Kamis, 22 November 2012

Kabar Hujan


Musim hujan sudah benar-benar datang
Setiap hari hujan turun, dan angin bertiup kencang
Indonesia sedang dimandikan
Di satu sisi yang benar-benar kuat, aku menyukainya
Aku benci panas dan aku rindu suasana dingin
Tapi pula hujan membuat kami repot setiap hari
Sepatu yang basah, banjir, longsor, dan kereta api tidak beroperasi
Hujan mampu mengubah segala

Aku menunggu waktu belajar dengan Song-oppa di perpustakaan
Ditemani hujan
Setelah sebelumnya semuanya kacau dan aku lagi tak masuk akal,
Meninggalkan ketidakjelasan dan penasaran pada mereka yang tak bersalah
Membaca tugas dan berlatih kanji
Semangatku datang tiba-tiba

Dia ada di sana, berbaju biru yang birunya bagus sekali
Kami sama menunggu tanpa tau tak ada yang ditunggu
Hanya meminta menulis surat
Meski jenuh, seperti kukatakan,
Suatu saat aku akan merindukan suasana macam ini
1 minggu ke depan akan ke Thailand
Hari-hari semakin bergerak dan bergerak
Lambat dan cepat,
Seperti waktu memang ilusi yang tak pernah ada

Bapak dosen MPK Agama
Dosen yang kuakui paling cerdas diantara dosen di kampus yang pernah mengajarku
Aku mengakui kebijaksanaannya dalam berpikir dan berbicara
Aku tak pernah berlebihan memuji orang lain
Tapi kali ini, beliau benar-benar kuakui
Meski namanya tak kuingat, sengaja tak kuingat
Dia menyapaku, masih mengenaliku
Dia bertanya, “sudah semester berapa?”
Ah, kekacauanku seperti terlupakan saat itu
Hanya duduk sebentar di selasar masjid sambil minum Pocari Sweat
Awan hitam berjalan di atasku, angin meniupkan kabar kedatangan hujan
Segera aku berbalik menuju perpustakaan lagi
Menunggu waktu mengajar Song-oppa

Setengah empat
Hujan mereda, dan aku menuju FIB
Dia menunggu supirnya menjemputnya di perpustakaan
Aku menunggu Rima di musalla
Hujan datang lagi
Sangat deras, hingga airnya membanjiri latar musalla
Menimbulkan korban-korban yang mulai terpeleset jatuh
Aku bertemu Lina dan Rima
Kami bercengkrama dalam balutan hujan yang semakin deras
Bicara apa saja yang meredakan segala stress sepanjang hari ini
Dia membeli gorengan untuk kami bertiga
Aku lapar sekali, karena kekacauan tak masuk akal tadi..
Aku membeli lagi banyak untuk mengobati laparku dan menghangatkan kami bertiga
Lalu kami bicara tentang mimpi..
Hingga panggilan Tuhan berkumandang dan kami memenuhinya

Hujan mulai reda setelah ibadah kami selesai
Aku tak mengerti tapi..
Ada semacam cerita hangat yang kurasa diatur oleh sesuatu

Kami berangkat pulang, kami berdua..
Rima akan naik bis karena kereta belum bisa beroperasi secara normal
Aku pulang dengan rasa khawatir, sejak musim hujan datang
Kopaja itu sudah penuh, dan aku harus berdiri
Tapi itu ada, dan rasa khawatirku berkurang

Bapak itu menunggu di sana, di tempat biasa
“kenapa berdiri?”, dia tanya berbasa-basi
Kami bicara tentang banyak
Aku ingin cerita lebih banyak lagi
Tapi suasana dan kondisi ini sedang membuat tak nyaman
Oh, aku agak muak dengan kopaja dan sejenisnya
Aku berharap Pak Joko Widodo mengubah Jakarta secara drastis
Butuh banyak pengorbanan untuk sebuah perubahan
Mengapa tidak?
Bukankah dunia bukan tempat tinggal kita selamanya?

Kabar tentang banjir datang dari orang rumah
Kabar tentang lalu lintas yang tak lancar
Tentang musibah yang terjadi di rumah
Nyatanya macetnya hanya sampai seskoal
Sampai cipulir lancar total
Dan ITC Cipulir memang banjir


untuk apa bicara


Untuk apa kita bicara di hadapan orang lain,
Jika tak ada satu pun yang mencoba memahami kata-kata kita
Karna mereka selalu memenjarakan makna
Sampai kapan pun aku tak mampu membuat mereka memahami
Sebelum mereka membebaskan makna-makna

Hidup selalu dipenjara
Bahkan setia kita pada Tuhan adalah penjara “terindah” yang Tuhan buatkan untuk kita
Dan bahasa, dan makna
Dan mereka tak mencoba benar-benar mengerti

Untuk apa bicara, jika 1 kalimat saja tak coba dipahami
Untuk apa berdebat dalam ruang akademik
Oh, aku benar-benar muak bicara tentang hukum,
Tentang politik, tentang sistem-sistem
Tentang makna yang telah dipenjara
Oh muak..
Dan aku tak perduli lagi apa pikir orang tentangku


