala rasa puas duniawi di dalam diri,
ditutup-tutupi alasan-alasan suci, dibungkus begitu saja dengan kalimat “segalanya tergantung pada niat”.
Bagaimana tidak kemuakan menjadi keniscayaan?

Rasa “ada yang tidak benar” memenuhi..
Panggilan “idealis”, salah satu macam sifat dari sifat-sifat lainnya, memaksa bertanya,
“mengapa ‘hanya’? mengapa tidak sama?”
Dari pihak penanya, segala pertanyaan berputar-putar di kepala, bersarang,
hampir membuat gila..
Di sana, satu-satunya pendengar, menjadi misteri yang tak terdeskripsikan..
“Kau dimana?”, tanpa benar-benar menujukan pertanyaan pada siapa,
sebuah suara datang tanpa melewati pita suara seperti manusia,
“Aku di sini”.
Dan selalu, selalu..
Suara yang tidak pernah berubah,
di tengah masa-masa yang berubah, orang-orang yang datang dan pergi..
Pada setiap masa, kelelahan dan kerinduan menjadi pasangan yang tak terpisahkan.

Buku harian itu, yang dibuat untuk menggoreskan sejarah pemikiran pribadi pada eksistensi Pemimpin lainnya, kini tak lagi menjadi teman akrab yang benar-benar mengetahui segalanya.
Ada rasa dan pikir yang jauh lebih dalam, yang tak tertuliskan, yang tak terlukiskan..
Tentang orang-orang yang singgah, tentang peristiwa yang memberi tanda sangat jelas di hati.
Sebuah ruang rahasia yang tak tersentuh,
yang adalah cermin dari misteri terbesar keberadaan segala sesuatu,
terus tertutup, setia pada esensinya hingga habis masanya.

Misteri segala sesuatu di balik segalanya,
yang menyisakan pertanyaan tanpa jawaban pasti.
Tak ada tempat lari, dari segala kejaran ini,
sampai kapan pun..
Hanya ada menang dan kalah.
Sebuah kemenangan dan kekalahan yang jauh lebih dalam dibandingkan apa yang ada dalam perlombaan olahraga atau cerdas cermat.
Sedalam makna dari kalimat yang disampaikan Sang Pendengar pada utusanNya.

Apakah kau telah melarikan diri dengan membohongi dirimu tanpa kau sadari?
Hingga mata dan telingamu tertutup, hatimu tak lagi berfungsi sesuai tugasnya.
“tak ada gunanya segala yang kau lakukan di dunia”, kataNya.
Jika..
Seorang hamba telah diutus dengan menyandang gelar pemimpin di depan makhluk lain,
dengan membawa SEBUAH tugas,
lalu apakah gunanya segala hal lain yang sang pemimpin lakukan selain tugasnya?

Buku harian itu menjadi salah satu saksi,
tapi bukan menjadi yang tau segalanya.
Tentang apa dan siapa yang memenuhi hati dan pikiran.
Di tengah dunia yang terus berubah, berputar, dalam masa dan ruang,
sebuah suara terus bergema,
namun di antara manusia, siapa saja yang tidak melarikan diri dan mendengar gema suara sang PEMBERI TUGAS? Suara Sang Pendengar?
Suara Sang Pendengar segala pertanyaan atas misteri yang meliputiNya.
Siapa?



Fear


Hidup adalah pilihan, bukan?
Ketakutan..
Dan tak pernah tau apakah mereka sama merasakannya.

Ketika tau apa yang ada di dalam tubuh kita menciptakan kepribadian kita,
DNA, alam bawah sadar,
sifat-sifat apa yang diturunkan dari orang tua kita, pengalaman masa lalu yang mempengaruhi sikap kita di masa kini,
apa yang kita baca, apa yang kita dengar, apa yang kita tonton dan lihat,
siapa teman-teman kita,
berpengaruh pada siapakah diri kita sekarang dan sedang menjadi bagaimana.
Apakah sendiri aku ketakutan?
Sebuah kenyataan yang mengatakan “engkau bukan apa-apa”

Suara itu datang dari segala arah,
dari angin yang berhembus, udara yang kita hirup,
pohon-pohon yang daunnya jatuh, awan-awan yang berarak,
anak-anak kecil yang berlarian,
segalanya…

Segala kesombongan karna titel yang dipunyai, rumah yang megah,
status sosial dalam masyarakat, prestasi di sekolah,
semuanya diinjak-injak oleh rasa takut yang mulai menyebar..
Aku?
Bahkan dalam kondisi ekstrim, yang terucap di hati adalah kata “takut” tanpa “aku” di depannya.
Selanjutnya apa yang harus dilakukan?

Hidup adalah aksi kita memilih apa yang akan menjadikan kita Apa.
Dan karena itu, DIA memberi buku petunjuk agar kita terkontrol menjadi Apa yang huruf  “A”nya paling besar.
Karena “engkau bukan apa-apa” di bawah takdir yang penuh tanda tanya.

Tuhan..
NamaNya, ketika disebut terasa sangat berat di lidah, bahkan di hati..
Sebuah nama yang terlalu besar bagi si orang beriman,
nama yang mendatangkan getaran ketika disebutkan.
Takut..
Ketakutan yang menyebar ketika melihat dan mengetahui segalanya..
Tidakkah tiba masamu?