Rabu, 21 November 2012

Mencari Aku


Hari ini aku menunggunya datang
Dan tanpa bisa tenang,
Entah apa yang kukhawatirkan
Kana san dan Yama san datang dan tertawa melihatnya
“Saya akan datang nanti”, kataku
Kim-oppa datang dan kami bicara tentang rencana
Aku khawatir ada yang membuatnya kecewa

kami belajar bersama Kana san
Dan Yama san ada di sana, sedang belajar keras
Aku khawatir mengganggu mereka
Ketika aku datang dan melihat itu, Koran di tangannya, pikiranku terus mencari..
Aku..
Aku harus bekerja keras seperti itu
Karna aku punya tujuan dan harus kugenggam erat
Aku sibuk mencari diriku,
Kemana kau telah pergi?


di persimpangan


Suatu pagi yang dingin
Dingin dan sepi, dan suasana yang selalu kurindukan
Bapak itu dari Bali dan bernama Wayan
Berkali-kali dia berkata “hebat” dan “Keren”
Iya, dan aku..
Kebanyakan gampang mencurigai orang lain

Hari yang tak terduga
Dan sepi selalu membawa suasana baru
Aku sampai tepat setengah 8 di sana
Dan aku, bapak itu mengubah segalanya
“ibu pasti bangga, belajar yang bener ya..”,
Membuatku berpikir berkali-kali tentang individualisme yang kupegang

Individualisme pun adalah kontrol takdir, dan memang bodoh
Aku berpikir Mori Ogai ada benarnya
Dia seorang sulung
Dan tak mungkin tak berpikir tentang tanggung jawabnya terhadap keluarga dan adik-adiknya
Aku teringat pada kakak-kakakku
Dan aku sejenak membayangkan,
Bagaimana jika aku yang jadi mereka
Bisakah aku sibuk memikirkan kebebasan?

Natsume soseki mengatakan,
Dilema manusia modern adalah keharusan memilih antara
Memajukan diri sendiri, atau mematikan diri demi komunitas

Dan Mori Ogai meyakini,
Ada kalanya seseorang harus mematikan dirinya demi komunitasnya daripada mementingkan kepentingannya sendiri

Dan aku, berada di persimpangan,
Terus bertanya pada diriku


muka dua


Tentang orang bermuka dua, tentang kemunafikan
Dan, aku termasuk di dalamnya

Bagaimana manusia bisa tersenyum dan penuh sapa
Lalu bicara tentang hitam kami
Mengapa kita selalu bertopeng?
Dan mengapa system memenjarakan kita?

Usahlah sapa manis, kawan
Aku lelah, aku letih berpura-pura
Tidakkah kau juga?
Aku sedang berusaha menampakkan wajahku
Meski besar kemungkinannya aku terbunuh
Kawan, kita munafik
Usahlah mengelak, akui saja
Inilah panggung kita, dan semuanya sandiwara
Tak usahlah sapa manis, kawan
Aku lelah
Tidakkah kau juga?


dan itu adalah miracle..


Hari ini, hampir aku tak berangkat
Tak ada semangat tersisa
Seperti pula matahari hari ini yang dibalut awan mendung
Tapi Tuhan mengirim bapak itu,
Dan merencanakan kisah yang mengubah awan mendung menjadi cerah
Dan kaki ini terus berjalan saja
Ada yang menggerakkan niatku
Dan itu adalah miracle



Selasa, 20 November 2012

Long time..


Long time..
Kami tidak jumpa, dan aku rindu
Meski rasa jenuh mulai menguasaiku
Hari pertama belajar lagi
Dan sudah kuduga, masih menyenangkan
Dan segalanya kunikmati

Long time..
Dan suatu saat,
Segala rekaman sejarah  yang sekarang sedang terus diulang,
Akan berganti pada cerita lain
Segalanya hanya akan menjadi masa lalu
Hanya perlu dinikmati


Dilema


Mori Ogai dan Natsume Soseki
Tentang seorang cendekiawan abdi Negara,
Dan cendekiawan individualis
Dan tentang latar belakang masing-masing yang menjadi kontrol atas dirinya
Tentang nilai kesetiaan pada komunitas dan sikap kritis individu
Tentang dilema manusia modern,
“antara individualitas atau mematikan diri demi komunitas”

“Dilema”, ya, dilema
Seorang penyair mungkin..
Tak akan bisa membuatmu mengerti pasti
Hanya saja, keyakinanku sendiri
Tentang nilai kesetiaan dan sikap kritis
Setia pada kebebasan dan keabadiaan
Kritis pada sistem-sistem

Tentang individu dan komunitas
Dan aku memiliki keyakinan
Dan dilema hanya kelabilan
Atas keyakinan pada penentu kebenaran,
Yang dipegang manusia di zaman tidak ada kebenaran yang diakui kebenaran


Senin, 19 November 2012

Aku Tidak Ridho!


Akhirnya terucapkan!
Dan segala akan rasa berubah setidaknya
Aku hanya perlu menonton dan menikmati

“Balaslah perlakuan buruk mereka dengan yang setara. Tapi jika kau memaafkan, itu lebih baik bagimu”
Iya, aku menyimpan dendam
Tak bisa berhenti berpikir hari ini
“apa yang harus kulakukan”
Mulutku tertahan, ingin meledak
Mengapa “kebenaran” ditentukan oleh retorika?
Apa-apaan?!
Semuanya omong kosong!
“Apa yang harus kulakukan, apa yang harus kulakukan”
Meski sudah menghibur diri di toko buku,
Membeli 2 manga, dan..
Menyuruhnya berhenti memikirkan kejadian tadi,
Faktanya aku tak berhenti berpikir
Hingga dia kubalas, akan kusimpan dendam
Hingga pengadilan Tuhan dibuka,
Kasus kita akan disidangkan
Karna aku tidak ridho!


Sabtu, 17 November 2012

Dan dia pergi..


Dan dia pergi
Tanpa tau rasa apa yang ditinggalkannya pada kami
Aku bersikap tidak lagi seperti dulu
Karena aku tau, aku telah kalah
Dan aku telah dibodohi, entah oleh siapa

Ya, aku tak paham
Rasa apa yang memproses hatiku yang akhirnya sulit kukenali
Aku mencoba menolak segala rasa yang kurasa ini
Pada akhirnya, aku tersiksa
Dan dia pergi..
Tanpa tau apa yang dia tinggalkan untuk kami
Sebuah luka

Hari ini aku sakit
Dan tidak lagi kunikmati
Aku semakin yakin bahwa..
Aku sudah berubah
Dan aku yang dulu benar-benar kurindukan

Semakin siang semakin sakit
Aku tak bisa tidur siang meski kupaksakan
Seperti aku, tanpa sadar, sedang mengkhawatirkan sesuatu
Segala rasa yang bercampur aduk
Amarah, kecewa, sedih, penolakan atas segala rasa ini
Aku tersiksa, dan tanpa aku sadari

Aku tak memahami diriku
Dan aku benci, mengapa..
Aku mesti marah
Padahal tak ada yang perlu kukhawatirkan kecuali aku

Dia mendukung hal yang Tuhan benci
Dia melakukannya, yang Tuhan benci
Aku marah, dan aku marah
Persetan bukan?!
Aku melakukan pula yang dibencinya
Meski tersimpan dan hanya Tuhan yang tau
Tapi aku membela diriku sendiri, meski yang terdalam dari aku..
Membencinya sampai mati
Bodoh bukan?!

Aku ingin neraka menyambut mereka
Ya, karna mereka tak memujamu Tuan!
Aku marah, dan tak tertahan
Aku marah, dan aku harus marah
Karena…
Tuhan?
Itu urusan dia kan?!
Karna dia?
Sungguh, aku tak paham pada aku!

Dan segala rasa diangkat dan dijatuhkan
Tuhan, aku tak mengerti

Malam ini kami makan jagung bakar
Mudah sekali membuat rumah kami ramai oleh anak-anak kecil tetangga
Buat saja keramaian di halaman rumah
Seperti malam ini, kami bakar jagung
Dan anak-anak kecil datang menonton
Kesakitanku, segalanya sembuh sejak ini
Benar-benar tak habis pikir
Aku benar-benar tak habis pikir!


Jumat, 16 November 2012

Sartre dan Kebebasan Hamba



Aku tertarik pada sifatku yang sama sekali bukan penyabar. Aku pernah berapa kali mengatakan aku tak suka anak kecil. Itu adalah salah satu pernyataanku yang tak masuk akal dan penuh emosional. Tapi aku benar-benar tak suka anak kecil, dan itu serius. Tapi aku dengan penuh keyakinan meyakini, aku akan sangat menyukai anak yang nanti akan menjadi anakku. Iya, benar-benar pernyataan yang tak masuk akal! Dan aku biasanya membenci pernyataan yang tak bisa dijelaskan dengan masuk akal. Ternyata untuk beberapa hal, atau mungkin untuk banyak hal, kita meyakini sesuatu secara emosional.

Banyak sekali hal yang kubenci. Dan pikirkan, bagaimana seseorang bisa bertahan dikelilingi hal-hal yang dibencinya. Aku tak habis pikir, bagaimana aku bisa bertahan. Karna segala rasa diangkat dan dijatuhkan, ya itu jawabannya. Tapi setiap kali rasa benci datang aku jadi terlalu tegang untuk bersikap normal. Meski tak ingin kupertunjukkan, terkadang, itu tetap terlihat! Dan berapa kali kukatakan, aku bukanlah orang yang pandai menyembunyikan emosiku.

Hari ini segala rencana terabaikan. Entahlah, waktu menjadi sangat pendek. Dan aku merenungi, jika aku hanya terpaku pada pendeknya waktu, aku tak kan pernah berjalan. Jika aku hanya sibuk bertanya siapa aku, aku tak akan pernah mengukir sejarah yang berarti. Dengan ini, aku hanya bisa berjalan mengukir sejarahku sambil ketakutan, khawatir, dan sambil membenci segala cerita masa lalu yang terbangkitkan. “manusia dikutuk untuk bebas”. Banyak konsep filsafat yang sudah kubaca, banyak pula tokoh-tokoh filsafat yang pernah “mampir” di pikiranku. Tapi eksistensialisme Sartre lama sekali bertahan di kepalaku, bahkan membuat yang pernah mampir lainnya tidak lagi bisa kumunculkan.

Sartre meniadakan Tuhan. Kitalah yang berwewenang mengukir pilihan hidup kita, dan kitalah yang bertanggung jawab atas baik buruknya yang kita pilih. Sartre pintar, sekaligus bodoh. Dan aku yang sering menyebut namanya, bukanlah seorang atheis. Aku hanyalah seorang hamba yang meyakini kebebasannya. Ya, aku bebas atas apapun kecuali atas tuannya.

Seorang hamba hanyalah mengenal perintah tuannya, bukan perintah yang lain. Dan inilah tauhid yang kuyakini. Jika seorang hamba berjalan dalam perjalanannya mengemban tugas dari sang tuan, dalam perjalanannya dia bebas melakukan apapun yang tidak dilarang tuannya. Ya, apapun yang tuannya tidak larang. Jika tuannya melarang membunuh, maka dia tak akan membunuh. Tapi jika ada seseorang yang berani memerintahkan sang hamba, sebuah perintah yang tak ada gunanya buat sang hamba dan tak juga mengandung kebaikan yang kentara demi dunia yang tuan bebankan kepemimpinannya pada si hamba, adalah kebebasannya untuk memberontak, pun kebebasannya pula untuk mematuhi. Dan begitulah aku memperbaiki konsep eksistensialisme Sartre!

Dan waktu terus berjalan
Dan terasa cepat berlalu
Dan kita menginginkannya bergulir cepat
Dan menginginkannya terasa lama
Manusia, aku tak memahamimu..



Kamis, 15 November 2012

no Sense!


Hah!
Semoga lukaku cepat sembuh
Semoga amarahku cepat reda
Aku belum mampu mengambil apapun sebagai nilai dari segala kejadian kemarin
Aku tidak mendengar suara Tuhan
Hanya aku menajamkan apatisku
Aku hanya berharap aku segera berubah menjadi individu yang bersahabat dengan mesin
Hanya peduli pada diriku sendiri
Agar luka yang kemarin tak diizinkan ada lagi
Dan biar saja terluka oleh kesendirian daripada oleh manusia
Dan aku tak masuk akal!
Hari in aku benar-benar tak masuk akal!


Rabu, 14 November 2012

Dan Segalanya Menghilang...


Lagi, aku benar-benar egois dan tak masuk akal
Tapi sedikit mampu untuk berpikir normal dan berhadapan dengan orang lain sekarang
Hari ini aku membacakannya!
Alasan mengapa aku belajar bahasa Jepang
Dan semuanya tentang Islam!
Dan aku bangga dalam hati
Aku cuek pada apapun komentar orang lain
Ini aneh, tapi ini ada
Aku benar-benar bangga
Dan Rima juga membanggakannya, aku semakin bangga!

Dan cuek seakan aku tak pernah menulisnya
Aku tetaplah berakting biasa, sebagai diriku
Yang suka meremehkan orang lain,
Yang tak perduli kata orang,
Yang suka nyuekin orang ?!
Dan aku tertawa
Semuanya hanya permainan

Lalu hari ini benar-benar terpikir tentang sifat orang Jepang
Sensei mengatakannya, meski aku sudah tau
Tapi kini sedang kuhayati
Lemah sosial, kesepian, akrab dengan robot
Sifat manusia yang merobotkan dirinya
Orang Jepang memang gila
Aku yang begini saja, menganggapnya gila
Ya, jika aku adalah mereka, sudah mungkin..
Aku gila
Tapi entah kenapa, aku ingin merasakannya
Bukan jadi otaku
Karna aku benar-benar tak bisa mengerti otak mereka
Dan mengapa mereka begitu mencintai semua itu
Apa mereka tidak lelah, bosan?
Nino saja bosan, bukan?!
Tapi dalam hatiku yang terdalam, aku memahami mereka!
Dan mereka lebih bisa dipahami dibandingkan “kalian”!

Dia bercerita tentang kekesalannya yang kemarin padaku
Aku tertawa-tawa tidak jelas
Sausan ikut bertanya, “kemarin kamu kenapa sih?”
Kai pun, “kemarin kenapa?”
Dan aku hanya tertawa, sudah
Kukatakan padanya, kau tak kan mengerti

Aku berjalan hingga menuju kelas, sendiri
Aku sedang muak dengan tingkah yang tidak kumengerti
Lagipula aku harus tetap mengikuti langkahku sendiri
Kelas yang berisik, berantakan, dan hati yang sepi, pikiran yang melayang
Aku hibur diriku dengan menikmati kucing bersamanya
Dan sambil melupakan segala kesepian hati, pikiran yang jauh melayang
Lalu menyueki kelas yang berisik dan berantakan
Kunikmati keindahan makhluk Tuhan yang luar biasa itu, bersama dia

Hari ini setiap momen terasa sesuatunya
Namun aku tak bisa memutuskan emosi apa untuk hari ini
Lalu apa yang kurasakan ketika Nino dibilang tidak menarik
Hah, pernyataan yang sama sekali tak masuk akal untuk seseorang yang tak tau apa-apa tentangnya

Hujan melengkapi emosi kami tentang penjara sialan yang belum berani kami ajak ribut ini
Apa-apaan?!
omong kosong!
Jika kalian membencinya, lantas mengapa?
Mengapa kalian harus pura-pura tersenyum?
Ajak saja orang tidak ada kerjaan itu untuk ribut denganmu
Kalau mereka yang mengerjaimu adalah orang-orang tak ada kerjaan
Kalau begitu kau yang menyediakan waktu untuk dikerjai mereka, jauh tak ada kerjaan!
Apa-apaan?!

Seperti dunia yang menyediakan film-film munafik ini
Dan Tuhan yang menciptakan orang-orang munafik ini
Waktu yang mengiringinya biasa
Dunia dan kita sudah sejak lama terbiasa
Aku sudah lama menoleransi dan sudah terbiasa ada di dekatnya
Karna aku pun adalah salah satu pemeran munafik itu
Ya, salah satu

Mereka sedang begitu serius tentang segala omong kosong
Kami bicara sendiri
Bicara tentang omong kosong mereka di dalam penjara mereka
Lihat, lucu kan cerita ini?
Hujan terus turun, belum juga berhenti
Dan mereka terus bicara, hal-hal tak penting, tak juga berhenti, sambil memenjarakan kami
Hingga hujan berhenti, dan mereka juga sama berhenti
Kami pergi, mereka masih melanjutkan bicara
Tak habis pikir

Kami berjalan ke gramedia Depok, pukul setengah 5
Sebuah rencana dadakan yanag pasti tak kan kusetujui jika besok tidak libur
Kami lapar, dan kami beli roti dulu di Alfamart

Hujan telah berhenti dan omong kosong kicauan itu sudah jauh
Tapi, apa yang akan terjadi
Persetan, aku senang karna bisa menyapa Gramedia yang terlengkap katanya itu
Meski aku tak bawa uang untuk beli apapun

Kami sampai
“titipin ya tasnya?”
“ada laptopnya kan? Ga usah dititip.”
“emang gitu ya?”
Dia ke penitipan barang juga, tapi akhirnya membenarkan kata-kataku
Aku bilang,
“kalaupun ga bawa laptop, bilang aja bawa, supaya ga perlu dititip”
Aku bersorak. Sensei mengajari kebebasan dari penjara sialan satu itu!
“iya, bener juga”, kata Rima
Akhirnya aku yang tak bawa laptop pun tak menitipkan tas
Memang omong kosong
Yah, kuakui di Indonesia yang isinya banyak maling, itu usaha yang mesti dihargai juga

Kami berkeliling
Uwaa, besar. Cukup lengkap
Meski komiknya tidak terlalu lengkap
Aku membayangkan komik yang lengkap berjejer dalam rak yang sangat besar
Segala judul komik, dengan seri yang lengkap
Atau aku yang belum final mengelilingi tempat itu?

Aku melihat segalanya dengan nafsu
Eskalator juga
Entah ini mimpi siapa yang pernah kubaca, aku tak ingat
Tapi ini telah menjadi penasaranku juga untuk melakukannya
Naik dengan escalator turun, dan turun dengan escalator naik
Aku penasaran untuk melakukannya
Dan di sana aku mencoba untuk melakukannya, tapi tidak cukup sepi untuk tidak dipergoki

Buku Noryokushiken, Botchan, Agatha Christie, semuanya
Pada akhirnya kami turun tanpa membawa apapun
Di bawah pun tak memutuskan membeli apapun
Kami naik ke atas lagi,
Karna Rima meminjamkanku uang untuk membeli Novel
Aku memilih dengan lama, antara Botchan dan Agatha Christie
Pilihanku jatuh pada Agatha Christie, setelah sebelumnya pilihanku jatuh pada Botchan
Dan dia tak jadi beli
Aku tak bisa memilih, dia memilihkan
Aku membawa pulang novel Agatha Christie, “mayat misterius”
Di luar perkiraan, kasusnya membosankan!
Aku berkata pada diriku sendiri,
Aku akan datang lagi dan membeli banyak buku di sini!
Entahlah kapan

Kami mencari tempat untuk makan
Ketoprak di pinggir jalan
Sambil berkisah tentang novel Agatha Christie, “and then there were none”
Tak terkalahkan!, kataku
Kisah pembunuhan beruntun di sebuah pulau tanpa menyisakan seorang pun pembunuh, dan tanpa detektif
“pasti merinding baca itu!”
Tiba-tiba, setelah hening sejenak, aku menggebrak meja, mengagetkan orang sekitar
Sambil tersenyum-senyum dan berkata, “tak terkalahkan!”
“aku pinjem ya!”
“dengan senang hati”

Nyatanya itu adalah novel nomor 1 nya Agatha Christie,
Dan tercatat sebagai novel misteri nomor 1 di dunia, entahlah
Tanpa mengetahui itu, aku berani mengatakan,
“belum ada yang mengalahkan novel itu, “dan semuanya menghilang””

Selesai, kami memutuskan mencari mushalla dan toilet di detos
Tapi sampai di lantai bawah, seorang wanita memaksa kami ke tempat penjualan elektronik baru
Dan ya, membodohi kami
Aku terus mencoba memahami maksud mereka
Mencurigakan, sudah kupikirkan
Tapi otakku juga melihat sebuah kesempatan yang tidak begitu merugikan
“ngerti kan mbak apa yang saya omongin?”
Rima bilang, “ya, ngerti”
Saat dia bertanya padaku,
Dia, laki-laki yang di wajahnya ada bekas luka goresan lama,
Aku menjawab sambil memberi jeda beberapa detik cukup lama,
Seakan sedang mencari jawaban yang tepat atau dibuat-buat atau mencoba kembali dari pikiran yang melayang,
“nggak, pikiran saya lagi melayang”

Mereka bilang akan menyita waktu 1 menit
Memang hal seperti itu omong kosong
“mimpi apa mbak semalem, selamat ya..”
Dengan wajah datar
Aku harusnya yakin mereka penipu
Kami pergi cepat,
Aku tanpa mengucapkan apapun dan memberi salam selamat tinggal pada mereka
Rima sering melihat padaku, seakan bertanya “ini beneran apa ya?”
Aku menyerahkan segala putusan padanya,
Karna aku sedang sibuk memikirkan kerjaan sehari-hari para pembual itu,
Ketika mereka sedang terus saja bicara, terus membual
Aku kasihan

Aku shalat, dan Rima..
Sibuk memberitakan pada keluarganya, apa yang baru terjadi padanya
Kami bertemu teman FORMASI di sini, di mushalla ini
Sialan! Mall selalu meletakkan mushalla di tempat parkir, terkutuklah!

Kami mencari toilet, ketika akhirnya sampai di toilet,
Aku tak jadi buang air, ketika tau toiletnya “terlalu modern”
Lantas kami bicara tentang segala toilet berbentuk robot manusia yang akan mencebokimu seperti bayi,
Yah, Jepang yang gila itu mungkin akan membuat toilet jadi semakin modern
Dan kami tertawa, aku ingin buang air!

Keputusan kami, aku akan buang air di toilet yang ada di mushalla di dekat stasiun UI
Ternyata toilet di sana mampet
Ini adalah perjuangan, aku ingin menangisinya rasanya, sekaligus..
Ingin menertawai semuanya
Oh, begitu sulitnya membuang air seni ini
Oh, manusia..
Kalaulah aku adalah hewan, aku sudah mengeluarkannya dimanapun aku mau!

Kami berpisah untuk pulang
Dan tanpa kusadari, malam tahun baru ini
Perjalanan dari UI ke pasar minggu makan waktu 2 jam!
Macet luar biasa
Aku kira tak akan memakan waktu selama itu
Aku keluarkan tes noryokushiken dan membacanya dalam angkot

Kami lewat jalan yang tak biasa
Gelap, bahkan aku tak bisa mengenalinya
Tidak, bahkan aku tak tau daerah apa yang kulewati
Aku sudah khawatir
Karna tak tau akan sampai jam berapa di pasar minggu
Sedangkan 614 paling terakhir ada jam setengah 9
Dari UI jam 7
Dan sekarang waktu hampir menunjukkan jam setengah 9
Masih belum mengenali daerah yang kulewati, macet pula
Akan sampai jam berapa?

Aku mengkhawatirkan diriku sendiri
Sedangkan yang di rumah menyuruhku berdoa agar 614 masih ada ketika aku sampai
Padahal aku sedang meminta bantuan!
Dan persetan ajakan pasrah itu,
Aku harus menyelamatkan diriku,
Tuhan akan menyelamatkan aku jika aku ingin menyelamatkan diriku
Kenapa aku harus pasrah?
Jemputlah sekarang juga!
Aku sudah terlalu tak bisa normal berpikir
Hingga ketika ditelpon, aku mematikannya,
Dan ketika menelpon, aku bicara tanpa kata-kataku bisa dimengerti

Aku bahkan tak bisa mengenali arah
Supir angkot menyetopkan 614,
Tapi aku larang, “bukan yang ke arah sana!”
“ke arah sana dek, mo pulang kan?”
“arah cipulir kemana?”
“iya, ke sana”
Aku tertawa tak jelas emosi apa, mereka pula
“langsung nyebrang aja!”
“iya, iya”
Ah cerewet sekali
614 meninggalkanku
Dan 614 yang terakhir…

Aku menelepon dengan sangat gugup, kata-kata diulang-ulang,
Dan belum ada yang berangkat menjemputku
Dan aku harus menunggu satu jam di pasar minggu berdiri
Dan apa yang harus kukutuk
Aku kesal sekali dengan kejadian ini
Apa karena kemarin aku membuat Rima kesal, Tuhan membalasku?

Aku terus menggerutu
Dan aku ingin membunuh mereka yang memandangku tak sopan itu
Atau yang sekedar bertanya, “nunggu jemputan ya neng?”
Jangan main-main!

Jam 9, waktu berjalan, aku terus berdiri, terlihat bingung mencari tempat yang pas untuk menunggu
Aku menyerah, aku tak bisa menyembunyikan emosi
Aku terus bermain dengan hp,
Mengirim sms pertanyaan yang tak ingin kutanyakan
Hanya untuk menyibukkan diriku
Seperti mereka-mereka itu,
Padahal sebenarnya pikiranku melayang,
Aku tak bisa melakukan itu di saat seperti ini
Tapi tetap saja kulakukan

Waktu terus berjalan,
Aku mencoba duduk, entah bersih atau tidak tempat itu
Tapi keras luar biasa, dan aku paksakan untuk terduduk
Mencoba menenangkan diri, mulai mengantongi hp agar batere tak habis
Seorang bapak yang gelagatnya kubenci bertanya, “nunggu jemputan ya neng”
Dia berjongkok di situ, di sampingku beberapa meter
Jangan main-main
Tiba-tiba hp bergetar, dan abang menelpon
Sudah sampai
Aku mengangkat, dan sifat tak sabarku keluar lagi
Jam menunjukkan pukul 10 malam di pasar minggu, masih di pasar minggu

Kami begitu lelah, berusaha cepat sampai rumah
Semua badan sakit, ngantuk, lengket, dingin
Sampai jam 11 malam di rumah
Aku tak berkata apapun
Segera menuju tempat tidur dan merebahkan diriku
Oh, Tuhan….

Mamah memasakkan mie dan baso
Aku makan dengan tak sabaran, yah begitulah aku, sangat tak terkontrol
Seperti sudah tak makan berhari-hari
Hingga TV LCD di kamar terciprat kuah mie, bodoh sekali aku!

Setengah 12 setelah shalat, aku mulai membaca “mayat misterius”
Herannya, segalanya hilang, segala yang terjadi padaku barusan, dan seharian ini
Aku membaca terus hingga mengantuk…..


Minggu, 11 November 2012

ミチャンの死


Seperti siklus yang dulu pernah ku sadari
Tidak lagi ku indahkan
Seperti biasanya manusia
Aku tak lagi yakin bagaimana hati berfungsi

Hari kematian Michan
Aku seperti menunggu waktunya
Entah apa dalam diriku yang bicara
Meski tak benar-benar yakin
Aku sedang menunggu dan membayangkannya

Mampukah aku menoleransi diriku
Merasa jenuh pada hidup mereka
Aku tak benar-benar yakin
Semakin aku memahami sesuatu,
Semakin aku tak memahami apapun

Mungkinkah karena waktu,
Kejenuhan ini menyiksaku?
Mungkinkah karena rasa ada waktu yang terus berjalan,
Segala sejarah yang punya akhir membawa rasa pada kematian rasa?

Aku tak kuasa menolak hukum Tuhan
Aku memang dipenjara dan aku memang tak punya kebebasan menolak hukumnya
Meski aku terus bertanya
Aku ditempatkannya dalam irama tasbih semesta
Dan tak ada yang mampu menolak

Terus rasa mengulang rekaman sejarah
Mengulang segala rasa yang pernah singgah
Seperti jauh, seperti dekat
Aku tak bisa yakin
Aku tidaklah tau apa-apa
Mengapa segala rasa pernah singgah
Mengapa segala rasa hilang
Aku bertanya dan tak ada jawab

Aku dingin, dan aku menangis tanpa tau alasan
Mengapa air mata ingin keluar hanya karena rasa yang hilang dan datang?
Aku bertanya dan terus merasa
Aku menatap dingin, aku bertanya, dan aku tak mengerti semua

Hari kematian Michan, sudah datang
Seperti semalam kulihat dia
Masih memakan popcorn yang kuberi padanya
Dengan langkahnya yang tergopoh
Tak kuasa melawan waktu yang mendekatkannya pada kematian jasadnya
Tidur di dalam tempat makannya
Dia tak bergerak meski suara kandang-kandang yang dibuka membunyikan suara-suara berisik
Hingga ketika aku datang padanya,
Dia terbangun dengan lemah,
Dan dia memakan popcorn yang kuberi padanya
Terakhir kalinya kulihat sosoknya yang bergerak dengan ketuaannya yang alami

Pagi ini
Michan tertidur untuk selamanya dari dunia
Seperti dunia ilusi ini, seperti pula jasadya yang fana
Wajah dan tubuhnya menggambarkan ketenangan meninggalkan segala kebohongan ini
Entah apa yang kurasa, aku tak yakin

Hari kematian berturut-turut,
Tanpa Ami di sisi mereka
Tuhan memanggil mereka bergantian dalam jarak berdekatan
Seperti mereka hadir bersamaan
Mereka lahir bersamaan

Waktu membunuh segala kebahagiaan
Seperti ia pula membunuh segala kesedihan
Seperti apa yang pernah dirasa dan dijalani
Hanyalah mimpi
Dunia hanyalah mimpi
Dan aku belum terbangun


Sabtu, 10 November 2012

Kisah-kisah yang terus berjalan


Telah dibuat segala naskah dan peranan masing-masing kita
Dan tak ada yang mengerti bagaimana

Hidup hanyalah seperti bermain dalam sebuah permainan
Mempermainkan perasaan para pemainnya
Tanpa sempat menyadari kita ada dalam permainan yang kan berakhir

Cerita yang kan berakhir
Kisah yang menyisakan kejenuhan yang menyiksa
Permainan ini menyiksa dalam perasaan yang tak mampu ditolak
Aku tak mengerti bagaimana

Kisah kebahagiaan di waktu ini
Dan kisah kesedihan di waktu lain
Saling berdampingan
Manusia berusaha melewati setiap fase
Dengan penderitaan yang tak terucapkan
Dengan rasa yang tak terkenali

Dan dalam pelukan peradaban dunia yang pula tunduk dalam irama semesta,
Manusia saling pertahankan eksistensi
Kisah kesedihan yang coba masuki kenyamanan orang lain
Segala yang yang dianggap mengganggu
Seperti tak tau bagaimana hati merasa
Kisah terus berjalan
Saling menolak, tersenyum dalam kemunafikan

Ini saatmu ceria
Mengapa kau mesti sedih dalam kisah orang lain?
Mengapa kau mesti menghayati kisah yang kau tonton disana?
Aku lantas bertanya bagaimana hati berfungsi
Aku tak yakin

Ratap dalam penderitaan panjang, kisahnya di sini
Penuh megah dan ceria kisah lainnya
Jika hidup manusia saling merasakan,
Tentulah tak pernah lagi ada ceria sebelum kesedihan di dunia hilang
Namun hidup hanyalah kisah-kisah yang terus berjalan
Warna-warna yang saling melengkapi
Ada tangis di sana, dan ada tawa di sini
Meski tau ada derita, terus saja mengukir tawa tanpa peduli
Hidup hanyalah permainan saling bertahan

Benar, hidup hanyalah permainan yang menghiasi tujuan utamanya
Apa yang benar dan apa yang salah
Bagaimana dan mengapa
Jawaban yang ada terlalu luas
Dan seperti kita yang tak tau apapun
Kecuali bahwa Tuhanlah pencipta semua permainan ini


Jumat, 09 November 2012

Menikmati Kebisuanku


Pagi itu, Kuro menatap pagi
Menyapa hening dalam teduh semesta
Menatap ke depan, menyatu suasana
Aku bersiap berangkat, mengikat tali sepatu
Kusapa Kuro dan Kuro balik menyapa
Suasana pagi itu
Seperti sebuah kesempatan rasa yang sulit kudapat
Rintik hujan menyejukkan jiwa-jiwa yang gersang
Sejuk suasana mengirimkan rasa yang kurindukan

Aku berjalan dengan senyum tersimpan
Seperti aku akan terus berada pada titik rasa ini
Langit meneduhiku,
Seperti kembali pada kerinduannya

Hari ini bapak itu tak lagi membayarkanku kopaja
Sesuatu yang mengundangkan tanyaku
Aku tersenyum, aku tak butuh bantuan siapapun, tapi..
Aku merindukan kebaikannya
Aku tertawa, seperti aku tak mengerti diriku sendiri

Seperti aku begitu menikmati kebisuanku
Melihat mereka bercengkrama, bicara
Suasana yang kurindukan, aku terus tersenyum dalam hati

Aku menikmati senyum bapak itu
Seperti dopamine dikirimkan banyak pada otakku
Aku menikmati kebisuanku
Memandang kisah-kisah awal pagi ini

Dan Tuhan berkata,
“mengapa kau tidak berjalan di muka bumi,
agar kau punya hati yang bisa memahami dan telinga yang bisa mendengar?”,
dalam Firmannya

Air mata memaksa keluar tanpa aku tau alasannya
Rasa yang harus keluar, memenuhi dada
Melihat suasana pasar
Yang tunduk pada irama alam
Aku bertanya dengan menyadari angkuhku
Apakah aku terlalu angkuh?
Apakah sebenarnya kesombongan memenjarakanku tanpa kusadari?
Apakah aku sedang tersesat pikiran tanpa kusadari?
Aku ketakutan
Kekhawatiran memerangkapku
Apakah ridhomu mengatapiku?
Apakah yang kuinginkan?
Ketidaktauan menyiksaku dalam bayangannya sekejap

Peradaban memeluk kuat, masih
Aku benci pada rasaku ini
Mengapa aku masih terus berjalan dan masih berharap untuk dunia
Sedang alam sedang menyelimuti kerinduanku
Akan kubawa kemana rinduku

Suasana kelas meneruskan teduh
Aku menikmati
Ya, biar kunikmati
Segala rasaku pada peradaban dan rinduku pada alam
Biar aku menikmati irama yang kumainkan

Sore yang mendung, dan angin bertiup
Seperti suasana musim gugur di Jepang
Aku membayangkannya dan meski tak sebanding, setidaknya..
Suasana daun-daun jatuh ditiup angin yang sejuk kunikmati
Hujan mulai turun, tapi masih menoleransi rasaku
Tak mampu kugambarkan
Segala rasa yang membawaku pada kerinduanku
Aku menikmatinya, suasana yang akan sulit lagi kudapatkan
Dingin udara melengkapi kedinginan sikapku
Seperti aku sedang dalam kisahku sendiri
Menikmati kebisuanku
Dan sendiri, menyatu dengan kerinduanku yang terdalam


Kamis, 08 November 2012

Kita tenggelam..


Kenek itu, kenek yang kufavoritkan
Hari ini dia menjadi kenek, dan bukan supir
Dia melihatku tadi, :D
Dia baik, itu saja yang kutau
Muda, dan baik, tidak seperti supir muda lainnya
Dan kontras dengan kebanyakan supir dan kenek lainnya yang setengah baya
Merah muda, bajunya hari ini
Berkebalikan dengan kesan yang kutangkap tentangnya sampai saat itu

Dan bapak itu, kasihan,
Turun di pertengahan jalannya
Hari ini kopaja ini akan lewat tol

Dan pagi itu, Kami duduk di depan gedung 9
Mengoceh tentang mimpi yang tertunda
Ya, mimpi yang tertunda
Karena kita percaya, bahwa..
Mimpi ini pantas, dan akan terwujud pada waktunya
Ya, pada waktunya
Bercerita tentang kemuakan dan tentang peran
Segala yang membedakan kami dan segala mereka yang tak dimengerti di dalam sana
Langit menjadi saksi mimpi-mimpi yang kami rajut dan tak terkalahkan..
Ya, pasti kumenangkan..
Bagaimanapun bentuknya
Kukalahkan dunia dan hidupku

Lalu, siang itu, dia bercerita
Tentang kehidupan dan dunia
Aku mendengarkannya dengan kesyukuran, entah
Aku justru merasa, kau dibangunkan, kawan..
Kepalaku pusing,
Ceritamu menyadarkanku kerumitan filsafat ini
Kita terlalu sering berpikir tentang kehidupan dan dunia, dan permainannya
Ya, kukatakan..
Kawan, ini hanya permainan
Lucu sekali bukan, kita stress menghadapi permainannya?!
Ya, kita tenggelam dalam permainan
Patuhilah Tuhan saja,
Karna sesungguhnya kita bebas